Sukses

Pengurus Besar PGRI Respons Mosi Tidak Percaya

Tim Sembilan anggota PB PGRI menanggapi adanya mosi tidak percaya dari beberapa pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) provinsi terhadap kepemimpinan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Sembilan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menanggapi adanya mosi tidak percaya dari beberapa pengurus PGRI provinsi terhadap kepemimpinan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi.

Ketua PB PGRI Huzaifa Dadang mengatakan, pihaknya sangat perihatin atas kemelut yang terjadi di internal PGRI, sehingga mengakibatkan soliditas dan solidaritas kepengurusan di tingkat pusat dan daerah menjadi tidak harmonis.

“Apabila hal ini terus berlanjut, sangat dikhawatirkan perpecahan dalam tubuh PGRI akan semakin meluas,” kata Dadang dalam keterangan tertulisnya, Jumat malam (16/6/2023).

Dadang menambahkan, ada beberapa pertimbangan yang disampaikan dalam mosi tidak percaya oleh beberapa pengurus PGRI provinsi dan kabupaten/kota tersebut.

Secara umum, kata Dadang, tim sembilan ini meneroma dan maklumi, karena PB PGRI juga melihat dan merasakan hal yang sama dalam dinamika kepengurusan Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi sangat tidak bijak dalam memimpin organisasi dan sangat emosional, sehingga selalu berkonflik dengan beberapa pengurus lainnya. Organisasi tidak dijalankan secara kolektif kolegial, sebagaimana yang diamanatkan dalam AD/ART.

“Kami juga melihat dan merasakan bahwa PB PGRI di bawah kepemimpinan Ibu Unifah Rosyidi tidak punya visi yang baik dan terukur dalam membawa organisasi PGRI menjadi lebih dihormati dan disegani, baik oleh pemerintah maupun organisasi guru lainnya,” tegasnya.

Lanjutnya, tim sembilan ini memohon kepada Dewan Pembina agar mengadakan pertemuan dengan PB PGRI dan pengurus provinsi untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan sengketa antara pembuat mosi tidak percaya dengan ketua umum.

2 dari 2 halaman

Berharap Organisasi PGRI Tetap Solid

Tim sembilan berharap agar organisasi PGRI harus tetap solid dan semakin kokoh berdiri tegak di negara kesatuan Republik Indonesia. Berbagai dimensi dan elemen bangsa harus diberi ruang untuk mengembalikan kejayaan PGRI seperti di masa lalu.

“Mereka yang pernah berseberangan sedapat mungkin dirangkul kembali, diajak dialog untuk membahas langkah-langkah strategis dalam memajukan PGRI. Ego sektoral dan ambisi pribadi dikesampingkan dulu, demikeutuhan dan kejayaan PGRI, sebagaimana yang diamanatkan oleh para pendirinya,” jelasnya.