Sukses

Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Dinilai Ada Unsur Politis, Ini Kata Nurul Ghufron

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron angkat suara soal tudingan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK terdapat unsur politis.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron angkat suara soal tudingan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK terdapat unsur politis. Dia menyebut perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK merupakan produk hukum berdasarkan ketetapan dari Mahkamah Konstutusi (MK).

"Proses JR (judicial review) adalah proses hukum, dan sekarang sudah diputuskan pada tanggal 25 Mei 2023, sejak saat itu sah menjadi hukum, setara undang-undang bahwa masa periodisasi pimpinan KPK menjadi 5 tahun," ujar Ghufron dalam keterangannya, Senin (29/5/2023).

Nurul Ghufron menyebut, pihaknya kini tengah menunggu penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) berkaitan hal tersebut. Pasalnya, dalam Kepres yang lama, masa jabatan pimpinan KPK era Firli Bahuri ini dimulai sejak 2019 hingga 2023.

"Maka presiden selanjutnya akan mengeluarkan SK perubahannya," kata Ghufron.

Berkaitan dengan tudingan beberapa pihak terkait masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang untuk menguatkan strategi pemenangan Pemilu 2024, Ghufron tak terlalu mempersoalkannya. Yang jelas, Ghufron meminta semua pihak patuh akan keputusan MK.

"Tafsir dan pandangan berbagai pihak itu bagian dari warna warni demokrasi, tetapi tetap tunduk dan dalam koridor hukum. Kita berdemokrasi harus tetap dalam koridor hukum, karena kalau tidak, akan anarki, tidak ada selesainya. Mari kita tatap masa depan dengan hukum baru sebagaimana telah diputuskan oleh MK, inilah hukum periodisasi pimpinan KPK," Ghufron menandaskan.

 

2 dari 2 halaman

MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

Hakim MK mengetuk masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun, dari yang sebelumnya hanya 4 tahun.

"Amar Putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," tutur Hakim Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Anwar menyampaikan, Amar Putusan menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemudian, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".

Selain itu, Amar Putusan juga menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, kata Anwar.