Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi menilai, Mahkamah Konstitusi seharusnya menolak gugatan terhadap UU Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum partai. Viva menuturkan, pasal 23 (1) UU Partai Politik bersifat open legal policy.
Terlebih, tidak ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai, tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Baca Juga
"Soal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945," jelas Viva kepada wartawan, Rabu (28/6).
Advertisement
Viva menjelaskan, partai politik berbeda dengan lembaga negara. Parpol merupakan organisasi yang dibentuk masyarakat sipil secara suka rela atau atas dasar kesamaan ideologi dan cita-cita
"Kalau lembaga negara adalah menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan," jelas Viva.
Partai politik sebagai organisasi sipil harus diberikan ruang kebebasan untuk mengatur rumah tangga sendiri. Setiap partai politik memili anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai pedoman.
"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik," jelas Viva.
"Dalam hirarkis peraturan perundang-undangan, kedudukan Undang-undang lebih tinggi dari pada AD ART. Hal ini menjelaskan bahwa ketika bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, partai politik harus tunduk dan taat pada Undang-undang," lanjutnya.
Masa jabatan ketua umum partai tidak perlu dibatasi karena perlu dipimpin oleh figur kuat dan berintegritas. Karena partai politik bercita-cita harus selalu menang pemilu.
"Hal itulah yang tercermin dan terimplentasi di masa jabatan anggota legislatif yang tidak dibatasi oleh Undang-undang. Selama masyarakat masih memilih dan menyintai anggota Dewan tersebut, maka selama itu pula akan menjadi Wakil Rakyat karena dipilih secara langsung oleh rakyat," ujar Viva.
"Jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold 4 persen, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem," jelasnya.
Menurut Viva, dalil Lord Acton bahwa 'Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely' tidak berlaku bagi partai politik. Karena ini berkaitan dengan kekuasaan lembaga negara.
"Ini berkaitan dan ditujukan kepada lembaga negara, bukan ke partai politik. Sebab lembaga negara dan partai politik adalah dua entitas yang berbeda," jelas Viva.
Biayai Hidup Sendiri
Lebih lagi partai politik membiayai hidupnya sendiri. Negara mensubsidi partai politik yang lolos ke parlemen. Kata Viva, berdasarkan penelitian Perludem subsidi itu hanya membantu partai sebesar 0,03 persen.
"Justru karena kecilnya subsidi negara atas kebutuhan biaya partai politik menyebabkan anggota partai politik yang berada di lembaga eksekutif dan legislatif acap kali terjerat kasus hukum karena korupsi dengan dalih untuk membantu biaya partai politik," papar Viva.
"Oleh karena itu, jika subsidi negara masih sangat kecil, maka masa jabatan ketua umum partai politik tidak usah dibatasi. Tetapi jika negara menanggung sebagian besar kebutuhan biaya partai politik, semisal sebesar 30 persen dari kebutuhan biaya partai politik, maka pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik dapat dipertimbangkan untuk dapat dimasukan sebagai aturan formal di Undang-undang tentang partai politik," pungkasnya.
Sumber: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Â
Advertisement