Liputan6.com, Banda Aceh: Maskapai penerbangan Seulawah Nanggroe Aceh Darussalam Air (Seulawah NAD) terpaksa berhenti beroperasi akibat terjerat utang hingga Rp 5 miliar. Penghentian operasional tersebut dilakukan sambil menunggu investor baru. Demikian disampaikan Komisaris PT Seulawah NAD Air Usman Budiman, baru-baru ini.
Akibatnya, untuk sementara seluruh agen penerbangan milik pemerintah Provinsi NAD juga tidak beraktivitas termasuk kantor cabang di Kantor Dinas Pertambangan. Dua pilot Seulawah kini dipinjamkan ke PT Kartika Air, sedangkan sebagian pramugari senior diperbantukan ke maskapai penerbangan Batavia Air sambil menunggu Seulawah terbang kembali.
Usman Budiman menyatakan, persaingan yang ketat memaksa pihaknya menghentikan kontrak dengan PT Transmile selaku pemilik pesawat. Dia meminta Transmile mengubah nilai sewa kontrak dari US$ 1.450 menjadi US$ 1.200 per jam. Namun permintaan itu tidak dikabulkan. Saat ini Seulawah harus menutup sisa utang pada PT Transmile sebesar Rp 1,9 miliar. Jumlah ini belum termasuk tunggakan catering dan asuransi masing-masing sebesar Rp 400 juta.
Saham terbesar Seulawah dikuasai Pemda Aceh sebesar 50 persen atau Rp 10 miliar, diikuti PT Wawasan sebesar 35 persen atau Rp 7 miliar, dan sisanya milik PT Benji Prima. Menurut Usman, saat ini investor Malaysia dan Thailand telah meminang Seulawah untuk terbang kembali. Dia berharap bila proses berjalan mulus, Seulawah kembali meramaikan transportasi udara Nusantara awal Juli mendatang.
Potensi penumpang yang terus melonjak mendorong Pemda Aceh merintis Seulawah. Saat gangguan keamanan di Serambi Mekah meningkat, diperkirakan 200 penumpang per hari berangkat dari Aceh ke Medan dan Jakarta [baca: Penumpang Pesawat dari Aceh Melonjak].(COK/Mukhtarudin Yakob)
Akibatnya, untuk sementara seluruh agen penerbangan milik pemerintah Provinsi NAD juga tidak beraktivitas termasuk kantor cabang di Kantor Dinas Pertambangan. Dua pilot Seulawah kini dipinjamkan ke PT Kartika Air, sedangkan sebagian pramugari senior diperbantukan ke maskapai penerbangan Batavia Air sambil menunggu Seulawah terbang kembali.
Usman Budiman menyatakan, persaingan yang ketat memaksa pihaknya menghentikan kontrak dengan PT Transmile selaku pemilik pesawat. Dia meminta Transmile mengubah nilai sewa kontrak dari US$ 1.450 menjadi US$ 1.200 per jam. Namun permintaan itu tidak dikabulkan. Saat ini Seulawah harus menutup sisa utang pada PT Transmile sebesar Rp 1,9 miliar. Jumlah ini belum termasuk tunggakan catering dan asuransi masing-masing sebesar Rp 400 juta.
Saham terbesar Seulawah dikuasai Pemda Aceh sebesar 50 persen atau Rp 10 miliar, diikuti PT Wawasan sebesar 35 persen atau Rp 7 miliar, dan sisanya milik PT Benji Prima. Menurut Usman, saat ini investor Malaysia dan Thailand telah meminang Seulawah untuk terbang kembali. Dia berharap bila proses berjalan mulus, Seulawah kembali meramaikan transportasi udara Nusantara awal Juli mendatang.
Potensi penumpang yang terus melonjak mendorong Pemda Aceh merintis Seulawah. Saat gangguan keamanan di Serambi Mekah meningkat, diperkirakan 200 penumpang per hari berangkat dari Aceh ke Medan dan Jakarta [baca: Penumpang Pesawat dari Aceh Melonjak].(COK/Mukhtarudin Yakob)