Liputan6.com, Jakarta - Yeni seorang warga Sumur Batu, Kebayoran, Jakarta Pusat tak menyangka ternyata tetangga barunya itu membuka praktik aborsi dari rumah yang dikontrakannya. Hal itu diketahui setelah polisi menggerebek rumah tersebut, Rabu (28/6) kemarin.
Meski tidak ada rasa curiga awalnya, namun Yeni mengungkap hal menarik sebelum ada kejadian penggerebekan itu. Yaitu ada 'Tukang Topeng Monyet' hiburan masyarakat yang berkeliling di wilayahnya.
Baca Juga
"Saya pikir tumben ada topeng monyet, apa ada yang diselidiki, apa gimana," kata Yeni kepada wartawan, Kamis (29/6).
Advertisement
Sebab kehadiran 'Tukang Topeng Monyet' itu sempat membuat dirinya penasaran. Karena sebelumnya tidak pernah ada hiburan rakyat itu di sekitar tempat tinggalnya yang merupakan perumahan.
"Tahu-tahu ada berita (penggerebekan)," kata dia.
Kejadian itu membuatnya kaget, karena tak menyangka akan ada kejadian seperti ini di dekat rumahnya menyusul suara seperti vakum yang setiap hari sudah sering terdengar dari dalam rumah.
"Ya pas dua bulan (pelaku mengontrak rumah), habis itu seminggu sebelum penggerebekan hari Rabu atau Kamis, sebelum kejadian penggerebekan. Cuma itu yang kita tahu kalau sebelum kejadian," ujarnya.
"Karena kita kan enggak kepo, setelah terbongkar ini. Oh orang sebelah ini bermasalah. Bunyi vacum kemungkinan. Lagi praktek sama ketok ketok," tambah dia.
Digerebek Polisi
Sebelumnya, sebuah rumah kontrakan di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat tak disangka menjadi lokasi praktek aborsi setelah satu bulan lamanya beroperasi. Sampai akhirnya bisnis ilegal itu terendus dan diungkap pihak kepolisian.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin menyampaikan dari keberhasilan jajaranya mengungkap kasus ini. Sebanyak tujuh orang diamankan, diantaranya tiga pelaku bisnis dan empat lainnya pasien.
"Dua orang ini pertama SN wanita selaku eksekutor dan SN ini bukan berlatar belakang medis, dia hanya dilihat dari KTP hanya IRT. SN dibantu oleh NA. Ini yang mensosialisasikan mencari termasuk sebagai asisten di rumah ini. termasuk juga menjemput pasien," beber Komarudin kepada awak media, Rabu (28/6).
Menurutnya, kedua pelaku bersama SM sebagai sopir antar jemput ini berhasil mengelabuhi warga. Karena bisnis yang mereka jalankan sangat rapih, dengan sistem antar jemput membuat aktivitas aborsi bisa tertutupi.
"Jadi ini sistemnya, sistem antar jemput sangat rapih sekali makanya pak RT dan warga sangat terkecoh dari aktivitas yang di dalam," katanya.
Dimana SN dan NA turut memasang tarif sekitar Rp2,5-8 juta tergantung usia dari pasien. Sementara SM mendapatkan upah sekitar Rp500 ribu sehari untuk tugas mengantar jemput pelanggan.
Dengan tarif biaya aborsi yang dipatok paling minimal sebesar Rp2,5 juta, diketahui jika rumah aborsi ini dalam satu bulan setidaknya telah menerima sekitar 50 pasien wanita. Dari sana, bisa dikalkulasikan bisnis haram itu minimal meraup untung sekitar Rp125 juta atau lebih dalam satu bulan.
"Dari pengakuan sementara, pelaku bahwa selama kurun waktu 1 bulan, sudah kurang lebih sekitar 50-an wanita yang sudah menggugurkan kandungan di sini melakukan aborsi," katanya.
"Semua janin itu selalu dibuang ke kloset inilah kita akan menindaklanjuti akan segera kita turunkan tim kedokteran forensik untuk melakukan langkah-langkah lebih lanjut mencari barbuk janin yang dibuang," sambungnya.
Bahkan, Komarudin mengungkap saat dilakukan penggeledahan juga didapati empat pasien di antaranya J, AS, dan RV yang baru selesai melakukan aborsi dan masih pendarahan. Sementara IT masih baru akan bersiap dilakukan tindakan.
"Jadi di dalam ada dua kamar, satu kamar tindakan satu kamar istirahat dan satu tempat pembuangan janin-janin yang setelah dilakukan tindakan. Atau disedot oleh para pelaku dibuang ke dalam closet," ungkapnya.
Adapun ketujuh orang yang diamankan sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan oleh petugas. Dengan status belum sebagai tersangka, karena masih mendalami keterlibatan dari mereka.
Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Advertisement