Sukses

Soal Kelanjutan Proyek JLNT Pluit, Pemprov DKI Jakarta Akan Koordinasi dengan Agung Podomoro Land

Sebelumnya, proyek JLNT Pluit menjadi sorotan karena mangkrak dan dihuni Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

 

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Bina Marga DKI Jakarta akhirnya buka suara soal mangkraknya proyek Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.

Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Bina Marga DKI Jakarta Wiwik Wahyuni mengungkapkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan PT Agung Podomoro Land selaku pengembang proyek tersebut.

"Dinas Bina Marga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pengembang pembangunan JLNT Pluit tersebut terkait kelanjutan penyelesaian pembangunan di lapangan," kata Wiwik ketika dikonfirmasi, Jumat (9/6).

Sebelumnya, proyek JLNT Pluit menjadi sorotan karena mangkrak dan dihuni Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

Adapun JLNT Pluit ini dibangun pada 2015 di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan dirancang untuk menghubungkan Jalan Pluit City ke Tol Bandara Soekarno Hatta.

Namun, Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mengungkapkan, proyek JLNT ini mangkrak karena gubernur selanjutnya, Anies Baswedan mengeluarkan Pergub 31 Tahun 2022.

Justin menjelaskan, pembangunan JLNT Pluit ini menggunakan dana kontribusi tambahan 15 persen dari NJOP lahan reklamasi Pulau G.

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengaku akan mengecek terlebih dahulu JLNT tersebut dan berkoordinasi dengan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Afan Adriansyah.

"JLNT? Oh ya yang itu. Nanti dicek dulu, ditanya sama Pak Asbang. Nanti saya mau panggil Pak Asbang," ujar Heru singkat.

 

2 dari 2 halaman

Berimbas pada Banjir di Pemukiman Warga

Adapun terkait kondisi terkini di sana, merdeka.com mencoba datang langsung ke proyek tersebut.

Dari banyak orang yang ditemui, hampir semua menolak bercerita tentang proyek tersebut. Padahal, di masa awal pembangunan proyek, warga sekitar bersuara keras melakukan penolakan.

Alasan warga menolak saat itu adalah karena proyek menyalahi Perda DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Pembangunan proyek juga berimbas pada banjir yang sempat melanda permukiman warga.

 

Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka.com