Sukses

8 Perbedaan Kurban dan Aqiqah dari Hukum hingga Tata Caranya Jelang Iduladha

Saat Iduladha, cukup identik dengan pelaksanaan kurban. Pelaksanaan kurban dilakukan sebagai bentuk pengorbanan dan ibadah di hari raya Iduladha, lalu apa perbedaannya dengan aqiqah?

Liputan6.com, Jakarta - Iduladha atau Lebaran Haji bagi umat Islam pada tahun ini akan diperingati pada Kamis 29 Juni 2023 atau 10 Zulhijah tahun 1444 Hijriah.

Saat Iduladha, cukup identik dengan pelaksanaan kurban. Pelaksanaan kurban dilakukan sebagai bentuk pengorbanan dan ibadah di hari raya Iduladha. Lalu, bagaimana hukum ibadah kurban bagi umat Islam?

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta), sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami," (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Hukum ibadah kurban adalah wajib bagi yang mampu dan sunnah kafiyah. Hukum ibadah kurban sunah kafiyah adalah bila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban, maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

Lalu, ada pula yang namanya aqiqah, apakah itu? Aqiqah adalah tradisi penyembelihan ternak pada upacara pencukuran rambut bayi.

Waktu yang paling utama untuk melaksanakan aqiqah adalah ketika berusia tujuh hari sebagai pernyataan syukur. Aqiqah adalah sunah orang tua, jika ditunaikan mendapat pahala dan jika tidak ditunaikan tidak akan mendapatkan dosa.

Rasulullah SAW bersabda:

"Wahai Fatimah, cukurlah kepalanya dan sedekahkanlah perak seberatnya kepada orang-orang miskin." Ali berkata, "Kami pun menimbangnya. Beratnya adalah satu dirham atau kurang." (HR. Tirmidzi, kitab al-Adhahi hadis nomor 2836).

Dalam Islam, aqiqah adalah tradisi berkurban yang dilaksanakan pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan boleh dilaksanakan kapan saja setelah anak dilahirkan.

Berikut melihat perbedaan kurban dan aqiqah dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber:

 

2 dari 9 halaman

1. Hukum Melaksanakan Kurban

Hukum ibadah kurban bagi umat muslim adalah wajib bagi yang mampu. Menurut pendapat mayoritas Ulama, hukum ibadah kurban adalah sunah kafiyah.

Hukum ibadah kurban sunah kafiyah adalah bila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban, maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta), sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami." (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Menunaikan hukum ibadah kurban ini hanya dilaksanakan setiap tanggal 10, 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. Hukum ibadah kurban ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1-2.

Bunyinya: "Sungguh, Kami telah memberimu telaga kautsar, maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."

Penjelasan tentang hukum ibadah kurban atau berkurban dipaparkan secara gamblang oleh Syekh Sulaiman al-Bujairani berikut ini:

"Ibadah kurban hukumnya sunnah yang bersifat kolektif (sunnah kifayah) bagi kita (umat muslim) ketika anggota keluarga terhitung banyak. Jika hanya sendirian maka hukumnya sunnah ‘ain, berdasarkan hadis shahih dalam kitab al-Muwattha’ dan Sunan at-Tirmidzi."

 

3 dari 9 halaman

2. Hukum Berkurban untuk Orang Lain

Biasanya, banyak keluarga yang berkurban diperuntukkan untuk anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia. Dikarenakan sewaktu hidup belum pernah berkurban sama sekali.

Menurut Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin secara tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Ibadah kurban merupakan sebuah ibadah yang membutuhkan niat, karenanya niat orang yang berkurban mutlak diperlukan. Meski pandangan lain menyebut bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia adalah diperbolehkan. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Argumentasi dari pendapat yang membolehkan ini adalah dengan alasan bahwa berkurban termasuk sedekah.

Sementara itu, sedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya. Pahalanya juga bisa sampai kepadanya sebagaimana yang sudah disepakati oleh para ulama.

Hal itu sesuai dengan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Muhyiddin Syarf an-Nawawi berikut ini: “Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa.

Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut Dar al-Fikr, tt, juz 8, h. 406)

Menurut mazhab Syafi’i, pandangan yang pertama di atas dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Meskipun pandangan kedua tidak mayoritas, namun pandangan kedua di atas didukung oleh mashab Hanafi, Maliki, dan Hambali.

 

4 dari 9 halaman

3. Hukum Membagikan Daging Kurban

Pada dasarnya, hukum membagikan daging kurban adalah harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Para ulama memberikan ketentuan yang sama dengan hukum mengonsumsi daging kurban bagi orang yang berkurban. Yaitu ketika kurban berupa kurban wajib maka tidak boleh bagi pekurban dan keluarganya mengonsumsi daging kurban tersebut.

Akan tetapi jika kurban yang dilakukan adalah kurban sunnah, maka boleh bagi pekurban dan keluarganya untuk mengonsumsi daging hewan kurbannya.

Dengan catatan ada kadar daging kurban yang dibagikan kepada golongan fakir miskin. Hukum tersebut dapat dilihat dalam kitab Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim karangan Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani halaman 531.

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya.”

Larangan mengonsumsi daging kurban ketika berupa kurban wajib bagi keluarga, yang dimaksud adalah orang-orang yang wajib dinafkahi oleh pekurban. Sehingga bagi anggota keluarga yang tidak wajib dinafkahi oleh pekurban tidak berlaku ketentuan hukum tersebut.

Sebaiknya dalam mendistribusikan daging kurban, pekurban memprioritaskan golongan fakir miskin. Karena fungsi pelaksanaan kurban sebenarnya adalah perwujudan mengasihi kepada orang-orang yang membutuhkan makanan pada hari raya. Apabila pendistribusian sudah merata, baru pekurban boleh mengambil jatah untuk keluarganya.

 

5 dari 9 halaman

4. Tata Cara Berkurban

Tata Cara Berkurban yang Benar, yaitu:

1. Rukun Sah Berkurban

- Pekerjaan menyembelih qurban atau dzabbu

- Penyembelih hewan qurban atau dzabih

- Hewan yang akan disembelih

- Alat untuk menyembelih qurban

Jika keempat rukun sudah terpenuhi, maka bisa melakukan kurban. Nantinya kurban akan dinyatakan sah menurut syariat Islam. Namun jika ada salah satu rukun yang tidak terpenuhi, maka kurban tidak akan sah dan tidak bisa dilakukan amalan kurban, sekalipun dilakukan di tanggal 10-13 dzulhijjah.

2. Syarat Sah Hewan Kurban

- Usia Hewan Qurban

Sekalipun kamu memilih hewan ternak yang termasuk dalam jenis hewan qurban, tidak serta merta bisa digunakan untuk qurban. Dimana ada ketentuan umur hewan qurban yang disesuaikan dengan jenisnya.

Kambing hanya boleh usia di atas 1 hingga 2 tahun. Domba hanya boleh usia di atas 6 hingga 12 bulan. Sapi hanya boleh usia di atas 2 hingga 3 tahun. Unta hanya boleh usia di atas 5 hingga 6 tahun. Jika usia hewan yang akan dikurbankan kurang atau melebihi, maka tidak sah jika digunakan untuk qurban.

- Kondisi Hewan Secara Fisik

Kamu juga harus memperhatikan kondisi hewan, selain dipastikan tidak dalam kondisi hamil atau sakit. Perhatikan kondisi fisiknya dan pastikan tidak terdapat cacat permanen, hal ini akan menyebabkan aib dan tidak sah qurbanya.

Cacat yang dimaksud penglihatan hewan berkurang misalkan seperti buta sebelah, tidak berjalan dengan normal karena kaki pincang. Badan hewan qurban sangat kurus sehingga tidak terdapat adanya sumsum tulang.

- Status Kepemilikan Hewan

Saat membeli hewan qurban, tanya terlebih dahulu bagaimana kepemilikan nya atau siapa yang memiliki hewan qurban tersebut. Jangan sampai membeli bukan pada pemiliknya, bisa juga hewan hasil mencuri atau merampok. Nantinya tidak akan sah jadi hewan qurban.

Bahkan tidak sah jika hewan tersebut dalam kasus sengketa seperti masih digadaikan, hewan bagi waris atau status kepemilikan tidak pada perseorangan. Pasalnya tidak akan sah qurban seseorang jika nantinya ada yang mengatakan hewan tersebut masih jadi milik orang lain, sekalipun sudah disembelih.

- Jenis dan Pembagian Hewan Qurban

Sudah dijelaskan jika hewan yang boleh digunakan untuk qurban hanya hewan ternak dalam kondisi sehat dan status kepemilikan jelas. Maka hukum hewan untuk qurban ini adalah sah dan boleh digunakan untuk qurban.

Bagaimana jika ingin qurban namun tidak mampu membelinya, ada beberapa alternatif pembagian hewan qurban. Seperti unta yang bisa digunakan untuk 10 orang, sedangkan sapi hanya boleh untuk 7 orang. Namun, ada juga hadist yang menyatakan sah hukumnya qurban seekor kambing untuk satu keluarga.

3. Cara Menyembelih Hewan Kurban

- Membaca Bismillah.

- Membaca Shalawat Nabi.

- Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih).

- Membaca Takbir 3 kali bersama-sama.

- Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah SWT (orang yang menyembelih yang mengucapkan).

 

6 dari 9 halaman

5. Aqiqah adalah Sunah Orang Tua

Dalam buku berjudul Fiqih Aqiqah Perspektif Madzhab Syafiiy oleh Muhammad Ajib, Imam Nawawi mendefinisikan aqiqah dalam kitabnya al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab:

Aqiqah adalah berasal dari kata “al-Aqqu” yang artinya memotong. Aqiqah adalah rambut yang tumbuh di kepala bayi ketika dilahirkan. Hewan yang disembelih itu dinamakan aqiqah sebab rambut bayi dipotong ketika prosesi penyembelihan hewan.

Menunaikan aqiqah sama dengan bentuk ungkapan syukur kepada Allah SWT. Dalam buku berjudul Aqiqah: Tata Cara dan Doanya (2021) oleh Abu Nur Ahmad al-Khafi Anwar bin Shabri Shaleh Anwar, aqiqah adalah rasa syukur atas diberikannya keturunan oleh Allah SWT.

Dalam Islam, aqiqah adalah tradisi berkurban yang dilaksanakan pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan boleh dilaksanakan kapan saja setelah anak dilahirkan. Rasulullah SAW bersabda:

"Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh satu." (HR. Baihaqi)

 

7 dari 9 halaman

6. Hukum Aqiqah dalam Islam

Apa sebenarnya hukum aqiqah dalam Islam?

Aqiqah adalah sunnah orang tua, jika ditunaikan mendapat pahala dan jika tidak ditunaikan tidak akan mendapatkan dosa. Ada ulama yang menghukumi aqiqah sebagai sunnah muakkad atau sangat dianjurkan. Ada pula yang menghukumi aqiqah wajib.

Masih melansir dari kitab yang sama, Imam an-Nawawi menjelaskan hukum aqiqah adalah sunnah bagi orang tua. Disunnahkan mencukur rambut bayi di hari ke-7.

Para ulama Syafiiyah menganjurkan untuk bersedekah senilai berat rambut yang dicukur boleh dengan emas atau perak, baik bayi laki-laki maupun perempuan sama saja.

Dalam kitab I’anatu at-Thalibiin oleh Syaikh ad-Dimyati, ketika anak sudah baligh dan belum diaqiqah, maka gugur sunnah orang tua itu.

Kemudian, dijelaskan seandainya bayi sudah baligh sementara orang tuanya belum mengaqiqahinya maka disunnahkan bagi sang anak untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.

 

8 dari 9 halaman

7. Aqiqah untuk Bayi Laki-Laki dan Perempuan

Aqiqah untuk bayi laki-laki dan perempuan adalah berbeda pada jumlah kambing atau hewan ternak yang disembelih. Mengapa bisa demikian?

KBBI menggambarkan aqiqah adalah penyembelihan kambing atau domba sebagai pernyataan syukur orang tua atas kelahiran anaknya, dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan, lazimnya dilaksanakan pada hari ketujuh.

Rasulullah SAW bersabda:

"Wahai Fatimah, cukurlah kepalanya dan sedekahkanlah perak seberatnya kepada orang-orang miskin." Ali berkata, "Kami pun menimbangnya. Beratnya adalah satu dirham atau kurang.” (HR. Tirmidzi, kitab al-Adhahi hadis nomor 2836)

Aqiqah untuk anak laki-laki dan perempuan sama-sama mendatangkan pahala sunnah orang tua. Jumlah kambing yang disembelih untuk aqiqah sebenarnya tidak ditentukan jumlahnya. Akan tetapi, beberapa hadis menegaskan aqiqah paling baik adalah yang baik banyak hewan kurbannya.

"Sebaik-baik aqiqah adalah yang paling banyak (hewan qurban yang dikorbankan), maka berkurbanlah kalian dengan kambing (sebanyak-banyaknya) untuk setiap anak laki-laki." (HR Bukhari)

Hadis tersebut yang membuat tradisi aqiqah oleh sebagian umat muslim disepakati dengan lebih banyak menyembelih kambing untuk bayi laki-laki daripada bayi perempuan. Meski demikian, sejatinya Islam menganjurkan untuk menunaikan aqiqah sebagai sunnah orang tua sesuai kemampuannya.

Beberapa pendapat pun menyebutkan bahwa aqiqah adalah sunnah orang tua dan bagi orang tua yang miskin gugur baginya mengaqiqahkan anaknya.

Kementerian Agama Republik Indonesia pun tidak memberikan batasan jumlah yang pasti. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ada beberapa tradisi dan pendapat ulama yang menganjurkan untuk melakukan aqiqah untuk anak laki-laki dengan memotong dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan dengan memotong satu ekor kambing.

 

9 dari 9 halaman

8. Tata Cara Aqiqah dalam Islam dan Penjelasannya

Dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber, terdapat beberapa cara melakukan aqiqah yang dianjurkan:

- Dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran

Menurut hadis, Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar aqiqah dilakukan pada hari ke-7 setelah kelahiran anak.

- Memotong hewan kurban

Hadis menjelaskan bahwa hewan kurban yang dikorbankan sebagai aqiqah adalah kambing atau domba, dan bahwa jumlah hewan yang dikorbankan bisa satu atau lebih tergantung pada kebiasaan masing-masing keluarga.

- Berkurban untuk Allah

Hadis menegaskan bahwa aqiqah adalah amal sholeh yang dilakukan dengan niat untuk beribadah kepada Allah.

- Memberikan bagian daging hewan qurban kepada orang miskin

Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar bagian daging hewan qurban yang tidak diolah untuk dikonsumsi diberikan kepada orang miskin sebagai bentuk zakat dan kebaikan.

- Memberikan makan kepada sanak saudara dan tetangga

Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan agar bagian daging hewan qurban dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga sebagai bentuk silaturahmi dan kebaikan.

Secara keseluruhan, cara melakukan aqiqah menurut hadis adalah dengan mengikuti tata cara yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Dimulai dengan niat untuk beribadah kepada Allah, memotong hewan qurban pada hari ke-7 setelah kelahiran anak, dan memberikan bagian daging hewan kurban kepada orang miskin dan sanak saudara.