Sukses

MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Hari Ini, PAN: Coblos Tanda Gambar Merusak Demokrasi

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauradi, menegaskan partainya tetap menginginkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengatur sistem perwakilan proporsional legislatif (pileg).

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauradi, menyatakan hari ini, Kamis (15/6/2023), akan menjadi sidang Mahkamah Konstitusi yang menentukan citra sejarah lembaga tersebut.

Diketahui, hari ini MK akan memutus gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) tentang sistem pemilu.

"Apakah MK tetap konsisten dengan putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008 (sistem proporsional terbuka)," ujar Viva.

Dalam keputusannya tahun 2008, Mahkamah Konstitusi memberikan penilaian positif terhadap representasi proporsional terbuka. Sebab, sistemnya dinilai lebih sederhana dan memudahkan masyarakat untuk mengetahui siapa yang berhak dipilih dengan suara terbanyak.

Selanjutnya, pengadilan juga menemukan bahwa sistem perwakilan proporsional lebih adil bagi kandidat dan publik, anggota dan non-anggota partai politik (parpol). Sebab, kemenangan calon terpilih tidak lagi bergantung pada partai politik peserta pemilu.

Viva juga menyampaikan bahwa hari ini juga akan menjadi ujian bagi Mahkamah Konstitusi, apakah lembaga tersebut sudah menjadi instrumen kekuasaan politik atau tidak.

Oleh karena itu, PAN tetap berharap agar MK menjadi garda terdepan penjaga moral demokrasi Indonesia.

Viva mengingatkan agar Mahkamah Konstitusi menolak uji materi sistem pemilu.

"Ada beberapa alasan. Pertama, sistem pemilu tertutup yang hanya mencoblos tanda gambar partai politik saja akan merusak sistem demokrasi karena akan melanggar prinsip pemilu yang demokratis, yang ditandai oleh one person, one vote, one value," kata Viva Yoga.

"Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox populi, vox dei), tidak akan terwujud di dalam sistem pemilu tertutup," sambungnya.

Kedua, Viva mengingatkan putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008 yang telah menetapkan sistem pemilu proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak.

Putusan itu mengabulkan gugatan atas pasal 214 (a, b, c, d) UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang memakai sistem proposional daftar tertutup.

2 dari 2 halaman

MK Putuskan Sistem Pemilu, Apakah Terbuka atau Tertutup

Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Sidang putusan terkait sistem pemilu itu digelar MK pada Kamis, 15 Juni 2023. Apakah diputuskan menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.

"Sudah, Kamis, 15 Juni 2023 pukul 09.30 bersama dengan lima perkara lain," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono dalam keterangannya, Senin (12/6/2023).

Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sedang dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Para pemohon merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024 nanti. Para pemohon mengajukan uji materil pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka di Undang-Undang Pemilu.

Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.

Selain itu, para pemohon juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.

Para pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.