Sukses

Kemenag Bantah Ridwan Kamil Soal Dana Miliaran ke Al Zaytun: Itu Bantuan Operasional Sekolah

Anna meminta Ridwan Kamil tidak salah menafsirkan antara bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan khusus dari Kemenag. Sebab BOS sifatnya adalah hak kepada para pelajar Indonesia tanpa membedakan.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama (Kemenag) memberi klarifikasi atas pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil soal adanya dana bantuan khusus dari Kemenag yang setiap tahun disalurkan ke pesantren Al Zaytun. 

Terkait hal itu, Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie angkat suara dan meluruskan perkataan Ridwan Kamil. Anna membantah pihaknya memberikan bantuan dana ke Al Zaytun. 

"Kami tidak pernah memberikan dana bantuan ke Al Zaytun,” tegas Anna Hasbie di Makkah, Arab Saudi, dalam siaran pers diterima, Jumat (23/6/2023).

Menurut dia, lembaga Al Zaytun mengelola madrasah mulai dari jenjang ibtidaiyah (MI), tsanawiyah (MTs), hingga Aliyah (MA). Berdasarkan Data Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama mencatat, ada 1.289 siswa MI, 1.979 siswa MTs, dan 1.746 siswa MA yang belajar di sana.

"Sesuai regulasi, para siswa ini berhak mendapat bantuan operasional sekolah (BOS). Ini berlaku untuk seluruh siswa yang belajar di madrasah dan memenuhi persyaratan. Sehingga, menjadi kewajiban kami, pemerintah, memenuhi hak-hak belajar mereka melalui BOS,” tutur Anna.

Anna meminta Ridwal Kamil tidak salah menafsirkan antara BOS dan bantuan khusus dari Kemenag. Sebab BOS sifatnya adalah hak kepada para pelajar Indonesia tanpa membedakan. 

"Siswa di negeri ini semua menerima dana BOS. Jadi jangan kemudian Pak Ridwan Kamil mengatakan Kemenag memberikan bantuan miliaran ke Zaytun, padahal itu dana BOS. Sudah salah kaprah itu," wanti Anna.

Sebagai informasi, dana BOS adalah program yang diusung Pemerintah untuk membantu sekolah di Indonesia agar dapat memberikan pembelajaran dengan lebih optimal.

Selain itu, bantuan yang diberikan berbentuk dana yang dapat dipergunakan untuk keperluan sekolah. Misalnya, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah hingga membeli alat multimedia untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.

Secara umum, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi madrasah agar bisa menerima BOS. Pertama, madrasah tersebut harus mempunyai izin operasional minimal 1 tahun. Persyaratan kedua, madrasah dan siswanya tercatat di sistem pendataan yang dikembangkan Kementerian Agama, yakni EMIS, dan melakukan update data dalam sistem tersebut.

 

 

2 dari 3 halaman

Tak Bisa Bubarkan Al Zaytun

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun. Menurut Ridwan, kewenangan membubarkan Ponpes ada di Kementerian Agama.

"Pembubaran hanya dilakukan oleh Kementerian Agama yang memberikan izin, izinnya ada di Kementerian Agama karena sifatnya pesantren Diniyah, Aliyah dan seterusnya di mana dana dari Kementerian Agama kurang lebih setiap tahun ada sekian miliar juga ke Al-Zaytun," kata pria karib disapa Kang Emil, seperti dikutip dari Merdeka.com Rabu 21 Juni 2023.

Ridwan Kamil sudah membentuk tim investigasi untuk menelusuri polemik yang ditimbulkan Al-Zaytun. Hingga saat ini, tim investigasi masih bekerja.

Ridwan Kamil belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut sebelum ada keterangan dari pihak Al-Zaytun yang dijadwalkan datang pada Kamis dan Jumat pekan ini.

Dia menyebut pembentukan tim investigasi sudah berdasarkan proses dan tidak spontan melihat eskalasi polemik.

 

 

3 dari 3 halaman

Ada Ajaran Menyimpang

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah mengungkapkan, Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII).

"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas," kata Ikhsan di Gedung Menkopolhukam, Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Ikhan menilai, pola rekrutmen hingga penghimpunan dana pondok pesantren ini dengan NII serupa.

"Baik dari pola rekrutmen, baik dari segi penghimpunan atau penarikan dana, dari anggota dan masyarakat, sudah sangat jelas itu, tidak terbantahkan," ujar Ikhsan.

"Artinya, penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia adalah menyimpang dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," sambungnya.

Maka dari itu, Ikhsan menyarankan agar yayasan pondok pesantren itu untuk dibina melalui MUI.

"Dia wajib dibina, penyimpangan keagamaannya diluruskan, dan penyimpangan yang berkaitan dengan bernegara ya wajib dibina pemerintah. Maka pemerintah dan MUI sudah sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Al Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit-bibit bersemayam radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti," jelas Ikhsan.