Sukses

HEADLINE: Penetapan 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024, Pemilih Muda Jadi Penentu?

KPU telah menetapkan DPT di Pemilu 2024. Ada tiga provinsi yang menjadi ceruk suara selain jumlah pemilih milenial yang cukup signifikan. Mana yang lebih dominan untuk memenangkan pertarungan di Pemilu 2024?

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 mencapai 204.807.222 orang. Jumlah itu termasuk warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Dari jumlah itu, KPU menyebut Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak yakni mencapai 35.714.901 pemilih. Disusul Jawa Timur 31.402.838 pemilih dan Jawa Tengah dengan 28.289.413 pemilih.

Menurut Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, daerah-daerah gemuk pemilih itu memang sudah masuk radar partai politik untuk mengeruk suara pada perhelatan Pemilu 2024. Tiga provinsi dengan jumlah penduduk banyak ini dianggap sebagai ceruk suara dalam memenangkan kontestasi lima tahunan.

"Saya kira jauh sebelum pengumuman DPT pun berdasarkan catatan dari partai sendiri, pengalaman di pemilu sebelumnya memang daerah-daerah yang disebutkan itu memang lumbung suara, dan itu sudah sejak lama dan jadi pusat perhatian mereka, yang karena disitu lah sebetulnya partai punya peluang untuk menambah suara," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (3/7/2023).

Untuk itu, dia memprediksi wilayah itu akan menjadi tempat pertarungan sengit bagi para parpol. Terlebih bagi para calon legislatif, harus berjuang lebih keras lantaran berada di 'dapil neraka'.

"Karena ini sudah menjadi kesadaran semua partai pemilu, saya kira akan menjadi sengit ya di situ. Dan memang dapil dapil yang ada di provinsi itu menjadi dapil neraka karena banyak 'jagoan jagoan' juga di situ dan energi partai dikerahkan lumayan besar," kata dia.

Juga terkait dengan pilpres, Firman menambahkan, provinsi ini itu akan menjadi battle ground untuk pasangan capres cawapres. Kondisi tersebut sudah disadari oleh timses bayangan dari masing masing kandidat.

"Itu akan menjadi sasaran, makanya juga mengapa kemudian cawapres ini belum conform juga, karena saya kira mempertimbangkan persoalan bagaimana cawapres itu nanti bisa menarik perhatian masyarakat di provinsi tersebut. Dengan suara terbesar itu, jadi cukup atraktif untuk masyarakat di sana. Saya kira bukan rahasia umum bahwa timnya para capres mengharapkan bahwa nanti cawapresnya akan cukup mendongkrak suara mereka di provinsi dengan suara besar itu," terang guru besar ilmu politik Universitas Indonesia ini.

Meski jadi basis suara, Firman menilai, tiga provinsi itu bukanlah sebagai penentu kemenangan bagi para kontestan dalam Pemilu 2024.  Kendati Dia menekankan, para parpol harus menggarap secara serius potensi suara yang ada di tiga provinsi tersebut.

"Setidaknya jangan sampai berantakan di provinsi itu, kalau untuk pilpres, saya kira itu harus betul-betul jadi perhatian. Tapi juga tidak bisa diabaikan untuk pileg juga karena juga kursinya lumayan buat mereka. Untuk betul-betul (menjadi) jaminan pemenangan, saya kira cukup relatif, tapi kalau digarap dengan baik itu akan sangat menguntungkan, sehingga jangan sampai berantakan," jeas dia.

Pun demikian dengan suara milenial pada Pemilu 2024. Firman menilai kelompok masyarakat itu juga bukan menjadi kunci pemenangan. Meski dalam catatan KPU, generasi milenial menjadi pemilih terbanyak dengan persentase 33,6 persen atau 68.822.369 orang.

"Kalau disebut penentu (kemenangan) saya kira masih relatif, tapi jelas jumlah itu besar sekali, tidak bisa diabaikan sama sekali karena jarang juga parpol bisa raih suara sebesar itu, rata-rata paling 11 persen didapatkan oleh masing masing partai," kata dia.

"Saya kira pembahasan suara milenial sudah ada dari 2 tahun sebelumnya jadi tinggal bagaimana partai partai itu mengimplementasikan konsep-konsep yang sudah dibahas oleh internal mereka," Firman menambahkan.

Dia meyakini para parpol telah memiliki strategi khusus dalam menggaet suara dari para kaum milenial. Jurus-jurus tersebut pun dianggapnya sudah banyak diterapkan jauh sebelum penetapan DPT oleh KPU.

"Strateginya apakah dengan menghadirkan caleg caleg milenial atau program agenda-agenda yang terkait dengan kepentingan milenial atau kemudian melakukan edukasi politik, membangun networking dengan mereka. Itu saya rasa sudah dilakukan karena besar sekali jumlah suaranya," dia menandaskan.

 

Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai masukan dari Bawaslu terkait DPT Pemilu 2024 hendaknya menjadi perhatian KPU. Ia menyebut dari sisi prosedural kemungkinan ada masalah di KPU. Karena keterbukaan data yang selalu jadi polemik dan KPU berkilah berdasarkan undang-undang tentang keterbukaan informasi publik.

"Menurut saya justru mungkin masalahnya itu di ketutupan KPU dalam bekerja mengolah data dan masukan Bawaslu kemudian menjadi penting dalam konteks itu," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (3/7/2023).

Padahal, dia menuturkan, KPU harus belajar dari penyelenggaraan Pemilu sebelumnya yang bermasalah dalam persoalan data pemilih. Jeirry menegaskan, mestinya KPU berada pada posisi membuka data agar Pemilu 2024 menjadi lebih baik.

"Kalau lihat dari pengalaman-pengalaman pemilu sebelumnya, salah satu problem data ini karena ketertutupan mekanisme kerja KPU. Sehingga urusan data dianggapnya semata-mata pekerjaannya padahal kerja KPU selama ini sudah terbukti kurang baik, artinya kualitas akurasi datanya masih bermasalah. Karena itu semestinya dia membuka data, tapi itu tidak terjadi," ujar dia.

"Kita butuh data yang akurat, paling tidak ada perbaikan dibanding pemilu lalu. Nah menurut saya, kalau lihat proses dan kemudian menyimak catatan-catatan dan masukan Bawaslu, kita punya problem yang masih sama dengan pemilu lalu, yaitu akurasi dan kualitas data," dia menambahkan.

Jika memiliki mekanisme terbuka, KPU dapat menggandeng Bawaslu dalam mengakurasi data. Sehingga bila itu dilakukan, Jeirry meyakini sejak awal masukan-masukan Bawaslu sudah bisa disampaikan dalam proses sehingga ketika penetapan DPT tidak ada masalah lagi antara KPU dan Bawaslu.

"Jadi kalau ada masukan-masukan Bawaslu dan itu disampaikan. Saya dengar plenonya kemarin juga agak keras ya agak ngotot-ngototan antara KPU Bawaslu, nah itu sudah bisa diprediksi kalau kerja KPU tertutup," dia menegaskan.

Model kerja KPU yang demikian itu, menurut Jeirry, tidak baik diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu. Karena kerja data ini seharusnya menjadi pekerjaan bersama antarinstansi terkait.

"Kalau tidak ada keterbukaan bagaimana bisa kerja bareng yang jadi sekarang ini kan kerja sendiri-sendiri, bisa jadi metode yang digunakan KPU dengan metode Bawaslu dalam rangka mengakuratkan data pemilih ini berbeda. Kalau berbeda metode aja kan sudah bisa ketahuan hasilnya akan berbeda ini," dia menegaskan.

Selanjutnya Jeirry menyoroti 3 provinsi unggulan para partai dalam mendulang suara. Menurutnya, ketiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah merupakan tempat pemilih terbesar di banding provinsi lainnya di Indonesia.

"Pemilih terbesar pemilih di Jawa Barat dan Jawa Timur. Sehingga memang jadi salah satu basis pertarungan partai-partai untuk mendapatkan suara dan kursi itu. Saya kira itu juga mungkin partai-partai memang memberi perhatian secara lebih khusus kedua daerah ini," kata dia.

Ia menjelaskan, parpol yang berhasil menguasai tiga provinsi tersebut akan unggul dalam kontestasi. Untuk itu, para peserta pemilu pun berlomba lomba menyusun strategi demi menggapai kemenangan di wilayah-wilayah itu.

"Daerah ini akan menjadi penentu kemenangan ya, atau mungkin juga bisa ditambah Jawa Tengah. Tiga daerah ini sudah pasti menjadi perhatian partai politik atau calon presiden untuk mendapatkan suara lebih banyak di sana karena suaranya besar, dengan sendirinya memang dia bisa menjadi penentu kemenangan," ujar dia.

"Saya kira partai-partai yang menang, kalau kita lihat dalam pemilu-pemilu sebelumnya memang mendapatkan suara signifikan di tiga daerah ini kan Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat," dia menambahkan.

"Partai-partai lain kalau kita lihat yang nggak mendapatkan suara signifikan karena mereka di daerah-daerah ini masih kurang perolehan suaranya. Jadi memang sumbangan terbesar ya ada di tiga daerah ini," Jeirry menambahkan.

Begitu pun dengan suara kalangan milenial. Mereka, kata Jeirry, tersebar di tiga wilayah tersebut. Sehingga sangat beririsan dalam meraih kemenangan Pemilu. "Nah generasi milenial ini juga kan terbagi di tiga daerah ini, dan tiga daerah ini juga menjadi penyumbang terbesar pemilih milenial," katanya.

"Saya kira posisinya sama itu, generasi milenial akan tersebar di sana dan sehingga dia mengikuti mekanisme pemilih di daerah tersebut meskipun karakteristik generasi milenial itu sedikit lain dibanding dengan pemilih biasa," Jeirry menandaskan.

2 dari 4 halaman

KPU Harus Responsif Atas Dinamika DPT Pemilu 2024

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyoroti sejumlah hal terkait penetapan DPT Pemilu 2024 oleh KPU. Dia menilai ada langkah-langkah strategis yang harus dilakukan KPU terkait dengan DPT Pemilu 2024.

Menurut Titi, masih ada jarak yang cukup panjang antara penetapan DPT dengan hari pemungutan suara, Februari 2024 nanti. Karena itu, tentu ada banyak dinamika yang perlu diantisipasi oleh penyelenggara pemilu

"Meskipun DPT sudah ditetapkan tetapi data pemilih sendiri sesungguhnya masih sangat dinamis yang tetap memerlukan pencermatan kita sampai dengan pemungutan suara nanti," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (3/7/2023).

Selain itu, dalam DPT Pemilu 2024 terjadi peningkatan 12 juta. Total terdapat 204.807.222 pemilih pada Pemilu 2024 nanti, terdiri dari 102.218.503 laki-laki dan 102.588.719 perempuan. Sementara DPT Pemilu 2019 sebanyak 192.866.254 pemilih.

Adapun untuk pemilih dalam negeri, tercatat 203.055.748 orang. Meningkat dibanding tahun 2019 sebanyak 190.770.329 pemilih. Dan untuk luar negeri, mengalami penurunan yang mana pada 2019 jumlahnya mencapai 2.058.191 orang, dan Pemilu 2024 nanti berkurang menjadi 1.750.474 pemilih.

"Di luar negeri angkanya malah menurun dibandingkan dengan tahun 2019. Ini yang menurut saya harus juga dipastikan bersama bahwa kenaikan dan penurunan itu betul-betul mencerminkan realitas data dan tidak ada yang istilahnya itu terkecualikan," katanya.

Padahal bila merujuk data Migrancare, kata dia, jumlah itu sangat besar tapi yang terjadi justru mengalami penurunan. Untuk itu, pada Pemilu 2024, KPU perlu mengantisipasi dengan belajar dari 2019, yang mana ada antusiasme yang sangat tinggi dari pemilih di luar negeri untuk menggunakan hak pilihnya.

"Merespons pemilih di luar negeri jangan sampai penurunan itu ternyata tidak mencerminkan realitas yang ada di lapangan sehingga pada pemungutan suara terjadi lonjakan penggunaan hak pilih yang memilih menggunakan paspor. Itu kan membutuhkan antisipasi yang harus terus-menerus membuat KPU responsif kalau dari sisi penambahan memang akan cukup besar," kata dia.

"Hal-hal seperti itu tetap harus diantisipasi oleh KPU," tegas Titi.

Catatan lain terkait DPT Pemilu 2024 ialah masih ada sejumlah data yang yang tidak bisa dihapus karena tidak adanya data autentik. Seperti ada nama yang orangnya sudah meninggal dunia, namun tidak bisa dihapus lantaran terkendala dengan dokumen legal formal. Untuk itu, Titi mendorong KPU untuk melakukan inovasi dalam memecahkan persoalan tersebut.

"Menurut saya mestinya ada terobosan hukum untuk itu, misalnya meninggal dunia tidak bisa dihapus karena tidak ada data autentik untuk mendukung itu. Saya pernah melakukan pemantauan pemilu di Nepal, untuk kasus warga negara yang tidak punya dokumen dilakukan terobosan sepanjang ada warga negara yang punya dokumen menyatakan di bawah sumpah bahwa warga negara yang tidak punya dokumen itu betul warga negara Nepal maka dimasukkan dalam data pemilih," ujar dia.

Terobosan ini, Titi melanjutkan, bisa dilakukan sepanjang ada warga negara sah yang menyatakan minimal dua saksi, kalau dia meninggal dunia. Mestinya ini bisa dilakukan penyelarasan walaupun tidak ada dokumen otentik.

"KPU juga perlu melengkapi dengan inovasi untuk melengkapi pemilih dalam perkembangan jangka waktu 7 bulan menuju pemungutan suara yang masih sangat dinamis tadi, misalnya responsif terhadap pemilih yang menyatakan dirinya belum terdaftar," ucap dia.

Yang tak kalah penting, menurutnya ialah KPU harus memberikan layanan yang profesional terhadap pengurusan pindah memilih. Rentang waktu menuju pencoblosan yang cukup lama memungkinkan adanya perpindahan warga dari satu tempat ke tempat lain.

"Sekarang kan jaraknya masih panjang ya dan pergerakan pemilih itu masih mungkin terjadi. Bagaimana KPU memberikan inovasi betul-betul pada orientasi pelayanan yang memudahkan pemilih untuk mengurus pindah memilih tanpa mengabaikan aspek akurasi dan akuntabilitas data," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Strategi Parpol Menggaet Suara Milenial

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya telah memiliki strategi untuk menggaet pemilih muda. Dasco menyadari ceruk pemilih pemula di Pemilu 2024 besar.

"Jadi kita memang sudah tahu, dari awal bahwa pemilih pemula itu demikian besar, sehingga beberapa program yang memang kita sedang rancang itu memang untuk menggaet pemula," kata Dasco pada wartawan, Senin (3/7/2023).

Namun, Dasco menyatakan tidak bisa membeberkan detail strategi untuk menggaet pemilih muda. Menurutnya itu adalah rahasia dapur parpol.

"Apa itu? Ya kita enggak bisa disampaikan di sini lah nanti ditiru yang lain," kata sia.

Wakil ketua DPR RI juga mengaku sangat percaya diri pemilih pemula akan memilih Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

"Cek aja di survei-survei, program kami masuk enggak dari hasil survei itu justru pemilih pemula itu banyak yang suka sama Pak Prabowo," katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik Adi Prayitno memprediksi Partai Amanat Nasional (PAN) bakal menjadi parpol kuat di Pemilu 2024. Pasalnya gelombang dukungan kelompok milenial makin masif mengarah untuk PAN.

Ia melihat bagaimana peluang PAN meraih dukungan dari kelompok muda. Menurutnya, melihat strategi dan kebijakan yang kini dijalankan oleh PAN, kemungkinan tersebut sangat bisa terwujud.

“Zulhas terlihat memahami situasi pemilih yang akan didominasi kelompok muda, bahkan hadirnya para tokoh populer dari kalangan selebriti menjadi penanda kesadaran Zulhas jika PAN tidak bisa lagi hanya andalkan pemilih mapan,” kata Adi.

Dukungan kelompok muda kepada partai pimpinan Zulkifli Hasan tersebut juga ikut dipengaruhi oleh ideologi PAN sebagai partai terbuka. Menurutnya langkah tersebut bisa menjadi magnet bagi pemilih muda atau pemula di Pemilu 2024.

“Sikap terbuka bagi PAN akan membuat mesin partai menguat, karena masih sedikit partai yang fokus pada pemilih muda,” ungkapnya.

Partai Demokrat pun juga telah mengincar suara Milenial dan generasi Z yang mendominasi kelompok pemilih pada Pemilu 2024. Salah satu caranya, dengan menjual sosok Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dinilai dekat dengan anak muda.

"Partai Demokrat selain memiliki Mas Ketua AHY yang memiliki kedekatan dengan Milenial, kepengurusan pusat pun mengakomodasi banyak generasi milenial, termasuk misalnya keberadaan Jubir Muda," ujar Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, Jakarta, Senin (3/7/2023).

Enam+03:10VIDEO: Dugaan Penyebab Turunnya Daftar Pemilih Pemilu RI 2024 di AS Selain itu, Partai Demokrat bakal mengangkat isu-isu yang relevan dengan anak muda. Demokrat juga akan bergerilya ke seluruh Indonesia untuk menyerap aspirasi para generasi Milenial dan generasi Z.

"Dalam setiap kegiatan Gerilya Nusantara pun selalu ada kegiatan berjumpa dan menyerap aspirasi dari perwakilan generasi ini. Ini sebagai bentuk perhatian dan komitmen Partai Demokrat, sebagaimana tagline yang dipresentasikan Mas Ketum AHY, Muda adalah Kekuatan," kata Kamhar.

Dia meyakini, dengan melibatkan langsung anak muda, bisa memenangkan hati kedua generasi itu untuk memilih Demokrat dan calon yang diusungnya di Pemilu 2024.

"Pelibatan dan pengikutsertaan pada berbagai agenda strategis bagi generasi ini menjadi salah satu cara untuk merangkul, memenangkan hati, pikiran dan pada gilirannya menjadi pilihan bagi generasi ini," jelas Kamhar.

.

4 dari 4 halaman

KPU Tetapkan DPT Pemilu 2024

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Kantor KPU RI Jakarta Pusat, Minggu (2/7/2023). Rapat pleno dibuka langsung oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.

"Dengan membaca Bismillahirrahmanirahim, rapat pleno penetapan DPT dinyatakan dibuka," kata Hasyim saat membuka rapat pleno di Kantor KPU RI Jakarta Pusat, Minggu (2/7/2023).

Dia mengatakan rapat pleno ini dihadiri oleh seluruh perwakilan KPU RI di 38 provinsi, Bawaslu di 38 provinsi, dan perwakilan partai politik.

Kemudian, hadir pula perwakilan dari kementerian/lembaga yakni, Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi, Staf Ahli Dukungan Antar Lembaga Kementerian Luar Negeri, Badan Strategi Kementerian Hukum dan HAM, hingga perwakilan Panglima TNI dan Kapolri.

"Dalam rangka rapat pleno terbuka DPT untuk penyelenggaraan Pemilu 2024, pada hari ini, Ahad, 2 Juli 2023, kita bersama-sama akan melaksanakan salah satu kegiatan penting yaitu menetapkan rekapitulasi DPT 2024," jelasnya.

Hasyim mengatakan bahwa penetapan DPT Pemilu 2024 merupakan kewenangan KPU kabupaten/kota dan panitia pemilihan luar negeri (PPLN). Adapun penetapan DPT oleh KPU kabupaten/kota dan PPLN telah dilakukan pada 20-21 Juni 2023.

"Itu sudah dilaksanakan 20-21Juni setelah itu dilakukan rekapitulasi berjenjang," ujarnya.

Sebelum rekapitulasi DPT dibacakan, Hasyim juga mengajak semua peserta rapat untuk mendoakan kesehatan Ketua Bawasalu RI Rahmat Bagja yang dirawat di rumah sakit, usai pingsan saat HUT ke-77 Bhayangkara di GBK Jakarta pada Sabtu, 1 Juli 2023.

"Sebelum kita mulai, kita berdoa, dengan iringan doa agar yang kita kerjakan senantiasa mendapat kesehatan, kekuatan, kesadaran dalam menjalankan tugas kepemiluan. Wabil khusus kepada Mas Bagja sejak kemarin dirawat rumah sakit, sekarang pindah ke RS Jantung Harapan Kita," tutur Hasyim.

Dalam pleno itu, KPU RI menetapkan 204.807.222 warga negara Indonesia (WNI) sebagai daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Jumlah DPT untuk Pemilu mendatang tersebut merupakan gabungan dari pemilih dalam negeri di 38 provinsi dan WNI yang ada di luar negeri.

"Total rekap nasional pemilih dalam dan luar negeri pada 514 kabupaten/kota dan 128 negara perwakilan, jumlah kecamatan 7.277, jumlah desa/kelurahan 83.731, jumlah TPS/TPSLN/Pos 823.220," kata Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos.

Dari jumlah itu, 102.218.503 merupakan pemilih laki-laki dan 102.588.719 perempuan. Betty menyampaikan 203.056 748 pemilih berada di Indonesia, sedangkan pemilih yang ada di luar negeri sebanyak 1.750.474.

"Kami merangkum di 128 negara perwakilan dengan jumlah TPSLN/KSK dan pos sebanyak 3.059," jelas Betty.

KPU juga menyampaikan generasi milineal menjadi pemilih terbanyak di Pemilu 2024 dengan persentase 33,6 persen atau 68.822.369 orang.

Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan jumlah pemilih Gen X yang lahir di tahun 1965-1980 berjumlah 57.486.482 atau 28,07 persen. Kemudian, pemilih generasi Z yang lahir dari tahun 1997 sampai 2000-an berjumlah 46.800.161 atau 22,85 persen.

"Pemilih Pre-Boomer 3.570.850 (1,74 persen). (Pemilih) Baby Boomer 28.127.340 (13,73 persen)," kata Betty dalam rapat pleno rekapitulasi DPT Pemilu 2024 di Kantor KPU RI Jakarta Pusat, Minggu (2/7/2023).

Boomer adalah generasi yang saat ini berusia 59-77 tahun (lahir 1946-1964). Sementara itu, Pre-Boomer merupakan generasi yang lahir sebelum 1945, yang berarti usia mereka saat ini 78 tahun ke atas.

"Jumlah pemilih usia di atas 40 tahun 98.448.775 orang, usia 31-40 tahun 42.398.719 orang. Jumlah pemilih usia 17-30 tahun 63.953.031 orang. Pemilih kurang dari 17 tahun, 6.697 orang," jelas Betty.