Sukses

HEADLINE: MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Proporsional Terbuka, Poin Pentingnya?

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan Pemilu 2024 akan tetap dengan sistem terbuka. Dalam putusannya, terdapat poin-poin yang harus menjadi perhatian banyak pihak. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Denny Indrayana mengaku bersyukur atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Putusan MK tersebut dipandang Pakar Hukum Tata Negara sebagai kemenangan kedaulatan rakyat. 

"Saya ucapkan syukur ahamdulillah, atas putusan MK tersebut. Putusan yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka," kata Denny, Kamis 15 Juni 2023.

Dalam sidang yang digelar MK, hakim memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka alias mencoblos caleg. Keputusan MK itu menolak menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sebagaimana diajukan pemohon. Ketua Mahkamah Konstitus Anwar Usman menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menuturkan ada sejumlah poin yang ditangkap dalam putusan MK tersebut. Yang terpenting ialah bahwa Mahkamah Konstitusi menegaskan sistem pemilu merupakan legal policy, kewenangan pembentuk undang-undang yaitu Pemerintah dan DPR. Namun demikian, MK tidak memberikan cek kosong kepada mereka melainkan ada rambu-rambu yang harus diikuti.

"Rambu pertama tidak acap kali melakukan perubahan sistem pemilu, agar sistem pemilu itu bisa ajeg dan dipraktikkan dengan baik. Yang kedua itu perubahan dilakukan untuk menyempurnakan untuk memperkuat sistem bukan untuk mengganti serta-merta," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (26/6/2023).

Kemudian yang ketiga, dia melanjutkan, perubahan sistem Pemilu bila ingin dilakukan harus dari awal sehingga tersedia cukup waktu untuk melaksanakan simulasi sebagai implikasi dari perubahan. Dan keempat perubahan harus menjaga keseimbangan antara peran partai politik dan prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945.

"Yang dilakukan perubahan itu dilakukan dengan melibatkan semua kalangan atau dengan partisipasi masyarakat yang bermakna," kata dia.

Dia mengungkapkan, sistem pemilu itu adalah persoalan hilir. Yang menjadi salah satu hulu dari efektivitas pemilu dan kualitas demokrasi ialah mutu demokrasi di internal partai. "Itu yang juga berikutnya sehingga salah satu penekanan dari MK adalah bagaimana partai politik memperkuat demokrasi di internal partai, tata kelola partai yang demokratik melalui kaderisasi dan praktik politik yang antikorupsi atau politik bersih, antipolitik uang," dia menjelaskan.

Menurut Titi, Mahkamah sebenarnya memberikan pekerjaan rumah yang harus ditindaklanjuti oleh pembentuk undang-undang terutama dalam hal reformasi hukum pemilu dan reformasi hukum partai politik. Yaitu terkait dengan perbaikan pengaturan pemilu, terutama kemendesakan perubahan undang-undang parpol agar menerapkan praktik demokrasi dalam tata kelola kelembagaan partai.

"Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa ini kemenangan sistem proporsional terbuka, ini tidak juga. Tapi Mahkamah Konstitusi meluruskan bahwa pilihan sistem pemilu itu adalah legal polcy, kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang yang harus kalaupun ingin melakukan evaluasi atau perubahan dilakukan dengan rambu-rambu yang terdapat dalam putusan MK," Titi membeberkan.

Ia mengungkapkan, putusan MK ini setidaknya memberikan pesan bahwa sistem pemilu itu bukan obat mujarab bagi segala penyakit pemilu. Tetapi Ia tetap membutuhkan partai politik yang bersih dan juga penyelenggaraan pemilu dengan penegakan hukum yang efektif, terutama terkait politik uang atau jual beli suara dan juga jual beli pencalonan.

Titi juga mengapresiasi langkah para pemohon yang mengajukan uji materi ini ke MK. Karena menurutnya, dengan adanya permohonan ini akhirnya diskursus pemilu menjadi lebih substantif.

"Salah satu hikmah di balik uji materi yang dilakukan para pemohon, kita menjadi punya ruang yang besar untuk melihat penyelenggaraan pemilu kita secara lebih substantif bahkan filosofis. Kita membincangkan masalah-masalah atau efek-efek yang ditimbulkan oleh sistem pemilu bahwa sistem pemilu terbuka itu juga bukan istilahnya bukan suatu sistem yang suci tanpa masalah sama sekali, justru di sini kita dipicu untuk mencari perbaikan-perbaikan," ujarnya.

"Dan ini kan terjadi karena tidak lepas dari kontribusi pembentuk undang-undang, pemerintah dan DPR yang menghentikan pembahasan RUU Pemilu. Jadi masyarakat itu berusaha mencari, memperjuangkan yang menjadi keyakinan hukumnya terkait pengaturan pemilu demokratis dari pembentuk undang-undang ke pengadilan," dia menambahkan.

Titi menekankan, yang positif dari keputusan ini MK tidak terjebak masuk untuk memutuskannya ke ranah politik. Mahkamah menyerahkan kewenangan itu kepada pembentuk undang-undang.

"Saya ingin melihat dari dampak positif diskursus sistem pemilu ya meskipun ini menimbulkan kegaduhan, spekulasi, kontroversi. Ruang-ruang diskursusnya kan menjadi penguat semua orang memberikan perhatian dan kita berusaha melihat praktik pemilu kita secara lebih komprehensitif. Dan itu menurut saya sesuatu yang sangat kontribusi bagus bagi kesadaran bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki dari pemilu kita," jelas dia,

Menurutnya, yang paling mendesak dilakukan dalam jangka pendek pada pemilu 2024 adalah bagaimana KPU melakukan inovasi dan terobosan untuk mengurai kompleksitas teknik dan juga berbagai permasalahan dalam manajemen pemilu, sehingga tidak mengulangi masalah-masalah seperti 2019

"Yang kedua pekerjaan rumah bagi pembentuk Undang-Undang. Setelah 2024, menurut saya salah satu agenda paling prioritas dari pembentuk undang-undang adalah memprioritaskan evaluasi atas undang-undang pemilu dan undang-undang partai politik yang sudah 12 tahun tidak diubah. Banyak dinamika kontemporer yang tidak bisa dijawab oleh undang-undang partai politik yang terakhir Undang-Undang No 2 Tahun 2011 itu," terang dia.

Dan Ia memandang sangat mendesak untuk dilakukan evaluasi dan penguatan undang-undang partai politik. Hal ini agar yang disebut MK yaitu demokrasi interpartai, pelembagaan partai, partai yang berorientasi pada kaderisasi dan ideologi itu, bisa terwujud.

Sementara itu Pengamat Politik Usep S Achyar menilai pemilu dengan sistem terbuka masih menjadi keinginan rakyat. Hal itu terekam dalam survei yang menyebutkan model ini masih tepat diterapkan dalam Pemilu 2024.

"Saya lihat kalau soal publik memang kalau dari survei memang masih kecenderungan terbuka, lalu kemudian juga dilihat dari mayoritas partai politik juga begitu. Tapi yang menarik itu argumentasinya MK kalau yang saya tangkap itu merek mengembalikan ke pembuat undang-undang dan itu menurut saya benar," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (16/6/2023).

"Mau terbuka, mau tertutup itu dikembalikan ke pembuat  undang-undang yaitu DPR dan Pemerintah. Karena kalau menurut pandangan MK, itu persoalan-persoalan yang diajukan memang menjadi persoalan dalam demokrasi misalnya politik uang lalu kemudian partai tidak begitu kuat, semuanya dibantah sama MK. Itu memang ada persoalan-persoalan tapi itu bukan pada sistem terbuka atau tertutupnya. Jadi dua duanya itu juga punya kelemahan dan kelebihan," terang dia.

Yang terpenting menurutnya, sistem pemilu baik terbuka maupun tertutup tidak bisa berdiri sendiri dalam mewujudkannya. Ada faktor lain agar sistem pemilu tersebut berjalan sesuai yang diharapkan.

"Terbuka tertutup itu juga memerlukan faktor pendukung lain. Jadi tertutup misalnya, tidak akan mengatasi persoalan-persoalan seperti yang diajukan pemohon kalau misalnya partai politiknya belum terbuka dan demokratis. Jadi membutuhkan prasyarat pada setiap sistem itu. Sama halnya dengan sistem terbuka," jelas dia.

Direktur Riset Populi Center ini mengungkapkan, sistem terbuka juga tidak akan demokratis jika para calon yang dipilih bukan orang yang memiliki kompetensi. Kemudian juga para caleg itu masih menggunakan money politik.

"Kalau partai-partai itu juga tidak melakukan pendidikan politik, sama aja gitu, dan itu memang harus diatasi tapi persoalannya bukan hanya terbuka atau tertutup, tapi prasyarat-prasyarat itu juga harus disiapkan," ucapnya.

Dia menambahkan, pesta demokrasi yang diinginkan itu bisa tercapai jika partai jangan hanya berorientasi pada mendapatkan suara, tapi juga harus berorientasi pada pendidikan politik.

"Mereka juga tidak menghalalkan segala cara dengan memakai politik dan mereka juga misalnya kalau merekrut caleg itu jangan hanya sekadar popularitas, juga kompetensi dan latar belakang caleg juga harus diperhatikan," ujarnya.

Usep menuturkan secara politis, bisa juga dianalisis jika Pemilu dengan sistem tertutup, partai tertentu dapat memilih kompetensi. Sehingga peluang partai politik itu untuk dipilih karena ideologi program kerjanya lebih besar. "Itu mungkin ada gitu, tapi kan prasyarat politiknya juga harus diperhatikan juga," ujarnya.

Usep mengungkapkan, jika melihat dari kepentingan politik mungkin PDIP memang menganggap bahwa jika Pemilu dilakukan tertutup atau milih partai, PDIP yang paling berpeluang.

"Mungkin menganggap dirinya paling berpeluang untuk menambah kursi di DPR karena keterpilihan partai politik tinggi," ujarnya.

Dia menyayangkan uji materi ini diajukan saat proses pemilu tengah berjalan. Menurunya, sistem pemilu ini bisa jadi dapat diterapkan secara perlahan pada pesta demokrasi mendatang.

"Pelan-pelan dibangun tapi juga harus didorong pemerintah. Misalnya sistem rekrutmen partainya yang bagus, di situ juga ada mekanisme yang demokratis dan terbuka, lalu kemudian juga partai-partai itu dikonsolidasikan dengan partai-partai lain yang menginginkan itu juga. Jadi tidak instan," ucap Usep.

2 dari 3 halaman

Tanggapan PDIP Atas Putusan Sistem Pemilu Terbuka

Sebelumnya Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana bersyukur atas putusan itu. Dia berharap, bocoran soal pemilu sistem proporsional tertutup tidak menjadi kenyataan.

"Pertama-tama dan utama saya ucapkan syukur ahamdulillah, atas putusan MK tersebut Putusan yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka itu sesuai dengan harapan saya sudah pernah saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, saya justru berharap informasi yang saya sampaikan, bahwa MK akan memutuskan kembali penerapan sistem tertutup, berubah dan tidak menjadi kenyataan," kata Denny dalam keterangannya, Kamis (15/6/2023).

Denny menambahkan, putusan MK tersebut adalah kemenangan daulat rakyat. Sebab, survei indikator merekam 80 persen rakyat dan delapan partai di DPR menghendaki tetap diterapkannya sistem proporsional terbuka.

"Kemenangan daulat rakyat hari ini melengkapi rekam jejak pejuangan saya dengan Integrity Law Firm sebelumnya," kata Denny.

Denny sudah komitmen untuk ikut memperjuangkan suara rakyat pemilih dan menjaga pemilu tetap jujur, adil, dan demokratis. Misalnya, menjelang pemilu 2019 melalui Putusan 49/PUU XV1/2018 berhasil mendorong putusan MK yang menyelamatkan jutaan suara rakyat.

Dia melanjutkan, perjuangan lainnya adalah untuk menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dengan beberapa tokoh masyarakat di tahun 2019, meski tahun lalu melalui lembaga Dewan Perwakilan Daerah dan Partai Bulan Bintang memang belum berhasil.

"Tetapi, tidak menyurutkan langkah saya dan integrity untuk tarus mengawal sistem pemilu kita untuk makin baik dan makin demokratis," ucapnya.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, meminta akademisi Denny Indrayana untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya yang telah menyampaikan isu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu tertutup.

Denny sebelumnya mengaku mendapatkan informasi A1 bahwa MK akan memutuskan terkait sistem pemilu legislatif akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"Ya dari kami justru Mahkamah Konstitusi harus menanggapi apa yang disampaikan Denny Indrayana tersebut, karena prejudice itu tidak perlukan," kata Hasto dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/6/2023).

"Dan yang bersangkutan juga harus mempertanggungjawabkan atas pernyataan-pernyataannya tidak disertai dengan bukti dan apa yang disampaikan oleh saudara Denny Indrayana tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan di depan publik," sambungnya.

Hasto menegaskan, seharusnya tidak boleh ada pihak, apalagi selain politisi juga dikenal publik berstatus sebagai akademisi, menyampaikan pernyataannya dengan penuh muatan politis.

"Tidak boleh seseorang menyampaikan informasi kepada publik yang penuh muatan politik penuh dengan kepentingan politik yang dibungkus oleh identitas dari Pak Denny sebagai seorang akdemisi ini tak boleh dilakukan," tuturnya.

Dalam memutuskan uji materi ini, ada dissenting opinion dari hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat. Ia mengusulkan perubahan sistem pemilu di masa yang akan datang menggunakan sistem proporsional terbuka terbatas, Arief juga mengusulkan sistem tersebut diterapkan pada Pemilu 2029.

Hal itu disampaikan ketika Arief menyampaikan dissenting opinion terhadap uji materiil UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, untuk menerapkan usulan tersebut perlu ada kajian yang lebih mendalam.

"Ya semuanya memerlukan suatu kajian yang mendalam kalau dari sikap politik PDI Perjuangan kan sangat clear karena kami partai yang secara konsisten melakukan kelembagaan partai," ujar Hasto saat konferensi pers daring, Kamis (15/6/2023).

Hasto mendukung perlu adanya kajian akademis untuk melakukan perubahan fundamental terhadap UU Pemilu maupun UU Partai Politik.

"Dan kemudian terkait dengan agenda perubahan-perubahan ke depan terkait dengan UU pemilu atau UU Parpol semua memerlukan kajian yang mendalam. Kajian akademis, karena partai selama ini juga mengambil keputusan-keputusan itu berdasarkan suatu kajian-kajian akademis," ujarnya.  

 

3 dari 3 halaman

Pemilu Sistem Terbuka Kuatkan Demokrasi

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi sistem pemilu yang akan datang. Dengan penolakan tersebut, maka sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg tetap akan berlaku pada Pemilu 2024.

"Ini menjadi keputusan yang tepat dan juga keputusan yang memperhatikan aspirasi masyarakat," kata Airlangga, kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).

Airlangga juga meminta kepada semua pihak untuk tetap menghormati keputusan MK tersebut, serta melaksanakan dengan sebaik-baiknya.

"Mari kita semua menghormati bersama keputusan ini untuk mendorong pemilu yang tertib, aman dan adil," ucap dia.

Menko Perekonomian ini juga mengatakan, tahapan pemilu, baik pilpres maupun pileg saat ini sudah berjalan dan tentunya jika terjadi perubahan maka akan mempengaruhi proses yang sudah berjalan.

Dia meminta agar masyarakat dan partai politik termasuk caleg untuk lebih berkonsentrasi mengolah visi dan misi mereka serta program-program yang ditawarkan dari pada menghabiskan energi untuk perubahan sistem pemilu.

"Lebih baik kita dan terutama Partai Golkar, untuk fokus membuat program-program yang akan ditawarkan kepada masyarakat dan pemilih, agar pemilu ke depan lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara," tandas Airlangga.

Sementara Partai Amanat Nasional (PAN) meyakini Pemilihan Umum (Pemilu) terbuka dapat menguatkan demokrasi. Langkah demikian juga dapat menjadi jalan PAN untuk gencar menyerap banyak aspirasi masyarakat.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, Pemilu terbuka juga dapat menguatkan posisi lembaga-lembaga demokrasi seperti legislatif dan eksekutif. Karena inilah yang membuat PAN lebih mengutamakan pelaksanaan sistem proporsional terbuka di Pemilu 2024.

Enam+01:35VIDEO: Mantan Kakak Ipar Tikam Anggota Polisi di Buton Utara "Pemilu harus memperkuat pelembagaan demokrasi, meningkatkan kualitas lembaga legislatif dan eksekutif," ujar Zulhas, Jumat (16/6/2023).

Dia menyatakan, partai berlambang matahari terbit tersebut akan terus berkomitmen untuk menjadikan Pemilu sebagai gerbang awal untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat. Untuk itu, dia menambahkan, PAN akan terus gencar menyuarakan Pemilu yang bersih, terbuka, dan transparan. Sehingga imbas daripada itu semakin dapat mempercepat kesejahteraan bagi masyarakat.

"Serta mempercepat terwujudnya masyarakat adil makmur berdasarkan cita-cita kemerdekaan," tambahnya.

Diketahui, PAN yang merupakan partai terbuka, inklusif dan transparan sangat bersyukur Pemilu 2024 tetap terbuka. Saat ini rakyat bebas memilih calon legislatif (Caleg) yang dikenal dan disukai masyarakat.

Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pihaknya siap melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu. Hal ini menyusul putusan MK yang menolak sistem proporsional tertutup.

"Kami di DPR sepenuhnya menghormati dan siap menjalankan amanah putusan dari Mahkamah Konstitusi. DPR RI taat pada konstitusi negara," kata dia dalam keterangannya, Kamis (15/6/2023).

Enam+01:23VIDEO: Truk Digulingkan Hantaman Ombak Saat Naiki Kapal Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Puan Maharani mendorong semua pihak untuk taat pada konstitusi dengan menerima putusan dari MK.

"Semua pihak berupaya membangun demokrasi berkualitas yang mewujudkan keadilan, keterwakilan yang baik, dan kebebasan berpendapat," jelas dia.

Menurut Puan, hal tersebut diperlukan demi mendorong kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan Pemilu 2024. Ia juga menekankan agar KPU dan Bawaslu bekerja sama dengan Pemerintah, DPR, serta aparat keamanan untuk untuk memastikan kelancaran proses demokrasi tersebut.

"Saya juga mengajak masyarakat untuk mengikuti pelaksanaan Pemilu dengan gembira dan damai sehingga pesta demokrasi tahun depan akan berjalan dengan aman dan lancar," imbau dia.

Puan berharap Pemilu 2024 akan menjadi momentum bagi masyarakat untuk bersatu dalam semangat demokrasi.

"Mari saling menghormati perbedaan pendapat dan berdialog dengan baik. Kita rayakan Pemilu 2024 dengan semangat untuk memajukan Indonesia tercinta," ucapnya.

"Saya percaya bahwa melalui pemilu yang demokratis, setiap suara akan didengar, dan keputusan akan diambil berdasarkan kepentingan kolektif dan kesejahteraan seluruh bangsa," lanjut mantan Menko PMK itu.