Liputan6.com, Jakarta - Komisi VIII DPR RI meminta Kementerian Agama (Kemenag) segera melakukan investigasi mendalam terkait proses pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
Hal itu, dilakukan guna mengantisipasi adanya kekhawatiran dan ketegangan di masyarakat terkait simpang siur informasi mengenai ajaran di Ponpes Al-Zaytun.
"Jika ditemukan ada kurikulum pendidikan yang bertentangan ajaran Islam, maka Kementerian Agama dapat mengambil langkah selanjutnya. Bahkan Kementerian Agama dapat mencabut izin Pesantren Al-Zaytun," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, Kamis (22/6/2023).
Advertisement
Sehingga, dia meminta kepada Kemenag segera turun untuk melakukan investigasi mendalam agar polemik Ponpes Al-Zaytun dapat teratasi.
"Jadi soal Al Zaytun ini, Kementerian Agama harus segera turun untuk melakukan investigasi," kata dia.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan fakta baru, Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah mengungkapkan temuan tersebut di Gedung Menkopolhukam, Rabu, 21 Juni 2023.
"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII, sudah sangat jelas," ujarnya.
Hasil penelitian ditemukan, ada pola serupa dalam rekrutmen hingga penghimpunan dana dari anggota dan masyarakat antara pondok Al-Zaytun dengan NII (Negara Islam Indonesia).
"Penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia adalah menyimpang dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," ujar Ikhsan.
Dia wajib dibina, penyimpangan keagamaannya diluruskan, dan penyimpangan yang berkaitan dengan bernegara ya wajib dibina pemerintah," tandasnya.
Syariat yang Digunakan Berbeda dengan Ajaran Islam
Ketua Umum MUI Kabupaten Indramayu, Syatori menyatakan bahwa syariat yang digunakan di Al-Zaytun sangat berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya, baik salat, puasa, maupun haji.
"Syariat yang dilakukan oleh Al-Zaytun sangat tidak sama dengan tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya," katanya.
Menurutnya, banyak informasi yang menunjukkan bahwa Al-Zaytun sangat menyimpang dari syariat Islam pada umumnya, baik itu salat, puasa maupun haji.
Perbedaan syariat yang dijalankan Al-Zaytun dengan umat Islam pada umumnya, tentu membuktikan bahwa mereka itu mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai ketentuan.
Bahkan khusus untuk ibadah haji, pihak Al-Zaytun memperbolehkan haji di Indonesia. Padahal, syariat Islam telah menetapkan semua umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji itu harus di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi.
"Adanya statemen bahwa haji tidak harus di Mekkah, cukup di Indonesia itu sangat tidak sesuai syariat Islam," terangnya.
Â
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement