Liputan6.com, Jakarta Jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 mendatang mengalami peningkatan, di mana hasil sejumlah survei menunjukkan usia 17-40 tahun akan menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar yakni hampir mencapai 60% atau setara dengan 110 juta pemilih dari total keseluruhan jumlah pemilih di Indonesia.
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho mencermati, di era media sosial ketertarikan pemilih muda terhadap isu-isu partisipasi publik, ekonomi-politik, hingga politik global cukup tinggi.
Namun sayang, ketertarikan ini kurang diimbangi dengan pendidikan politik dan  pemahaman kewargaan serta kebangsaan yang mencukupi.
Advertisement
Dibutuhkan semacam serial dialog yang intens dan inklusif untuk memperkuat wawasan kebangsaan dan edukasi politik kepada generasi muda mengingat mereka adalah aktor penggerak sosial ekonomi dan partisipasi politik, sekaligus calon pemimpin ke depan.
Hal ini yang melatarbelakangi pegiat pelatihan kepemimpinan dan kebangsaan untuk anak muda, Dimas Oky Nugroho menggelar serial kegiatan diskusi politik bersama para pemimpin muda di berbagai kota.
Rabu, 12 Juli 2023 lalu, Dimas menggelar kegiatan yang dinamakan 'Diskotik Bang DON' atau Diskusi Politik Bersama Dimas Oky Nugroho bersama sejumlah perwakilan pemimpin muda dari Selatan Jawa Timur di Kabupaten Pacitan.
Menurut Dimas, kegiatan ini juga dilakukan untuk menyerap suara dan aspirasi mulai dari keresahan, kritik, sampai gagasan dan masukan cerdas dari anak muda sebagai penguasa demografi terbesar saat ini di Indonesia.
"Saya dan tim sebenarnya sudah melakukan kegiatan ini sejak lama, lebih dari 5 tahun terakhir kita berkeliling dan berdialog dengan anak-anak muda dari satu kota ke kota yang lain. Program ini kami sebut Kolaborasi Positif. Tujuannya selain ingin mendengar berbagai perspektif tapi juga memetakan aspirasi dan ekspektasi anak-anak muda Indonesia hari ini yang cukup beragam dan progresif. Kegiatannya dikemas sederhana dan spontan dari mulai diskusi, kuliah tamu, aktivitas sosial budaya, bedah buku, survey sampai pameran UMKM dan ekraf", ujar Dimas.
Dimas menegaskan bahwa pemerintah, perumus dan pelaksana kebijakan, termasuk partai politik, bisnis dan masyarakat sipil harus lebih bersungguh-sungguh melibatkan partisipasi anak-anak muda secara esensial, berdampak, massif serta non-elitis.
"Anak muda jangan hanya dijadikan objek eksploitasi politik, tapi harus dioptimalkan sebagai kekuatan penggerak sosial politik maupun sosial ekonomi bangsa ini, secara otentik. Isu di anak muda saat ini adalah isu sosial ekonomi, pendidikan, lapangan kerja dan persoalan kesenjangan, khususnya kesenjangan akses. Di mata mereka tingginya korupsi, politik dinasti yang norak dan politik identitas yang eksklusif adalah sesuatu yang dimusuhi secara kolektif", tegas doktor antropologi politik yang juga Ketua Perkumpulan Kader Bangsa ini.
Â
Libatkan Kepemimpinan Anak Muda
Sementara itu salah seorang peserta yang juga tokoh muda asal Pacitan, Muhammad Tonis yang hadir dalam diskusi memberikan catatan tentang pentingnya keterlibatan yang berkapasitas dari anak muda dalam kepemimpinan nasional.
Menurut Toni, anak muda mendukung pelaksanaan Pemilu yang bebas, jujur, adil dan demokratis. Namun di era ini, menurutnya, Indonesia juga butuh penguatan dan relevansi demokrasi.
Eranya anak muda, Toni menambahkan proses perumusan kebijakan tertinggi harus pula melibatkan kepemimpinan anak muda atau paling tidak berpihak pada isu pemberdayaan anak-anak muda.
"Saya kira wacana capres alternatif, capres anak muda, harus kita gulirkan sebagai bagian dari gerakan awal untuk meningkatkan awareness dan memanggil partisipasi anak muda secara nasional terlibat dalam proses politik kebangsaan. Anak-anak muda hari ini jangan hanya pasrah sebagai objek pembangunan tapi juga harus aktif bergerak dan terlibat sebagai subjek bahkan pembangunan," pungkas Toni.
Advertisement