Liputan6.com, Jakarta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai langkah Polri dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang lebih signifikan sejak Satuan Tugas (Satgas) TPPO terbentuk. Satgas TPPO Polri ini dibentuk oleh Kapolri pada awal Juni 2023.
Anggota Kompolnas Poengky Indarti mengatakan pemberantasan TPPO menjadi lebih cepat dan efektif karena ada satgas. Sebab, Satgas TPPO dibentuk mulai dari tingkat Bareskrim hingga seluruh Polda dan jajarannya.
Baca Juga
Dalam kurun waktu 11 hari (5-15 Juni), Satgas TPPO menerima 314 laporan polisi dan menangkap 414 tersangka TPPO.
Advertisement
"Ini karena di semua Polda dibentuk satgas, sehingga lebih fokus, cepat, efektif, dan efisien dalam pengungkapan kasusnya, ketimbang hanya bertumpu pada Dittipidum," kata Poengky seperti dilansir Antara, Minggu (18/6/2023).
Data pengungkapan TPPO yang dilakukan oleh Satgas TPPO Polri selama kurun 11 hari, hampir mendekati jumlah penanganan kasus TPPO yang dilakukan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dan Polda jajaran selama kurun waktu tiga tahun.
Berdasarkan data yang dibagikan Direktur Tipidum Bareskrim Polri pada awal Mei 2023, data kasus TPPO yang ditangani sejak 2020 sampai April 2023 sebanyak 405 laporan polisi dengan tersangka sebanyak 517 orang yang ditangkap.
Rincian data kasus yang ditangani Dittpidum Bareskrim Polri dan Polda jajaran tahun 2020 sebanyak 126 laporan polisi, tahun 2021 sebanyak 122 laporan polisi, tahun 2022 sebanyak 133 laporan, dan hingga April 2023 sebanyak 23 laporan polisi.
Untuk jumlah korban TPPO dalam 314 laporan polisi yang ditangani Satgas TPPO Polri selama periode 11 hari ada 1.314 orang. Jumlah tersebut hampir sama dengan data kasus selama tiga tahun yang ditangani Dittipidum bersama Polda jajaran, yakni 1.369 orang.
“Kompolnas apresiasi dan mendukung Polri berhasil mengungkap 500 kasus TPPO dan penetapan tersangka ratusan orang di tahun 2020 hingga 2022. Kami berharap prestasi tersebut dapat ditingkatkan di 2023," ujar Poengky.
Komitmen Polri
Poengky menambahkan, untuk dapat memberantas secara tuntas, perlu pemetaan jaringan komplotan TPPO, koordinasi dengan para penggiat anti-TPPO dan segerakan pencegahan serta penegakan hukum di seluruh Polda di Indonesia.
"Khususnya di daerah-daerah yang terbanyak kasus TPPO, antara lain NTT, Kepri, dan daerah-daerah perbatasan lainnya," tutur Poengky.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebut, intensifnya penegakan hukum TPPO oleh Satgas Polri sebagai wujud hadirnya negara dalam melindungi masyarakat dari tindak pidana perdagangan manusia.
Jenderal bintang satu itu mengatakan sejak awal Polri serius dalam menangani persoalan TPPO, baik sebelum dibentuk Satgas TPPO Polri maupun setelahnya.
"Negara harus hadir dalam melindungi para korban TPPO. Mencegah dan menegakkan hukum TPPO," ujar Ramadhan, dihubungi terpisah.
Advertisement
1.006 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang TPPO Per 5-13 Juni 2023
Polri mencatat sebanyak 1.006 orang jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama periode 5 Juni sampai dengan 13 Juni 2023. Hal itu disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
“Berdasarkan jumlah korban TPPO sebanyak 1.006 orang,” tutur Ahmad kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
Ahmad merinci, hasil pengungkapan Satgas TPPO Bareskrim dan Polda Kaltara sebanyak 233 orang, Polda Sumut 135 orang, Polda Sumbar 10 orang, Polda Riau 36 orang, Polda Kepri 21 orang, Polda Jambi 6 orang, Polda Sumsel 3 orang, Polda Bengkulu 8 orang, Polda Lampung 24 orang, dan Polda Banten 21 orang.
Kemudian Polda Metro Jaya 12 orang, Polda Jabar 73 orang, Polda Jateng 1.305 orang, Polda Jatim 69 orang, Polda Bali 25 orang, Polda NTB 4 orang, Polda NTT 82 orang, Polda Kalbar 135 orang, Polda Kaltim 28 orang, Polda Sulsel 15 orang, Polda Sulut 7 orang, Polda Sulteng 6 orang, dan Polda Papua 1 orang.
“Berdasarkan jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 284 orang,” jelas dia.
Adapun modus TPPO yang dilakukan dalam antara lain sebagai Pekerja Migran Indonesia Legal (PMI) atau Pembantu Rumah Tangga (PRT) sebanyak 84 persen, Anak Buah Kapal (ABK) sebanyak 3 persen, Pekerja Seks Komersial (PSK) sebanyak 12 persen, dan Eksploitasi Anak sebanyak 1 persen.
“Ini berdasarkan jumlah Laporan Polisi sebanyak 242 Laporan,” Ahmad menandaskan.