Sukses

ICW Kritik KPU soal Aturan yang Buka Celah Eks Napi Korupsi Maju Caleg

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah aliansi masyarakat sipil menyoal tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD (PKPU 10/2023) dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD (PKPU 11/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah aliansi masyarakat sipil menyoal tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD (PKPU 10/2023) dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD (PKPU 11/2023).

Berdasarkan pemantauan ICW dan aliansi masyarakat sipil, KPU dinilai membuka celah untuk mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif (Pilleg) tanpa melewati masa jeda waktu lima tahun.

"Jelas dan terang benderang tindakan KPU itu dapat dikategorikan sebagai pembangkangan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan cuma itu, KPU pun menunjukkan sikap permisif terhadap praktik korupsi politik serta memberikan “karpet merah” kepada para koruptor dalam mengikuti pesta demokrasi tahun 2024 mendatang," tulis ICW melalui laman pribadinya, seperti dikutip Selasa (23/5/2023).

ICW mengurai, sumber persoalannya ada pada Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023. Dua aturan itu secara sederhana menyebutkan bahwa mantan terpidana korupsi diperbolehkan maju sebagai calon anggota legislatif tanpa harus melewati masa jeda waktu lima tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pencabutan hak politik.

"ICW meyakini ada rentetan kekeliruan logika pikir dari KPU menyangkut hal tersebut. Pertama, PKPU, baik untuk calon anggota DPR, DPRD, maupun DPD bertentangan dengan Putusan MK No 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK No 12/PUU-XXI/2023. Sebab, dua putusan MK itu sama sekali tidak memberikan pengecualian syarat berupa adanya pencabutan hak politik jika mantan terpidana korupsi ingin maju sebagai calon anggota legislatif," kritik ICW.

ICW meyakini, MK mewajibkan bagi mantan terpidana korupsi untuk melewati masa jeda waktu terlebih dahulu selama lima tahun sebelum diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif, tanpa ada pengecualian apapun. Termasuk pencabutan hak politik.

"KPU keliru dalam memahami perhitungan waktu bagi mantan terpidana korupsi yang diperbolehkan ikut dalam kontestasi politik," yakin ICW.

Merujuk pada turunan PKPU 10/2023, ICW menilai, Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR RI dan DPRD (KepKPU 352/2023) makin membuat seolah KPU tutup mata dengan putusan MK. Sebab pada KepKPU tersebut, turut dilampirkan simulasi perhitungan yang digunakan oleh KPU ketika menghadapi peristiwa mantan terpidana korupsi yang dikenakan pencabutan hak politik dan ingin maju sebagai calon anggota legislatif.

"KPU seperti berpura-pura tidak memahami konstruksi putusan MK. Mestinya perhitungan yang benar tetap berpijak pada kewajiban melewati masa jeda waktu lima tahun, kemudian dikurangi dengan lamanya pencabutan hak politik. Oleh karena itu, jika terpidana dikenakan pencabutan hak politik selama tiga tahun sebagaimana maka hak politiknya tetap tidak bisa langsung digunakan, melainkan harus menunggu dua tahun lagi agar mandat putusan MK berupa masa jeda waktu dapat terpenuhi," urai ICW.

2 dari 2 halaman

Minta KPU Batalkan PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023

Atas landasan terkait, ICW bersama aliansi masyarakat yang terdiri dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), PUSAKO FH UNAND, dan Komite Pemantau Legislatif mendesak KPU RI segera membatalkan PKPU nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU nomor 11 Tahun 2023 dengan tidak lagi mencantumkan syarat berupa menjalani masa hukuman pencabutan hak politik dan tetap berpegang pada putusan MK.

"KPU harus berpegang pada MK yang menyatakan melewati masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif. Jika desakan di atas tidak kunjung dipenuhi, maka kami akan melakukan uji materi dua PKPU tersebut ke Mahkamah Agung," ICW menutup.