Liputan6.com, Jakarta - Gelombang protes hapus tradisi wisuda di jenjang TK hingga SMA terus bergulir. Para orang tua siswa mengeluhkan mahalnya biaya wisuda TK hingga SMA yang toh tak berfaedah. Sebab jenjang pendidikan yang harus mereka tempuh masih sangat panjang.
Silvy Aprilia, salah satu orang tua siswa yang anaknya duduk di salah satu sekolah dasar swasta mengatakan, dirinya wajib membayar uang iuran sebesar Rp 550 ribu untuk biaya wisuda.
Menurutnya biaya wisuda sebesar itu hanya memberatkan para orang tua murid. Belum lagi setelah wisuda, harus memikirkan biaya masuk sekolah SMP.
Advertisement
"Mahal sekali biayanya, wisuda di gedung tapi hanya dapat snack box saja," kata Sylvi kepada Liputan6.com.
Belum lagi, biaya untuk sewa kebaya dan make up sebesar Rp 250 ribu. "Kalau anaknya tidak make up kasian, nanti malu diwisuda tapi tidak pakai kebaya dan make up," ujarnya.
Dia berharap wisuda TK sampai SMA ini dihapuskan karena tidak ada gunanya dan hanya memberatkan orang tua. Dari surat edaran yang diberikan sekolah, kata Sylvi, terlihat bahwa uang untuk foto dan ijazah hanya Rp 75 ribu. Sementara biaya lainnya digunakan untuk sewa gedung, album kenangan dan perpisahan.
"Yang penting kan hanya ijazah saja, kalau hanya membayar Rp 75 ribu saja tidak terlalu berat," kata dia.
Untuk itu, dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim segera menghapus budaya wisuda TK-SMA.
"Kembalikan wisuda sesuai fitrahnya, hanya untuk perguruan tinggi saja," tandasnya.
Sementara Putu Merta, mengaku tak keberatan jika putranya yang baru saja lulus TK ikut wisuda. Ia sendiri harus merogoh kocek Rp 460 ribu untuk merayakan kelulusan putranya.
"Ada ya nggak apa-apa, nggak ada pun nggak masalah," ujar Putu.
Orang Tua Siswa Serbu Instagram Nadiem Makarim
Instagram Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim diserbu protes para orang tua murid soal adanya wisuda TK sampai SMA. Kebanyakan emak-emak mengeluhkan soal biaya wisuda yang mahal. Belum lagi setelah wisuda para orang tua murid tersebut harus dipusingkan dengan biaya masuk sekolah.
"Minta tolong saya mewakili emak-emak yang menjelang setiap kelulusan mengeluh biaya wisuda yang mahal. Tolong hapus wisuda mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA.. karena biaya yang terlalu berlebihan apalagi pakai acara wisuda di hotel segala,, biarkan wisuda ada di kampus kuliah saja," tulis syahrul.aul di kolom komentar Instagram Nadiem Makarim.
Sejatinya, Nadiem mengunggah soal apresiasinya kepada karya peserta didik SMK dan perguruan tinggi Vokasi. Namun, unggahan tersebut justru dibanjiri keluhan para orang tua siswa.
Ada pula orang tua yang mengkritik bahwa saat ini sekolah hanya menjadi ajang mewah-mewahan. Akun riezma8888 pun meminta dengan sangat agar Kemendikbud menghapus acaea wisuda tingkat TK-SMA.Â
"Dunia pendidikan sekarang menjadi ajang mewah-mewahan.. sungguh tidak pantas. Wisuda hanya berlaku bagi mereka yang sudah tamat perguruan tinggi. Tolonglah mikir, beli beras saja susah disuruh mewah ini itu, belum lagi kasih buket-buket uang. Tingkatan TK loh pak. Tolong tindak lanjut, Ini masalah serius," tulisnya.
Protes orang tua siswa ini, membanjiri hampir setiap unggahan Menteri Nadiem. Protes serupa juga membanjiri unggahan tentang penghapusan tes calistung untuk masuk SD.
"Hapus wisuda dari TK sampai SMA,, biaya gedungnya mahal. Belum tour ke Bali atau Jogja bagi yang tidak mampu diwajibkan bayar walaupun tidak ikut tour. Sampai orang tua minjem ke sana kemari, sampai ada yang mimjam renternir," tuis Handani2383.
Warganet lain turut mengaminkan narasi tersebut. "Iya setuju, bun. Buang-buang duit. Waktu anak saya sekolah Tk bayar perpisahan (Rp)300 ribu, padahal nanti msuk SD harus bayar pendaftaran (Rp)600 ribu untuk biaya keprluan lain, mending uangnya buat makan," demikian balas warganet tersebut.
Balasan kembali hadir dari orangtua murid lain yang juga setuju untuk meniadakan tradisi wisuda TK sampai SMA. Ia berharap curahan hati para orangtua murid ini didengarkan Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Tuntutan Dihapusnya Wisuda TK-SMA Nyaring di Media Sosial
Tuntutan untuk meniadakan wisuda TK sampai SMA pun masih nyaring disuarakan orangtua murid di media sosial. Salah satunya adalah pengguna Twitter @ekakunjeri yang mengaku sempat menolak, namun akhirnya terbawa arus hingga anaknya mengikuti wisuda TK.
Dalam sebuah tweet viral yang dibagikan 16 Juni 2023, ibu itu menulis, "Setahun lalu, gw jadi salah satu dari tiga di antara wali murid yg menolak keras wisuda untuk anak TK. Esensinya enggak ada. Kemudian, ada wali murid lain berkata, 'Gapapa mah momen sekali seumur hidup. Belum tentu nanti pada sarjana.'"
"Allah Allah, gw jadi sedih, akhirnya gw ikut arus," imbuhnya. "Jadi, ayo biasakan berani melawan arus, menolak tidak wisuda-wisudaan lulusan TK sampai SMA. Sayang lho duitnya bisa buat yang lain."
Gelombang Protes Tak Kunjung Ditanggapi Nadiem Makarim
Protes ini tak kunjungi ditanggapi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek)Â Nadiem Makarim. Di sisi lain, Nadiem Makarim dalam salah satu unggahan Instagramnya justru membahas soal baca, tulis, dan hitung atau calistung.
"Untuk mewujudkan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, mulai tahun ajaran baru mendatang kita semua harus bergerak untuk mencapai tiga target perubahan. Menghilangkan tes calistung dari proses penerimaan peserta didik baru di SD, menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama di PAUD dan SD kelas awal, serta menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak di PAUD maupun di SD," tulis Mendikbudristek soal calistung dalam unggahannya pada 14 Juni 2023.
Ia melanjutkan, "Mari bergotong royong mentransformasi pembelajaran di satuan pendidikan PAUD dan SD untuk melahirkan calon pemimpin Indonesia Emas 2045 yang cerdas dan berkarakter."
Sementara, kolom komentar unggahan tersebut dan unggahan lainnya tiada henti dibanjiri protes soal wisuda TK hingga SMA. Para orangtua murid tak gentar menyuarakan dan mendesak tradisi wisuda itu untuk segera dihapus karena biayanya yang memberatkan.
"Hapus wisuda tk, sd, smp, dan sma pak. Hanya memberatkan orang tua. Belum biaya sekolah untuk ke jenjang berikutnya, belum pearlatan dan kelengkapan sekolah," tulis seorang orangtua murid dalam kolom keterangan.
"Assamualaikum, Pak. Mohon hapuskan wisuda jenjang PAUD-TK-SD-SMP-SMA dengan dibuatkan edaran resmi SK Kemndikbud, Pak! Meresahkan sekali. Tolong, Pak!" lanjut protes dari lainnya.
Protes tradisi wisuda TK hingga SMA lain juga disuarakan oleh warganet berbeda. Ia menulis, "Pak kalo bisa untuk kelulusan anak SMP dan SMA ngak usah pake wisuda wisudaan.. Wisuda cukup untuk jenjang kuliah. Lulus ya lulus saja mengenakan seragam sekolah bukan berkebaya dan harus make up juga. Kasian bagi siswa yang orang tuanya tidak mampu."
Advertisement
Nadiem Makarim Diminta Segera Buat Surat Edaran
Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti angkat suara terkait polemik yang terjadi soal seremonial wisuda para pelajar yang dilakukan di tiap-tiap sekolah dan seolah menjadi agenda wajib saat kenaikan tingkat mulai dari TK hingga SMA.
Menurut dia, agar tidak terjadi kesimpangsiuran maka pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nadiem Makarim wajib membuat aturan tegas.
"FSGI mendorong pemerintah agar lebih sensitif dalam hal menyikapi wisuda. Menteri Nadiem Makarim dapat membuat surat edaran yang berpedoman pada aturan yang sudah ada," kata Retno dalam keterangan diterima, seperti dikutip Selasa (20/6/2023).
Dia mengamini, wisuda menjadi beban tersendiri bagi orang tua murid karena biayanya yang tidak sedikit. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, seremonial wisuda bukan hanya milik lulusan Perguruan Tinggi melainkan telah menjadi agenda prestise lembaga pendidikan dari TK hingga SMA.
Pro-kontra terjadi, sebagian orang tua murid menilai ada sisi positif dari kegiatan tersebut. Salah satunya menjadi momentum bagi sang anak yang naik ke jenjang yang lebih tinggi dan motivasinya.
Kendati demikian, Retno mewanti apakah hal itu sebanding dengan beban biaya ekstra bagi sebagian orang tua. Karena harus bayar biaya wisuda dan uang foto. Belum lagi anak harus ke salon, membuat kebaya/jas.
"Seluruh biaya itu tidak sedikit dan memberatkan para orang tua, terutama yang tidak mampu. Hal inilah yang kerap memicu pengaduan pungli dari masyarakat," ujar dia.
Solusi ke depan, Retno menghimbau sekolah/Madrasah agar mempertimbangkan secara lebih cermat dan bijak terkait manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda.
Jangan Hanya Mengikuti Trend, Wisuda Tidak Wajib
Semisal wisuda tetap dilaksanakan tetapi dapat disederhanakan dari prosesi, pakaian, dan perlengkapannya. Lanjut Retno soal wisuda yang dapat dilakukan hanya dengan menggunakan seragam khas sekolah yang telah dimiliki siswa.
"FSGI mengajak masyarakat khususnya para orang tua agar lebih bijaksana dalam mengikuti trend wisuda, karena bukan sesuatu yang wajib maka orang tua dapat mempertimbangkan sisi positif negatifnya," saran dia.
Selain itu, sambung Retno, Kemendikbud juga bisa menerbitkan edaran bahwa wisuda tidak wajib sehingga sekolah tidak membuat program wisuda yang seolah-olah wajib.
"FSGI mendorong Menteri Nadiem dapat membuat surat edaran agar orang tua meyakini bahwa kegiatan tersebut tidak berhubungan dengan kebijakan pemerintah," dia menandasi.