Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku telah beberapa kali melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap Nistra Yohan, sosok di daftar 11 nama yang diduga menerima aliran uang kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Meski tidak kunjung hadir, penyidik belum memutuskan perlunya menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) atau pun menyematkan status cegah terhadapnya.
"Belum (putuskan DPO)," tutur Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung Haryoko Ari Prabowo, Kamis (20/7/2023).
Yang jelas, kata dia, Kejagung telah melayangkan panggilang pemeriksaan terhadap 11 sosok yang namanya ada dalam BAP terdakwa kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, termasuk Nistra Yohan.
Advertisement
“Yang jelas sudah saya panggil. Saya lupa panggilan ke berapa,” jelas dia.
Menurut dia, penerbitan DPO ataupun status cegah terhadap Nistra Yohan tentu berdasarkan urgensi dan hasil pertimbangan penyidik dalam menangani kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.
"Ya tergantung kebutuhannya, alat buktinya seperti apa, ya kita lihat nanti. Cek saja nanti seperti apa," Prabowo menandaskan.
Sebelumnya, Kejagung terus mendalami setiap keterangan dari terdakwa kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Salah satunya, terkait pengakuan adanya sosok atas nama Nistra Yohan, yang disebut menjadi penerima dan perantara penggelontoran uang Rp70 miliar terkait perkara tersebut.
“Orangnya belum ada. Sampai sekarang tidak ada, belum hadir (pemeriksaan),” tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
Siapa Nistra Yohan?
Berdasarkan informasi, Nistra Yohan merupakan staf ahli anggota Komisi 1 DPR Sugiono dari kader Partai Gerindra. Adapun perihal dugaan aliran dana kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo ke Komisi I DPr RI, sejauh ini masih digali alat bukti atas informasi tersebut.
“Ya sampai sekarang alat buktinya kan belum ada itu (aliran Rp70 miliar ke Komisi I). Ya mudah-mudahan dia datang lah,” jelas dia.
Nistra Yohan memang telah beberapa kali diminta untuk hadir dalam pemeriksaan, dalam rangka mengusut berbagai dugaan dan pencarian alat bukti kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Hanya saja, dia tidak kunjung hadir dan dikabarkan telah berada di luar negeri.
“Belum tahu (di Malaysia atau di mana), kan panggilan masih. Kecuali tersangka diuber,” Febrie menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan terhadap 11 nama diduga penerima uang penanganan perkara, yang tercatat dalam BAP terdakwa Irwan Hermawan (IW).
“Itu akan dipanggil semua, makanya saya nggak tahu nih jadwalnya, kan hari-harinya ada tuh,” tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah kepada wartawan, Senin (10/7/2023).
Advertisement
Para Tersangka
Menurut Febrie, pihaknya tentu mendalami informasi yang disampaikan terdakwa dan menelusuri alat bukti yang ada. Sebab, hal itu diperlukan untuk memastikan kebenaran dibandingkan hanya sekedar pengakuan.
“Yang jelas kita konfirmasi kebenaran-kebenarannya. Kemudian kita juga tanya ke Irwan, kasihnya di mana, tempatnya di mana, kapan waktunya. Itu nanti perlu didalami,” jelas Febrie.
Dalam perkara ini Kejagung menetapkan beberapa tersangka. Mereka yang sudah menjalani sidang dakwaan di antaranya mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, yang didakwa merugikan keuangan negara Rp8.032.084.133.795,51 dalam kasus ini.
Jaksa pada Kejagung menyebut dalam kasus korupsi BTS 4G tersebut, Johnny G. Plate memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar Jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa 27 Juni 2023.
Jaksa menyebut Johnny memperkaya diri sendiri sebesar Rp17.848.308.000,00. Kemudian memperkaya orang lain dan korporasi di antaranya Anang Achmad Latif sebesar Rp 5 miliar, Yohan Suryanto, Yohan Suryanto Rp 453.608.400,00, Irwan Hermawan Rp 119 miliar, Windi Purnama sebesar Rp500 juta.
Kemudian Muhammad Yusrizki sebesar Rp50 miliar dan USD 2,5 juta, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490,00, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955,00, Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600,00.
Sangkaan
Jaksa menyebut Johnny Plate merugikan keuangan negara bersama-sama dengan Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan Kuasa pengguna Anggaran (KPA), Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI), Irwan Hermawan sebagai Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Mukti Ali selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, dan Muhammad Yusriki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Prima.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," ujar Jaksa.
Jaksa menyebut, kerugian keuangan negara sebesar Rp8 triliun dalam kasus ini dihasilkan dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia.
Atas perbuatannya, Johnny G Plate didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Advertisement