Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung kini menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan, tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan kini mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 81,2 persen.
Hasil ini diketahui Indikator usai melakukan survei dalam rentang 20-24 Juni 2023, menempatkan 1.220 responden, dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Baca Juga
Menurut Burhanuddin, konsistensi Korps Adhyaksa di bawah komando Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membuat masyarakat menolak adanya upaya membatasi kewenangan Kejaksaan, yakni sekadar menuntut kasus korupsi.
Advertisement
“Mayoritas masyarakat mendukung Kejaksaan memiliki kewenangan dalam menyelidik, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi. Angkanya mencapai 66,4 persen,” kata Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, Minggu (2/7/2023).
Seperti diketahui, kewenangan menyelidik, menyidik, hingga menuntut tindak pidana korupsi membuat Kejaksaan berhasil membongkar beragam kasus besar. Sebut saja megaskandal korupsi ASABRI dan Jiwasraya yang berhasil dibongkar Kejaksaan.
Di bawah komando ST Burhanuddin, Kejaksaan juga berhasil membongkar praktik mafia minyak goreng yang membuat mayoritas masyarakat di Indonesia kesulitan. Temuan Indikator juga menguatkan hal tersebut.
“Dibanding lembaga penegak hukum lain, Kejaksaan Agung paling tinggi tingkat kepercayaannya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi,” jelas Burhanuddin.
Kasus Johnny G Plate
Upaya pelemahan Kejaksaan juga belakangan muncul, mengaitkan kasus yang menimpa mantan Menkominfo Johny G Plate dengan muatan politis. Temuan Indikator, masyarakat justru menganggap sebaliknya.
“Isu dugaan korupsi yang melibatkan Johny G Plate, saat ini sedang ditangani Kejaksaan Agung, diketahui oleh 22 persen masyarakat. Di antara yang mengetahui, sekitar 80,4 persen percaya Johny G Plate melakukan korupsi,” ungkap Burhanuddin.
Di sisi lain, dalam catatan Burhanuddin, “separuh masyarakat yang mengetahui kasus tersebut menilai bahwa isu tersebut murni persoalan hukum (50,4 persen) ketimbang isu yang lebih bermuatan politik (36,3 persen).”
Advertisement