Liputan6.com, Jakarta Wali Kota Medan Bobby Nasution mendapat kritik pedas gara-gara mendukung tembak mati begal. Kebijakan itu dinilai sangat berbahaya karena tindakan tersebut dilakukan tanpa proses peradilan yang adil,
Menurut Kriminolog UGM, Soeprapto, menilai tembak mati begal bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena tak memenuhi syarat proses peradilan yang minimal harus ada laporan, barang bukti dan saksi.Â
Baca Juga
"Sangsi pidana hukuman mati tidak dapat diberlakukan sembarangan. Setidaknya jika pelaku nya memenuhi ada unsur pembunuhan berencana atau terkait penyalahgunaan atau peredaran narkoba". Jadi jika bagi pelaku begal diusulkan ditembak mati, sudah tentu tidak sesuai dengan KUHP kita," kata Soeprapto kepada Liputan6.com, Kamis, (13/7/2023).
Advertisement
Selain itu, kata dia, pemberian sangsi hukum sebenarnya untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan meminimalkan terjadinya tindak berulang.
"Jadi jika pelaku langsung dibunuh maka efek jera menjadi tidak terpantau," ujarnya.
Namun, jika pelaku begal itu diproses hukum maka akan dapat diketahui faktor penyebab mengapa seseorang membegal.
"Apakah karena terdesak kebutuhan ekonomi yang pemenuhannya mengalami jalan buntu? Atau karena ingin dapat sesuatu secara instan dan malas bekerja? Atau karena faktor eksternal lemahnya sistem kontrol sosial?" kata Soeprapto.
Selain itu, kata dia, tembak mati begal juga melanggar hak asasi manusia (HAM).Â
"Tindakan tembak langsung juga menimbulkan rawan salah sasaran maupun fitnah, bagi orang yang dendam kepada orang lain, bisa dengan mudah berteriak 'begal' agar ditembak polisi," ujarnya.
Amnesty International Indonesia Minta Bobby Nasution Tarik Pernyataan yang Dukung Tembak Mati Begal
Amnesty International Indonesia mendesak Wali Kota Medan Bobby Nasution mencabut pernyataan yang mendukung aksi tembak mati begal. Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena khawatir, pernyataan Bobby Nasution tersebut menjadi legitimasi bagi pembunuhan di luar hukum dalam kasus-kasus lainnya.
Hal itu sangat berbahaya karena tindakan tersebut dilakukan tanpa proses peradilan yang adil, sehingga bisa berdampak bahkan pada individu yang belum terbukti bersalah.
"Kami mendesak Wali Kota Medan segera menarik pernyataan yang mendukung Polrestabes Medan menembak mati secara sewenang-wenang terduga pelaku tindak kejahatan," kata dia di Jakarta, Rabu, (13/7/2023).
Wirya Adiwena mengatakan, tidak pantas seorang kepala daerah mendukung tindakan di luar hukum seperti tembak mati begal, apalagi jika dilakukan aparat kepolisian.
"Penembakan yang dilakukan anggota Polrestabes Medan terhadap seseorang yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan begal merupakan pembunuhan di luar hukum," katanya.
Lebih jauh Wirya mengatakan, penembakan mati itu tidak saja melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, seperti hak atas kehidupan, hak atas peradilan yang adil, dan hak untuk terbebas dari perlakuan tidak manusiawi, namun juga mencederai peraturan yang dibuat sendiri oleh Kepolisian Republik Indonesia dalam menindak kejahatan.
"Wali Kota seharusnya mengingatkan Polrestabes Medan akan prinsip-prinsip dan peraturan tersebut dan fokus pada tindakan pencegahan kejahatan, bukan justru mengapresiasi pelanggaran yang telah dilakukan aparat kepolisian," katanya.Â
Lebih dari itu, Amnesty International Indonesia juga mendesak Polrestabes Medan untuk melakukan penyelidikan independen atas dugaan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan salah seorang anggotanya.
Advertisement