Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, siapapun capres yang menang di Pilpres 2024 maka kebijakannya harus diikuti. Menurutnya, tidak boleh membangkang terhadap presiden yang telah memenangkan pemilihan.
"Nanti siapa pun yang terpilih harus kita dukung, tidak boleh kalau di dalam politik saya tidak milih lalu menyempal, lalu bermusuhan, enggak bisa," kata Mahfud di acara Halal Bihalal Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII) di Epicentrum Walk, Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Baca Juga
Menurut Mahfud, dalam hukum politik, siapa yang kalah, harus tunduk kepada keputusan-keputusan yang menang. Maka, mesti patuh dengan kebijakan negara yang dibuat oleh presiden baru nanti.
Advertisement
"Oleh sebab itu berusahalah untuk menang kalau anda calon atau salah satu calon wakil rakyat atau tim anggota tim sukses berusahalah untuk menang, agar nanti bisa memengaruhi kebijakan publik," ucapnya.
Mahfud mengingatkan, pihak yang kalah dalam Pilpres juga jangan mengganggu yang menang. Dia kembali menegaskan, kebijakan yang menang harus diikuti yang kalah sebagai contoh demokrasi.
"Yang kalah jangan mengganggu yang menang, karena begitulah hukum, jangan mengatakan 'hei saya gak milih anda, saya enggak ikut kebijakan anda tentang kenaikan pajak', tidak bisa. Yang menang kebijakannya yang diberikan oleh hukum itu harus diikuti, itulah demokrasi," pungkasnya.
Â
Mahfud Bicara Soal Kecurangan Pemilu 2024
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebut, pasti akan ada pihak yang menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) curang pada pemilu 2024. Menurutnya, kecurangan itu terjadi di bawah.
"Coba ini saya berbicara tanggal 10 bulan Januari tahun 2023 di Universitas Paramadina. Catat ya, tahun 2024 pasti ada yang menuding KPU itu curang. Ini sudah berapa kali pemilu, kasusnya ratusan, padahal itu curangnya di bawah," kata Mahfud saat sambutan virtual di acara Dies Natalis Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2022).
Mahfud menambahkan, kecurangan juga pasti terjadi dalam pemilihan presiden. Menurut, bila menunggu pemilu bersih, maka pelaksanaannya tidak akan selesai.
"Pilpres apakah curang? Pilpres juga ada curang, tapi itu di bawah bukan kontestan, bukan pemerintah, di bawah dan sama-sama curang. Oleh sebab itu di pilpres itu kalau kecurangannya tidak signifikan, curang 10 ribu suara, terbukti, yang satunya curang juga 5 ribu suara, apakah pemilu batal? Nggak bisa, kalau menunggu pemilu bersih, pemilu nggak akan selesai," tuturnya.
Menurutnya, kecurangan pemilu masih terjadi selama era reformasi. Bedanya dengan orde baru, saat era reformasi yang curang adalah antar pemain.
"Kalau zaman Orde Baru itu curangnya, vertikal yang curang itu pemerintah terhadap kontestan pemilu. Kalau sekarang yang curang itu antarpemain, partai politik melawan partai politik, anggota parpol menggugat anggota parpol lainnya meskipun sama-sama satu partai karena dicurangi," kata Mahfud Md.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement