Liputan6.com, Jakarta - Bila melancong ke Labuan Bajo, jangan lupa mampir Pulau Messah. Pulau yang terletak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur menyimpan banyak cerita.
Pulau ini dihuni 2.164 jiwa atau 604 kepala Keluarga (KK). Penduduknya ramah dan memegang teguh budaya gotong-royong.Â
Seperti kata pepatah 'tak kenal maka tak sayang'. Mari berkenalan dengan mereka, ada Yogi Indrawan, sang Kepala Dusun di Desa Pasir Putih.
Advertisement
Kemudian, Fhykran sosok nahkoda kapal yang serba bisa. Kelebihannya, mampu mencari lobster di kedalaman 20 meter tanpa menggunakan peralatan selam.
Pemuda-pemuda ini mendampingi rombongan lembaga filantropi Dompet Dhuafa yang terdiri dari relawan, tim media dan influencer.Â
Datang jauh-jauh dari Jakarta untuk menebar kebahagian ke warga di Pulau Messah. Rabu (28/6/2023) pagi, dipandu Kepala Desa Pasir Putih, Mustaming rombongan menaiki kapal ojek-sebutan warga setempat yang saat itu sedang dalam bersandar di Dermaga Biru, Labuanbajo. Kapal menjadi satu-satu transportasi.Â
Jarak antara pelabuhan sekira 10 kilometer sampai 15 kilometer. Sepanjang perjalanan disuguhkan pemandangan.Â
Tak terasa satu jam berlalu, sebentar lagi sampai ke daratan. Terdengar nyaring teriakan anak-anak bahkan sejajar dengan deru mesin kapal. "Hei,hei,hei," teriak anak-anak di dekat dermaga kecil.Â
Rombongan naik ke atas dermaga berjalan kaki ke pintu masuk. Langkah kaki diiringi alunan musik tradisional.Â
Kepala Desa Pasir Putih, Mustaming mengatur barisan rombongan menjadi tiga baris ke belakang. Wanita berada di barisan paling depan. Sementara laki-laki mengikuti di belakang. Â
Tampak, dua orang laki-laki berpakaian adat memalangi pintu masuk. Keduanya berkelahi menggunakan tombak dan pedang. itu adalah tarian manca, yang dimainkan kala menyambut tamu istimewa.Â
Setelah penampilan berakhir, ibu-ibu berkerudung berdiri membawa wadah berisi bedak dingin, katanya skincare khas Nusa Tenggara Timur. Bedak dingin ditaburkan ke wajah rombongan wanita sebagai tanda perkenalan.Â
Rombongan diarahkan langsung menuju masjid. Di sana, duduk membaur saling berkenalan satu sama lain. Salah satu perwakilan dari lembaga Filantropi Dompet Dhuafa memberikan sambutan, menjelaskan maksud kedatangan.Â
Lembaga Filantropi Dompet Dhuafa menyumbangkan 8 ekor sapi untuk disembelih pada hari Raya IdulAdha di Pulau Messah. Pertemuan di masjid hanya berlangsung setengah jam.Â
Rombongan kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok. Awak media dan influencer akan didampingi Yogi Indrawan menuju ke sebuah rumah semi permanen, yang menjadi tempat penginapan.Â
Rumah itu milik salah seorang tokoh masyarkat. Ukuran ruangan cukup luas. Ada tiga tempat tidur.Â
Dari segi fasilitas di mess terbilang jauh lebih baik ketimbang rumah yang dihuni kelompok lainnya. Selama menginap, penghuni dijatah dua ember untuk satu hari.Â
Â
Sulit Mendapatkan Air Bersih
Tak perlu heran, perlu perjuangan keras untuk mendapatkan satu ember besar berisi air bersih. Mereka membeli air bersih di pulau sebrang. Begitulah yang dirasakan oleh warga setempat selama bertahun-tahun.Â
Lingkungan di depan mess sangat enak dan nyaman. Lokasinya dekat lapangan, yang menjadi pusat keramaian. Banyak anak-anak bermain.
Persis di depan mess ada sebuah warung mirip dengan warkop. Seorang ibu-ibu dikenal dengan nama Rita bergantian dengan anaknya melayani pembeli yang datang.Â
Sementara beberapa pemuda duduk di kursi panjang berbincang-bincang. Achmad Musonef atau Sonebb dan teman-teman menghampiri pemuda-pemuda Pulau Messah. Ia berkenalan satu sama lain.Â
Soneb, Oghel Zulvianto atau Oghel, Isnaini Arsyad, dan Amelia Oktaviani karib dipanggil Cimol merupakan influencer yang ikut bersama rombongan lembaga filantropi Dompet Dhuafa.Â
Sonebb tergolong pria yang supel, humble. Tingkah acap kali membuat orang-orang di sekitar tertawa lepas.Â
Asyik mengobrol, Yogi datang mengajak ke atas tebing melihat secara utuh pemandangan di Pulau Messah. Pesona keindahan alam di Pulau Messah begitu tampak, begitu sampai ke atas.
Sonebb berfoto-foto berlatar pemandangan lautan luas. Sementara, itu ada yang berbincang-bincang dengan Yogi sambil menunggu matahari terbenam.Â
Yogi menceritakan sekelumit permasalahan yang dialami warga. Tak hanya masalah air, warga juga bingung mengatasi persoalan sampah terutama sampah rumah tangga. Yogi berkata jumlah balita di Pulau Messah, cukup banyak.
"Kapal pengangkut sampah hanya seminggu sekali datangnya. Coba bayangkan, di sini balita banyak yang masih menggunakan popok. Sehari berapa kali mereka menganti popok. Gimana sampahnya," ucap Yogi.
"Akhirnya apa, nanti bisa kita lihat popok di pinggir laut, kita mau melarang ya gimana, susah juga kan," timpalnya lagi.
Advertisement
Menginap di Rumah Warga
Hari mulai gelap, Yogi, Soneb dan yang lain segera turun karena sebentar lagi adzan magrib berkumandang.
Rombongan ke mess beristirahat sejenak sekaligus bersih-bersih badan. Jam menunjukkan pukul 19.00 waktu setempat, Yogi datang menjemput. Dia bilang, waktunya makan malam.
Rombongan sebelumnya juga diberitahu via WhatsApp oleh Ika, orang yang bimbing rombongan awak media selama berada di Pulau Messah.Â
Sonebb dan yang lain beranjak dari tempat tidur menuju ke rumah salah satu warga, yang masih ada hubungan keluarga dengan Kepala Desa.
Rumah itu menyediakan makan untuk sarapan, makan siang dan makan malam yang diperuntukkan ke rombongan selama menetap di Pulau Messah. Menunya terbilang sederhana, tapi rasanya boleh diadu dengan restoran bintang 5.
Yogi berujar, juru masak memang membuka usaha catering yang tersebar di Labuanbajo. Terang saja, masakan terasa lezat.
Selesai menikmati hidangan, Soneb, Isnan, dan yang lainnya diajak nongkrong oleh pemuda-pemuda Messah. Duduk bareng di atas kursi panjang berbahan kayu, bercerita pengalaman masing-masing sampai larut malam.Â
Tak hanya Yogi. Ada pula Fhykran, Jidan, Gema dan Rio. Seharian bersama, kearaban semakin tumbuh seperti layaknya saudara. Padahal baru sehari saja berjumpa tapi rasa-rasanya sudah seperti menahun.
Udara di luar semakin dingin. Angin malam menusuk-nusuk kulit. Tak kuat berlama-lama, Sonebb, isnan, dan awak media yang lain memilih menyudahi obrolan.Â
Keesokan hari, Gema takbir berkumandang terasa merdu di telinga. Anak-anak, orang dewasa berduyun-duyun memenuhi masjid. Hari itu, rombongan bersama warga menunaikan salat IdulAdha.Â
Setelah itu, warga berkunjung rumah ke rumah, sekadar menyapa dan menyampaikan permohonan maaf lahir dan bathin. Soneb, Isnan dan awak media diajak bersilturahmi ke rumah Yogi.Â
Orangtuanya menyambut dengan hangat kedatangan Soneb dan yang lain, diajak masuk ke dalam. Orangtua Yogi mempersilakan tamu untuk mencicipi hidangan khas Pulau Messah.Â
Hanya sebentar berbincang, karena Soneb, Isnan dan yang lain diminta untuk mengikuti prosesi pemotongan hewan kurban.
Total 12 ekor sapi dan  20 ekor kambing yang disembelih. Adapun, delapan sapi diantaranya pemberian dari lembaga filantropi Dompet Dhuafa.
Mereka berkumpul di Lapangan Sepak Bola, Pulau Mesa atau Messah, Nusa Tenggara Timur.Â
Â
Kurban Sapi
Seorang pria mengenakan kaos cokelat lengan panjang. Ia mengalungkan pengeras suara. Sibuk mondar-mandir ke sana-kemari memberikan pengarahan kepada panitia kurban. Dia adalah Afrdar Rihi yang bertugas mengawasi selama prosesi pemotongan hewan berlangsung
"Satu komando, satu komando. Anak-anak di sana jangan ada yang mendekat. Selain panitia jangan ada yang dekat-dekat," kata Afdar pakai pengeras suara.Â
Sapi cokelat dengan bobot 250 kilogram dituntun ke sebuah pohon pohon tammate atau dikenal pula dengan sebutan pohon kudo. Di sana sudah ada, enam orang, satu orang betugas sebagai tukang jagal.
Di pohon itu, terdapat lubang sebagai wadah menampung darah sapi. Kaki sapi diikat tali tambang, dijatuhkan ke tanah. Panitia pun mendekat untuk memegang badan sapi demi menahan amukan sapi. golok diarahkn ke bagian leher. Proses sembelih dimulai diiringi lantunan takbir.
Sapi tak bernyawa dipindahkan ke tempat lain. Di bawah tenda hijau, daging dicacah menjadi beberapa bagian. Sebanyak 25 warga dari delapan RT di Desa Pasir Putih dilibatkan untuk menjadi panitia kurban Idul Adha 1444 H. Mereka saling berbagi tugas.
Menariknya, pendistribusian daging kurban sama sekali tidak menggunakan plastik. Penerima tinggal datang membawa baskom kosong. Sementara bagi warga yang berusia lanjut, panitia akan mengantar daging ke rumahnya.Â
Keringat mengucur deras. Tubuh sudah sangat lelah seharian berkutat dengan hewan kurban. Yogi, Fkyran, Gema mengajak pergi mandi di tengah laut.Â
Tentu dengan menumpang kapal motor. Fhykran berjalan ke belakang messh. Ada dua kapal motor sedang bersandar. Dia mengarahkan. Satu-persatu rombongan naik ke atas kapal. Fhykran menghidupkan mesin dan duduk dekat kemudi.Â
Kapal melaju membelah lautan. Meski tak satupun alat keselamatan menempel di badan, tapi tak satupun ada yang khawatir. Karena ditenangkan oleh pemuda-pemuda Pulau Messah.Â
Beberapa menit kemudian, mesin kapal berhenti. Jidan bergegas mengambil tali mengingatkan kapal ke dekat batu. Penumpang menceburkan diri ke laut. Airnya dangkal dan banyak sekali bintang laut bertebaran.Â
Selama 15 menit berendam di dalam air laut. Hari sudah mulai gelap. Yogi, Jidan dan Fkyran meminta semuanya segara naik ke kapal untuk kembali ke pulau.
Â
Advertisement
Berkunjung ke SDN
Keesokannya, rombongan dari lembaga filantropi Dompet Dhuafa berkunjung SDN, Pulau Mesa Desa Pasir Putih, Laboan Bajo, Nusa Tenggara Timur.Â
Puluhan siswa-siswi berbaris memanjang ke belakang. Oghel Zulvianto berdiri di barisan paling depan. Ia bertingkah layaknya anak-anak memandu para siswa-siswi bernyanyi dan membuat yel-yel. Anak-anak dengan riang gembira mengikuti.
Oghel kemudian menuntun anak-anak masuk ke kelas masing-masing. Ada enam kelas dari kelas 1 sampai kelas 6 di SDN Pulau Mesa.Â
Oghel hadir di kelas 3, Sonebb di kelas 1, Cimol di kelas 2. Para pelajar mengikuti aktivitas belajar-mengajar. Seperti di kelas 2, Amelia atau tenar dengan nama Cimol menyapa satu-persatu siswa yang hadir.Â
"Hallo semua," ucap Cimol. Cimol memperkenalan diri. Bersama dengan dua orang relawan yang turut menemani.Â
Cimol sendiri seorang Influencer. Sementara dua orang lainya, ada yang berprofesi sebagai mahasiswa dan jurnalis.Â
"Ada yang tau Influencer," tanya Cimol.
"Enggak," jawab pelajar dengan kompak.Â
Cimol dan bersama relawan lain menerangkan profesi masing-masing secara ringkas. Kemudian, anak-anak diminta menyebutkan cita-cita. Sebagian diantaranya ingin menjadi TNI, Polri dan dokter.Â
Tiba-tiba Kepala Dusun Yogi Indrawan masuk ke ruang kelas 2. Dia pun meminta anak-anak yang bercita-cita menjadi TNI-Polri memeragakan baris-berbaris. Ada Muhammad Saparudin, Syarief, dan Bilal. Â
"Siaap grak," ucap Yogi mengarahkan anak-anak. Dia mengatakan, TNI dan Polri harus tegas dan kuat.Â
"Jawab dengan tegas," coba kenalkan namanya. Yogi meminta membuat barisan menyamping. Satu-persatu siswa mengikuti arahan.Â
Nampak, anak-anak antusias mengikuti proses-belajar mengajar. Diakhir, kegiatan siswa yang hadir diberikan paket alat-alat tulis.
Hari itu, menjadi hari terakhir buat sebagaian rombongan. Karena esok hari merak akan meninggalkan Pulau Messah.Â
Di penghujung malam terakhir, Yogi dan Fhykran beserta teman-temanya memberikan kejutan. Tiba-tiba, ia membawa satu ekor ikan segar beserta alat panggang. Bersama pemuda-pemuda asli Pulau Messah menghabiskan malam dengan bersenda gurau sambil menikmati ikan bakar.Â
Hari yang tak pernah dinantikan pun tiba. Warga dan pemuda Pulau Messah melepas kepergian rombongan.Â
Air mata Fhykran tumpah, ia tak kuasa menahan kesedihan. Sebuah kaos yang dikenakan saat mandi bersama di laut diberikan kepada Fhykran sebagai kenang-kenangan.Â
Keramahan, kebaikan warga terus melekat diingatan, meski raga sudah pergi meninggalkan di Pulau Messah.Â