Liputan6.com, Jakarta - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta (Soetta) menggagalkan keberangkatan 1.662 calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non-prosedural alias ilegal, sepanjang lima bulan terakhir.
Ribuan PMI tersebut awalnya hendak bertolak ke luar negeri dari Bandara Soetta melalui sponsor ilegal. Berdasarkan data yang didapat, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta telah menunda keberangkatan 1.662 PMI non-prosedural dalam kurun waktu lima bulan.
Baca Juga
"Hasil kolaborasi dengan BP2MI dan Polresta Bandara Soekarno-Hatta dalam rangka penundaan keberangkatan calon PMI diduga bekerja secara ilegal," kata Muhammad Tito Andrianto selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, Selasa (16/5/2023).
Advertisement
Untuk bulan Januari saja, pihaknya melakukan penundaan keberangkatan sebanyak 212 calon PMI ilegal. Lalu, bulan Februari bertambah dua kali lipat, sebanyak 415 calon PMI ilegal berhasil dicegah keberangkatannya oleh Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta.
Kemudian bulan Maret bertambah lagi, yakni sebanyak 530 PMI ilegal yang ditunda keberangkatannya. Untuk bulan April mengalami penurunan, jadi ada 307 PMI ilegal yang keberangkatannya ditunda oleh petugas.
"Kemudian untuk tanggal 1 Mei sampai 16 Mei terhitung ada 198 penundaan keberangkatan PMI non-prosedural," kata Tito.
Arab Saudi Jadi Tujuan Favorit
Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Rinardi mengatakan, dari ribuan PMI non-prosedural tersebut, negara Arab Saudi jadi tujuan favorit untuk bekerja secara ilegal.
"Negara favorit para pekerja, umumnya adalah Arab Saudi. Karena Arab cukup butuh visa umrah, ziarah. Kalau sudah habis masa berlaku tadi 30 hari enggak pulang, overstay gitu enggak masalah," papar Rinardi.
Padahal, lanjut Rinardi, upah yang didapatkan di Arab Saudi tidak jauh beda dengan UMR di Jakarta. Yakni sebesar Rp 4 juta sampai 5 juta selama satu bulan sebagai asisten rumah tangga (ART).
Advertisement
Negara Lain
Negara kedua yang jadi favorit PMI ilegal adalah negara ASEAN tetangga Indonesia, yaitu Malaysia.
"Karena negara yang paling banyak pintu perbatasan dengan kita. Ada Kalimantan Utara, ada dari Kepulauan Riau, ada Batam. Ini menyebabkan mudah ke Malaysia tanpa dokumen resmi, apalagi kunjungan sesama negara ASEAN tidak butuh visa," ujar Rinardi.