Liputan6.com, Jakarta - Hubungan Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh merenggang. Keduanya tak lagi bicara. Persahabatan yang terbangun lebih dari satu dasawarsa putus akibat perbedaan pilihan politik menuju Pilpres 2024.
Jokowi sebelumnya tidak mengundang Surya Paloh dalam pertemuan Ketum Parpol koalisi pemerintah, Selasa (2/5/2023). Presiden pun blak-blakan, tanpa malu-malu. Ia sengaja tak mengundang Surya Paloh.
Baca Juga
"NasDem itu ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin membangun kerjasama politik yang lain," kata Jokowi.
Advertisement
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, hubungan Jokowi dan Surya Paloh sudah di titik nadir. Awal mulanya, kata Adi, gegara NasDem mendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024.
"Ada kecenderungan Jokowi sangat tidak nyaman dengan Nasdem yang mengusung Anies. Mungkin faktor Aniesnya yang selalu berseberangan dengan Jokowi, atau mungkin juga NasDem ketika deklarasi Anies tidak dikomunikasikan dengan baik kepada Jokowi, atau tidak dikomunikasikan dengan parpol lainnya, jadi dua hal itu yang bisa menjelaskan Jokowi tidak happy NasDem mengusung Anies," kata Adi kepada Liputan6.com, Selasa (16/5/2023).
"Kalau melihat rata-rata ya memang seharusnya NasDem dan Jokowi sudah harus pisah jalan, tidak ada lagi yang bisa diharapkan, cinta NasDem bertepuk sebelah tangan. NasDem satu sisi bilang tegak lurus ke Jokowi, tapi 2024 tidak dianggap sebagai koalisi misalnya seperti ada pertemuan ketum partai di istana, atau ketemuan di markas PAN, NasDem tidak dianggap. Cinta bertepuk sebelah tangan. Ibarat kekasih Nasdem ini adalah kekasih yang tak dianggap," ia menambahkan.
Pada awal April juga ada pertemuan Ketum Parpol koalisi pemerintah di markas PAN. Dan Surya Paloh juga tidak hadir.
Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto menjelaskan alasan NasDem tidak diundang. Kata dia, pertemuan dirancang oleh para ketum partai pengusung pemerintah dan atas restu Presiden Jokowi.
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, hubungan panas dingin Jokowi dan Surya Paloh berasal dari konteks dukungan.
"Karena NasDem mendukung Anies, berarti sebetulnya Jokowi sudah enggak bisa netral lagi. Kalau Jokowi netral kan artinya mau mendukung siapapun. Tapi karena Jokowi sudah punya dukungan, NasDem sudah dianggap tidak satu barisan koalisi lagi, dianggap tidak menjadi bagian koalisi pemerintah itu membuat hubungan mereka panas dingin," kata Pangi kepada Liputan6.com, Selasa (16/5/2023).
Hambatan Psikologis
Surya Paloh merasa ada hambatan psikologis dengan Presiden Jokowi. Salah satu tandanya adalah ketika Jokowi tidak mengundang Surya Paloh dan NasDem dalam pertemuan dengan ketua umum partai pro pemerintah di Istana.
"Kita semuanya enggak tahu, pak Surya juga enggak tahu, kok tiba-tiba ada hambatan psikologis kayak gitu," ujar Ketua DPP NasDem, Sugeng Suparwoto.
Sugeng menuturkan, bila tidak ada hambatan psikologis tersebut, seharusnya Jokowi mengundang Surya Paloh dalam pertemuan dengan para ketua umum pro pemerintah. Apalagi bila memang para ketua umum diundang dalam konteks sebagai pimpinan partai pengusung Jokowi.
"Faktanya kan begitu. Misalnya yang kemarin itu pertemuan apa itu? Pertemuan koalisi pemerintah dalam konteks ini, atau pertemuan koalisi capres-cawapres di tahun 2024, kan gitu. Kalau koalisi pemerintah, mestinya diundang, Pak Surya," tegas Sugeng.
Apalagi NasDem memiliki komitmen untuk mengawal dan mendukung Jokowi sampai akhir masa pemerintahan di 2024. Mengenai NasDem mengusung Anies sebagai calon presiden, adalah untuk kepentingan di Pemilu 2024.
"Itu sekali lagi saya garis bawahi, itu firm sikap NasDem dan sikap Pak Surya. Bukan karena ingin menjilat-jilat kekuasaan, tidak. Itu adalah moral politik yang baik," tegas Sugeng.
Advertisement
Nasib Menteri NasDem?
Presiden Jokowi membuka peluang melakukan reshuffle atau mencopot menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju dari Partai NasDem. Hal ini disampaikan Jokowi menyusul NasDem yang tak diundang dalam pertemuan enam ketua umum partai politik pro pemerintah di Istana Merdeka Jakarta beberapa waktu lalu.
"Ya bisa saja (reshuffle menteri dari NasDem)," kata Jokowi kepada wartawan di Taman Wisata Alam Angke Jakarta Utara, Senin (15/5/2023).
Kendati begitu, dia tak menyebut kapan reshuffle kabinet akan dilakukan. Saat ini, ada tiga menteri Partai NasDem yang duduk di kabinet yakni, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Jokowi sendiri menyebut hubungan dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh biasa saja. Namun, dia belum berencana bertemu Surya Paloh dalam waktu dekat.
"Belum ada (rencana)," ucap Jokowi.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai idealnya NasDem tak lagi di pemerintahan. Dengan begitu, NasDem bisa lebih leluasa untuk berkomunikasi dengan para pemilih Anies.
Menurut Arifki, pemilih Anies sejatinya masih bingung dengan Nasdem karena dinilai masih bermain dua kaki dengan pemerintah Jokowi walau secara narasi berbeda. Makanya, kata Arifki, skema ini merugikan Nasdem kalau lama memutuskan.
"Kalau soal mundur dan tidaknya, ini berbeda. Kalau dipecat, maka NasDem lebih gampang mengglorifikasi ke publik, tapi kalau dia mundur, maka akan diartikan meninggalkan Jokowi dan lebih memilih Anies dan ini akan merugikan NasDem secara elektoral. Jadi kalau tidak dipikirkan dengan baik, maka akan berdampak," kata Arifki kepada Liputan6.com, Selasa (16/5/2023).
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai Jokowi tidak berani memberhentikan Menteri NasDem secara langsung.
"Tapi ngambil menterinya dengan orang lain, pakai Kejaksaan, KPK, atau pakai institusi yang biar kelihatan Jokowi banget. Kalau Jokowi yang reshuffle kan kelihatan kasar, tapi kalau misalnya menterinya diambil karena kasus hukum kan, bukan salah Jokowi, intensitas arahnya seperti itu mungkin saja," kata Pangi.
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan, jika NasDem memutuskan berhenti atau mundur di tengah jalan, justru akan merugikan secara politik karena dituduh sebagai partai yang tidak komit.
Ia percaya NasDem berharap menterinya bisa direshufle karena dengan direshufle ini menjadi momentum, jadi triger buat NasDem bangkit sebagai parpol yang 'dizalimi'.
"Biasanya kesan politik dizalimi laku sebagai jualan politik, jadi sekalipun NasDem tak dianggap di kabinet, sulit bagi saya membayangkan NasDem mundur. Tapi satu sisi lain NasDem itu sebenarnya sangat berharap menterinya direshufle karena akan menjadi titik balik yang akan meningkatkan semangat perjuangan NasDem ke depan," ucap Adi.
Hubungan dengan Surya Paloh Disebut Tak Baik, Jokowi: Saya Biasa Saja
Presiden Jokowi membantah hubungannya dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat ini berada di titik rendah. Dia mengaku hubungannya dengan Surya Paloh saat ini masih sama seperti dulu.
"Biasa aja. Saya biasa saja," kata Jokowi menanggapi pertanyaan wartawan di Taman Wisata Alam Partai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara, Senin (15/5/2023).
Sementara Politikus Partai NasDem Saan Mustofa, angkat bicara soal kabar renggangnya hubungan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh. Ia berharap kedua tokoh bisa segera bertemu langsung.
“Kita berharap bahwa Pak Jokowi dan Pak Surya bisa secepatnya komunikasi. Karena walaupun gimana Mereka sudah menjalani proses komunikasi saling mendukung dan hampir 10 tahun sejak periode pertama Pak Jokowi,” kata Saan pada wartawan, Selasa (16/5/2023).
Saan mengingatkan, NasDem lah yang dahulu pertama kali mendeklarasikan dukungan ke Jokowi.
“Nasdem melalui Pak Surya yang pertama memberikan dukungan, periode kedua juga yang pertama memberikan dukungan Oleh karena itu proses yang sudah terjalin dengan lama ini itu bisa kembali seperti semula,” sambungnya.
Advertisement
Nasdem Legowo Jika Kena Reshuffle
Saan Mustopa menyatakan pihaknya menghormati keputusan Presiden Jokowi jika nanti melakukan reshuffle kabinet.
"Kalau soal posisi menteri, kami selalu menghargai namanya hak prerogatif presiden," katanya.
Penegasan itu disampaikan Saan menanggapi pertanyaan wartawan terkait kemungkinan reshuffle para menteri asal NasDem di kabinet Jokowi-Ma'ruf saat ini.
Ketua DPW Nasdem Jawa Barat itu menyatakan presiden punya banyak pertimbangan untuk melakukan pergantian.
"Presiden juga punya pertimbangan yang objektif, bukan pertimbangan subjektif. Jadi sekali lagi, kami hormati hak prerogatif presiden," katanya menegaskan.