Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda Rp 28 miliar dalam kasus persekongkolan tender revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) kepada dua dari total tiga perusahaan terlapor.
Tiga perusahaan, antara lain PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Pembangunan Perumahan (Persero), dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama terbukti bersalah dalam perkara dugaan pelanggaran pengadaan pekerjaan proyek revitalisasi pusat kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) tahap III.
Baca Juga
"Atas pelanggaran yang dilakukan, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 16,8 miliar kepada PT Pembangunan Perumahan, serta sebesar Rp 11,2 miliar kepada PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama," dikutip dari laman KPPU.go.id, Jumat (21/7/2023).
Advertisement
Keputusan itu dijatuhkan dalam Perkara Nomor 17/KPPU-L/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Proyek Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) Tahap III. Putusan dibacakan pada Kamis, 18 Juli 2023 di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
Sebagai informasi, perkara yang berasal dari laporan publik ini berkaitan dengan dugaan persengkongkolan tender pada revitalisasi pusat kesenian Jakarta TIM tahap III (pekerjaan interior).
Perkara ini melibatkan total tiga terlapor, yakni sebagai pelaksana tender PT Jakpro (Terlapor I), PT Pembangunan Perumahan (Terlapor II), dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama (Terlapor III).
Terlapor II dan Terlapor III mengikuti tender sebagai suatu kerja sama operasional atau konsorsium (KSO) PP-JAKON.
Perkara ini berkembang hingga proses pemeriksaan oleh Sidang Majelis Komisi. Dalam proses persidangan, terungkap berbagai unsur persekongkolan yang dilakukan oleh para terlapor, antara lain:
a. Tindakan terlapor I yang melakukan pembatalan tender tanpa didasari oleh justifikasi yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan, membuktikan pembatalan tender tersebut sengaja dilakukan Terlapor I sebagai bentuk tindakan memfasilitasi Terlapor II dan Terlapor III (KSO) menjadi pemenang tender a quo.
b. Tindakan terlapor I memberikan kesempatan eksklusif kepada terlapor II dan terlapor III (KSO) dalam evaluasi teknis dengan adanya permintaan pemaparan Direktur SDM dan Umum terhadap hasil evaluasi teknis kepada konsultan manajemen konstruksi,
Kemudian ditindaklanjuti dengan fakta adanya pembatalan tender dan perubahan tata cara penilaian pada tender ulang, membuktikan adanya bentuk eksklusivitas terlapor I dalam memfasilitasi terlapor II dan terlapor III (KSO) menjadi pemenang tender a quo.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya perubahan tata cara penilaian, nilai evaluasi teknis yang diperoleh terlapor II dan terlapor III (KSO) dalam tender ulang meningkat cukup signifikan hingga memperoleh prosentase nilai evaluasi teknis yang cukup tinggi.
c. Tindakan terlapor II dan terlapor III (KSO) melakukan penyesuaian dokumen baik secara terang-terangan maupun diam-diam.
Batalkan Tender Tanpa Didasari Justifikasi yang Sah
Meskipun dalam fakta persidangan tidak ditemukan adanya bentuk komunikasi langsung antara terlapor I dengan terlapor II dan terlapor III (KSO), tetapi terdapat fakta rangkaian proses.
Fakta itu menunjukkan adanya upaya terlapor I memfasilitasi terlapor II dan terlapor III (KSO) melalui tindakan Direktur SDM dan Umum yang melakukan intervensi terhadap Tim Pengadaan pada saat proses tender masih berjalan.
Kemudian ditindaklanjuti dengan pembatalan tender tanpa didasari justifikasi yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Atas uraian di atas, Majelis Komisi memutuskan bahwa terlapor I, terlapor II, dan terlapor III terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999," demikian keterangan resmi KPPU tersebut.
Advertisement