Sukses

Jokowi Akan Hadiri Program KTT G7 Outreach hingga Bertemu Penisnis Jepang

Presiden Joko Widodo melanjutkan kegiatan kunjungan kerja hari ketiga di Hiroshima, Jepang, pada Minggu, 21 Mei 2023.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo melanjutkan kegiatan kunjungan kerja hari ketiga di Hiroshima, Jepang, pada Minggu, 21 Mei 2023. Mengawali kegiatannya, Jokowi dan Iriana Jokowi akan mengunjungi Hiroshima Peace Memorial Park yang menjadi salah satu agenda dalam rangkaian KTT G7 Outreach.

Setelahnya, Iriana akan menghadiri program bagi para pendamping negara mitra KTT G7 Outreach. Sedangkan Jokowi akan langsung menuju Hotel Grand Prince Hiroshima untuk melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah negara sahabat.

Dikutip dari keterangan Sekretariat Presiden, selain pertemuan bilateral, Jokowi diagendakan untuk menghadiri Sesi Kerja Mitra G7. Setelahnya, Jokowi akan kembali ke Hotel Rihga Royal Hiroshima untuk menghadiri pertemuan dengan kalangan bisnis dan investor Jepang.

Jokowi dan rombongan direncanakan akan bertolak kembali ke Tanah Air pada sore hari melalui Bandara Internasional Hiroshima dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1.

Sebelumnya, pada Sesi Kerja Mitra G7 yang membahas soal iklim, energi, dan lingkungan di Grand Prince Hotel Hiroshima, Jepang, pada Sabtu, 20 Mei 2023, Jokowi mendorong semua negara berkontribusi menghadapi ancaman perubahan iklim. Demikian disampaikan Presiden dalam pidatonya

“Pendekatan lama harus ditinggalkan, burden shifting, propaganda. Bumi ini butuh aksi nyata, bukan talk the talk yang tidak berujung konkret,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, Indonesia telah meningkatkan target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional. “Sebuah komitmen yang harus diikuti dengan kemitraan yang memberdayakan,” imbuhnya.

 

2 dari 2 halaman

Jokowi Berbicara Keraguan Negara Berkembang soal Pendanaan Negara Maju

Selain itu, Jokowi menegaskan bahwa dukungan pendanaan iklim bagi negara berkembang harus konstruktif dan jauh dari kebijakan diskriminatif yang mengatasnamakan lingkungan. Dukungan pendanaan dalam bentuk seperti utang, menurutnya hanya akan menjadi beban.

“Saya harus sampaikan, jujur negara berkembang ragu terhadap komitmen pendanaan negara maju yang hingga kini komitmen USD100 miliar/tahun masih belum terpenuhi,” lanjutnya.