Sukses

KPK: Sepanjang 174.298 KM Jalan Rusak, Tak Selaras dengan Anggaran Kementerian PUPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sepanjang 174.298 KM jalan rusak berat di seluruh Indonesia. Hal itu diketahui berdasarkan kajian yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sepanjang 174.298 KM jalan rusak berat di seluruh Indonesia. Hal itu diketahui berdasarkan kajian yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021.

"Menurut data yang dirilis BPS tahun 2021 menunjukkan, dari 546.116 KM jalan nasional, provinsi, hingga kabupaten-kota di Indonesia, 174.298 KM jalan mengalami rusak dan rusak berat, atau sekitar 31%. Sisanya, 139.174 KM jalan dalam kondisi sedang dan 232.644 KM jalan dalam kondisi baik," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).

Menurut Ali, dari data tersebut memperlihatkan jalan dengan kondisi baik belum menyentuh angka 50%. Menurut Ali, capaian pembangunan kondisi jalan ini tidak selaras dengan besaran anggaran yang telah dialokasikan pemerintah setiap tahunnya.

Ali menyebut Pada tahun 2023, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digelontorkan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) untuk pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan jalan, sebanyak Rp125,18 triliun. Sedangkan di tahun sebelumnya, pagu anggaran yang diberikan mencapai Rp143,5 triliun (2021) dan 125,9 triliun (2022).

"Anggaran besar yang dikeluarkan untuk pembangunan ini justru dijadikan lahan basah tindak pidana korupsi. Hal ini dibuktikan lewat beberapa kasus korupsi terkait pembangunan infrastruktur jalan yang telah ditangani oleh KPK dalam rentang tahun 2015 hingga 2022," kata Ali.

Di antaranya, kasus korupsi di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2022, melibatkan suap terkait proyek pembangunan jalan. Kedua, pada tahun 2017 terjadi suap terkait dana peningkatan ruas jalan Kemiri-Depapre di Provinsi Papua.

Kasus ketiga dan keempat terjadi pada tahun 2016, yakni suap terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan dan perawatan jalan di Sumatera Barat, serta modus berupa pengusulan kegiatan pelebaran jalan Tehoru-Laimu dalam kegiatan pekerjaan konstruksi jalan Werinama-Laimu.

KPK telah melakukan Kajian Perencanaan dan Pengawasan Pembangunan Jalan periode 2017, yang difokuskan pada pembangunan dan preservasi jalan. Temuan kajian menunjukkan kasus korupsi pada penyelenggaraan jalan didominasi adanya suap dan penyalahgunaan kewenangan.

"Serta perbuatan curang oleh pemborong atau pengawas dan penerima pekerjaan, serta penyelenggara negara selaku pengurus atau pengawas yang ikut dalam pemborongan dan ijon pekerjaan," kata dia.

Ali membeberkan titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan jalan lengkap dengan rekomendasinya berdasarkan kajian KPK. Dalam tahap perencanaan dan anggaran, Ali menyebut korupsi pada tahap ini meliputi intervensi program yang melampaui kewenangan Pekerjaan Umum (PU), penyalahgunaan wewenang, suap dalam alokasi anggaran, dan permintaan fee.

Mengatasi permasalah itu, KPK merekomendasikan Kementerian PUPR membuat regulasi yang mengatur kepatuhan perencanaan, pelaksanaan pembangunan infrastruktur di luar tugas dan fungsi PUPR, dan perlu membangun manajemen perubahan pada sistem perencanaan anggaran agar terintegrasi dan transparan.

Kemudian dalam tahap perencanaan teknis, menurut Ali korupsi tahap ini meliputi kolusi, hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan teknis Detail Design Engeneering (DED) yang tidak detail, dan peningkatan harga (markup) dalam estimasi biaya Engineering Estimate (EE) yang rawan suap.

"Rekomendasi KPK, KemenPUPR membuat sistem informasi jasa konstruksi, KemenPUPR melakukan akreditasi ulang Asosiasi existing, KemenPUPR, Asosiasi, dan LPJK, menegakkan standarisasi sertifikasi dengan melibatkan BNSP," kata Ali.

2 dari 2 halaman

Korupsi Anggaran Jalan

Dalam tahap pra-pembangunan, Ali menyebut korupsi meliputi markup hasil perhitungan sendiri (HPS) menyebabkan biaya yang tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas konstruksi, pemenangan terhadap kontraktor tertentu, serta memanipulasi syarat lelang.

KPK merekomendasikan agar pemerintah membentuk unit layanan pengadaan (ULP) yang independen dan profesional, Kementerian PUPR perlu membangun data base harga satuan dan nilai kontrak, serta meminta Kementerian PUPR menyusun e-katalog sektoral untuk pekerjaan berulang.

Sementara dalam tahap pembangunan, korupsi meliputi manipulasi laporan pekerjaan, pekerjaan infrastruktur fiktif, dan ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak. Mengatasi masalah ini, KPK merekomendasikan Kementerian PUPR membuat kebijakan dalam menegakkan independensi konsultan, serta perlu dibuatnya regulasi tentang pertanggungjawaban dalam hal keteknikan dan keuangan.

"KPK juga mengajak masyarakat sebagai penerima manfaat dari pembangunan nasional, juga turut memantau dan mengawasi pelaksanaan pembangunan tersebut. Agar hasilnya memberikan dampak positif yang nyata bagi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, dengan salah satu prasyaratnya tentu tidak adanya praktik-praktik korupsi yang bisa mendegradasi kualitas pembangunan nasional kita," Ali menandasi.