Sukses

Penjelasan KPK soal Rumah Rafael Alun yang Sudah Disita Namun Masih Dihuni Anaknya

Ali mengatakan, rumah Rafael Alun di Simprug tetap dipantau dan dikelola oleh pihak Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi penjelasan soal rumah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo di Simprug, Jakarta Selatan yang masih dihuni oleh anak Rafael Alun.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, meski rumah tersebut sudah disita oleh tim penyidik, namun rumah tersebut belum bisa dirampas sebelum adanya putusan dari pengadilan. Oleh karena itu, kata Ali, rumah yang disita dalam proses penyidikan masih bisa ditempati oleh penghuni.

"Adapun secara teknis, barang sitaan berupa rumah atau pun bangunan dalam proses penyitaan di penyidikan dapat dilakukan perawatan dengan cara dititip rawat kepada penghuninya," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (5/7/2023).

Ali mengatakan, penghuni boleh menempati rumah tersebut selama belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Meski belum ada putusan inkrah, Ali menyebut penghuni tak bisa menjualnya kepada orang lain.

"Namun, sama sekali barang tersebut tidak dapat dialihkan kepada pihak lain oleh penghuni dimaksud," kata Ali.

Rumah Rafael Alun Tetap Dipantau

Ali mengatakan, rumah Rafael Alun di Simprug tetap dipantau dan dikelola oleh pihak Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi.

"Sehingga untuk itu KPK sejak tahun 2020 telah membentuk direktorat khusus yang menangani dan mengelola barang bukti, sitaan dan rampasan serta melakukan eksekusinya," kata Ali.

Sebelumnya, akun Twitter @logikapolitikid menginformasikan rumah Rafael Alun di Simprug yang telah disita KPK masih dihuni oleh anaknya. Akun ini memperlihatkan foto seorang laki-laki yang diduga anak Rafael Alun akan menyantap makanan di dalam sebuah rumah. Akun ini menyebut KPK telah membohongi publik.

Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi perpajakan di DJP Kemenkeu. KPK juga menjerat Rafael Alun dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Terkait graitifikasi, Rafael diduga menerima USD90 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar melalui perusahaan konsultan pajak miliknya. Kasus ini bermula saat Rafael diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur I pada 2011.

"Dengan jabatannya tersebut diduga RAT (Rafael Alun) menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).

Firli mengatakan, Rafael juga diduga memiliki beberapa usaha yang satu diantaranya PT Artha Mega Ekadhana (PT AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

Firli mengatakan, pihak yang menggunakan jasa PT AME adalah para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak. Menurut Firli setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, Rafael diduga aktif merekomendasikan PT AME.

"Sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT sejumlah sekitar US$90 ribu yang penerimaannya melalui PT AME dan saat ini pendalaman dan penelurusan terus dilakukan," kata Firli.

2 dari 2 halaman

KPK Sita 20 Bidang Tanah Rafael Alun

Dalam penyidikan kasus ini, KPK menyita 20 bidang tanah dan bangunan milik mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo (RAT). 20 bidang tanah dan bangunan itu diduga dihasilkan dari tindak pidana.

"KPK pada proses penyidikan perkara tsb, sejauh ini telah melakukan penyitaan terhadap 20 bidang tanah dan bangunan milik tersangka kasus dugaan gratifikasi dan TPPU, RAT (Rafael Alun)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (22/6/2023).

Ali mengatakan, ke 20 aset tanah dan bangunan ini tersebar di tiga kota, yakni sebanyak enam bidang tanah dan bangunan berada di Jakarta, tiga aset di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 11 di Manado, Sulawesi Utara. Nilainya mencapai Rp150 miliar.

"Adapun total dari 20 aset yang disita ini jumlahnya mencapai Rp150 miliar," kata Ali.

Ali mengatakan, penyitaan aset ini merupakan langkah KPK dalam melakukan optimalisasi pemulihan aset pelaku tindak pidana korupsi. Ali menyebut KPK akan terus mengejar aset-aset yang diduga dihasilkan dari tindak pidana.

"Hal ini sejalan dengan target KPK untuk melakukan asset recovery keuangan negara sekaligus memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi di Indonesia," Ali menandasi.