Liputan6.com, Jakarta - Viral di media sosial, seorang pria ngaku-ngaku sebagai anggota Polres Metro Jakarta Selatan bertandang ke kediaman Mantan Menteri Keuangan Indonesia, Rizal Ramli. Polisi pastikan, pria itu bukanlah anggota kepolisian.
Rekaman video diunggah pengguna twitter @inijalankami. Terlihat pria berompi hitam sedang diintrograsi oleh perekam video.
Pria itu mengaku bernama Johan berasal dari Polres. Namun, pria itu menolak menjelaskan secara detail alasan datangi rumah Rizal Ramli. Dia bahkan, berulang kali menyampaikan permohonan maaf. Wajahnya pun tampak panik.
Advertisement
"Oknum polisi ketahuan oleh penjaga rumah Rizal Ramli. Mau apa dia? PASTI ATAS PERINTAH! Usut Tuntas Siapa Yang Perintahkan!," tulis akun tersebut seperti dikutip, Kamis (25/5/2023).
Terkait itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menegaskan, sosok pria yang viral bukanlah anggota Polres Jaksel.
"Bukan anggota Polres Jakarta Selatan," kata dia dalam keteranganya, Kamis (25/5/2023).
Lebih lanjut, Ade Ary menegaskan, pria itu bukanlah anggota kepolisian. Hanya, mengaku sebagai anggota.
"Bukan (anggota polisi). Ngaku-ngaku anggota Polres," ujar dia.Displaying 20230525_162840.jpg.
Tinggalkan Pencitraan
Tokoh nasional yang juga mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli (RR) menyatakan, sudah waktunya bangsa ini meninggalkan kembang - kembang pencitraan dan sifat feodal menentukan sosok pemimpin bangsa.
"Mari kita dorong kompetisi kepemimpinan Indonesia yang berdasarkan integritas (amanah), visi dan strategi perbaikan, track record dan kapasitas problem-solving," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/3/2023).
Jika itu bisa dilakukan, Rizal yakin Indonesia ke depan akan makmur dan berjaya.
Rizal Ramli menyatakan, setiap zaman ada pemimpinnya, ini berlaku dalam estafet kepemimpinan nasional. Contohnya, setelah 10 tahun jadi Presiden, rakyat mulai bosan terhadap gaya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terlalu rapi, terukur dan jaim.
"Siapapun Presiden di negara manapun, setelah 10 tahun orang akan bosan, ingin mencari antitesis," ujarnya.
Rizal Ramli mengisahkan, adalah Karim Raslan, ahli strategi komunikasi Malaysia (Ibu Inggris, Bapak Malaysia) keliling Indonesia untuk mencari antitesis SBY, ketemulah walikota Solo Jokowi. Antitesis dalam posture, style, pemikiran, lingo, dan sebagainya.
Karim lah yg mempromosikan Jokowi di media-media internasional sebagai calon pengganti SBY. Seperti biasa, media - media nasional langsung menjadi “followers”.
"Mulai saat itulah Jokowi booming. Apa lagi didukung oleh mayoritas Pollsters dan Influencers," kata Rizal Ramli.
Lalu siapa antitesis Jokowi?
Yang jelas antitesis itu harus terlihat dalam bentuk substansi, posture, gestur, gaya, lingo dan sebagainya.
RR mengaku dengan sadar memang memilih untuk jadi antitesis Jokowi. Baik karena secara alamiah memang tidak suka dengan basa-basi, apa adanya, to-the-point, kritis tapi selalu solutif.
RR juga dengan sengaja memilih bahasa dan lingo yang agak urakan, memancing pertukaran pikiran. Tidak jaim karena memamg tidak suka jaim, just be myself. Tentu ada resikonya, elit feodal yang berlapis baju kesantunan akan tidak suka.
"Tapi coba cek di Jawa Timur, pantau Jawa Tengah bagian Utara, Jawa Barat, Maluku, Sulawesi, Sumatera, ternyata happy saja. Banyak yang senang dengan gaya apa adanya RR. Tapi saya memang sulit diterima di kalangan feodal Solo dan Selatan Jawa Tengah," ujar Menko Perekonomian Era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
RR mengungkapkan, Almarhum Buya Syafi'i Maarif sering sekali menasehati dirinya supaya lebih ‘Njawani’. Namun RR menjawab dengan gamblang.
“Maaf Buya ndak bisa, kalau nyoba-nyoba akan keliatan palsunya," imbuh Ekonom senior itu.
Advertisement