Sukses

Andi Arief Mengaku Sakit saat Diperiksa Penyidik KPK, akan Dipanggil Ulang

Pemeriksaan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya belum rampung.

Liputan6.com, Jakarta Pemeriksaan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya belum rampung.

Andi Arief diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, hari ini, Senin (15/5/2023).

Saat diperiksa penyidik KPK, politikus Partai Demokrat itu mengaku sakit dan hendak berobat ke dokter.

"Kami apresiasi kehadirannya sekali pun informasi tadi dalam keadaan sakit. Sehingga tadi diperiksa cukup relatif singkat karena akan berobat. Sekitar ada 10 pertanyaan tadi, ya," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023).

Andi Arief menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik tak lebih dari tiga jam. Sementara, menurut Ali, masih banyak yang harus digali tim penyidik dari Andi Arief.

"Yang bersangkutan akan berobat hari ini, jadi beberapa pertanyaan inti dari sepuluh itu akan kembali dikonfirmasi ke yang bersangkutan dalam beberapa waktu ke depan," kata Ali.

Ali belum bisa memastikan waktu pasti pemanggilan ulang terhadap Andi. Namun Ali menyebut Andi Arief siap hadir jika dipanggil ulang.

"Tadi menyatakan akan hadir kembali, akan menjelaskan setelah kami juga beri kesempatan berobat, dan akan menggali informasi di stafnya gitu, ya terkait dengan hal tersebut," ucap Ali.

KPK menyebut Andi Arief mengetahui terkait kader Partai Demokrat yang menerima uang haram dari Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak.

"Dan diduga Pak Andi Arief juga mengetahui adanya penerimaan uang-uang yang bagian dari aliran uang tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Senin (15/5/2023).

Selain Andi Arief, tim penyidik KPK juga akan memeriksa dua wiraswasta Uci Sanusi dan Rajesh Khana.

2 dari 3 halaman

Andi Arief Sebut Kader Demokrat Terima Uang Haram Ricky Ham Pagawak

Andi Arief diperiksa sebagai saki dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Ricky Ham Pagawak. Andi mengungkap ada kader Demokrat yang menerima uang haram dari Ricky Ham Pagawak.

"Saya dimintai tolong agar temuan KPK bahwa ada yang menerima bantuan dari Pak Ricky Ham Pagawak, saya diminta untuk tolong mengembalikan uang itu," ujar Andi Arief di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023).

Andi Arief mengaku dalam pemeriksaan dirinya diminta mengembalikan uang yang diterima kader Demokrat kepada KPK. Andi Arief menyebut penerimaan uang oleh kader Demokrat dari Ricky Ham Pagawak dalam bentuk sumbangan.

"Ada pengakuan dari Ricky Ham Pagawak bahwa dia pernah ada sumbangan. Jadi, saya akan cari yang menerima sumbangannya dan akan dikembalikan ke KPK kalau ada," kata Andi.

Namun Andi mengeklaim uang yang dididuga diterima kader Demokrat itu tak mengalir ke partainya. Andi juga mengeklaim tak menerima uang haram itu dari Ricky Ham Pagawak.

"Bukan (ke partai), (aliran uang) ke kader. Enggak ada, enggak ada, uang apa? Enggak ada, bukan ke saya," kata Andi.

3 dari 3 halaman

Kasus Korupsi Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak

Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah. Dia juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Ricky Ham Pagawak diduga sudah menikmati uang sekitar Rp200 miliar dalam kasus ini.

"Sejauh ini terkait dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang dinikmati RHP (Ricky Ham) sejumlah sekitar Rp200 miliar dan hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik," ujar Firli dalam jumpa pers, Senin (20/2/2023).

Firli menjelaskan, Ricky yang menjabat bupati dua periode, yaitu 2013-2018 dan 2018-2023 memiliki kewenangan menentukan sendiri para kontraktor yang akan menggarap proyek dengan nilai kontrak pekerjaan yang mencapai miliaran rupiah.

Ricky pun memberikan syarat penyetoran sejumlah uang kepada para kontraktor jika ingin menggarap proyek di Pemkab Mamberamo Tengah.

Adapun beberapa kontraktor yang menggarap proyek di Pemkab Mamberamo yakni Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang, Direktur PT BAP Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang, dan Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding. Ketiganya sudah dijerat sebagai tersangka penyuap Ricky Ham.

Ketua KPK mengatakan, Ricky Ham bersedia memenuhi keinginan dan permintaan ketiga kontraktor dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus kepada ketiganya.

Jusieandra Pribadi Pampang diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar. Sedangkan Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar. Sementara Marten Toding mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.

Realisasi pemberian uang pada Ricky Ham dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.

Selain itu, Ricky juga diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak yang kemudian diduga juga dilakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan, mau pun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.

"Selama proses penyidikan, tim penyidik telah memeriksa 110 orang sebagai saksi dan juga melakukan penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis di antaranya, berbagai bidang tanah dan bangunan serta apartemen yang berlokasi di Jayapura, Tangerang, dan Jakarta Pusat serta beberapa unit mobil mewah dengan berbagai tipe," kata Firli.

Atas perbuatannya, Ricky Ham disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Â