Liputan6.com, Jakarta Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan menilai, pernyataan Firli Bahuri soal operasi tangkap tangan (OTT) tak akan menghilangkan korupsi di Indonesia adalah hal yang aneh.Â
Novel kemudian membandingkan korupsi dengan kejahatan lainnya, misalnya menangkap pencuri tak akan menghilangkan kasus pencurian.Â
Baca Juga
"Penangkapan pencuri tidak menghilangkan pencurian, penangkapan bandar narkoba tidak menghilangkan peredaran narkoba. Penangkapan terorisme tidak menghilangkan terorisme," kata Novel saat dihubungi, Jumat, (21/7/2023).
Advertisement
"Lalu apakah akan dipilih untuk tidak dilakukan penangkapan saja semuanya? Kan tidak demikian," tambahnya.
Novel mengatakan, penindakan perlu dilakukan secara berkelanjutan di samping melakukan pencegahan dan monitoring secara optimal.Â
"Lakukan pendidikan untuk orang-orang paham dan tidak ikut dalam kejahatan-kejahatan tersebut. Saya kira sama dengan korupsi, mestinya begitu juga," ujarnya.
"Kalau Firli justru sering membocorkan OTT, bukan melakukan banyak OTT. Pada dasarnya bila praktek korupsi di KPK tidak dibersihkan dan dituntaskan, bagaimana bisa diharapkan memberantas korupsi dengan baik?," sambungnya.
Sementara itu, eks penyidik KPK lainnya Yudi Purnomo mengungkapkan, jika tidak adanya OTT, maka tidak akan bisa membongkar korupsi atau kejahatan tersembunyi dan sedikit orang tahu.
"Kasusnya bisa kemana-mana hingga ke pelaku lain. Tiga, menangkap basah pelaku dengan barang bukti telak. Empat, dari OTT jumlah ratusan juta bisa jadi ratusan miliar. Kelima, pejabat tinggi bisa kena," ujar Yudi.
Yudi menegaskan, dengan adanya kegiatan OTT yang dilakukan oleh lembaga antirasuah ini. Maka penegakan hukumnya berjalan dengan baik dan juga memberikan efek jera terhadap para pelaku.
"OTT merupakan salah satu instrumen dalam penindakan kasus korupsi, ada OTT berarti penegakan hukum berjalan, dan jadi efek jera sekaligus kampanye pencegahan yang efektif yang tentu harus dipadankan dengan pembangunan sistem dan pembentukan manusia yang berintegritas," tegasnya.
Sebut Firli dan Luhut Tak Pahami Fungsi OTT
Selanjutnya, Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menganggap Firli dan Luhut tidak memahami fungsi daripada kegiatan OTT sudah ada sejak lama.
"Pernyataan LBP dan Firli membuktikan mereka tidak memahami fungsi dari OTT. OTT memiliki dua fungsi strategis dalam proses penegakan hukum," kata Praswad.
Fungsi yang dimaksudnya itu yakni OTT berfungsi sebagai pintu masuk dalam penanganan kasus yang lebih rumit. Ia memastikan, tidak terhitung jumlahnya kasus bernilai strategis yang pernah ditangani KPK dengan diawali OTT.
"Salah satunya, KPK pernah menangani OTT dengan nilai Rp70 juta dan berkembang menjadi penyidikan korupsi terkait DAK dengan nilai Rp10 triliun. Sedangkan, fungsi lain OTT adalah detterence effect. Sehingga setiap pejabat publik dibayang-bayangi potensi tertangkap ketika akan melakukan tidak pidana korupsi," ungkapnya.
Ia pun ingin agar Firli dan Luhut harus belajar kembali mengenai konsep pencegahan korupsi. Karena, praktek pecegahan korupsi di seluruh dunia disebutnya membuktikan pencegahan terbaik adalah penangkapan.
"The best prevention is enforcement, dan teori ini sudah di uji oleh seluruh lembaga penegak hukum di dunia, tidak hanya di KPK dan di Indonesia," ucapnya.
Kemudian, apa yang dikatakan Luhut sebagai seorang menteri dianggap tidak patut menilai proses penegakan hukum melalui OTT yang sudah dilakukan oleh lembaga penegak hukum dengan menggunakan istilah kampungan.
"Lalu, tunjukkan menurut Luhut yang tidak kampungan itu penegakan hukum yang seperti apa? Agar lembaga penegak hukum bisa segera mempraktekkannya, jangan hanya bermain di tataran wacana, 'das solen'," jelasnya.
"Karena, hal ini bisa mengakibatkan seluruh tersangka yang di OTT menganggap bahwa penangkapan yang terjadi kepada dirinya adalah praktek yang salah/ilegal, dan ini sangat berbahaya," sambungnya.
Ia menyebut, melemahnya fungsi pencegahan korupsi di Indonesia mutlak dikarenakan adanya imbauan-imbauan untuk dikurangi OTT. Karena, OTT adalah urat nadi strategi pencegahan korupsi.
"OTT menjadi 'detterence effect' yang paling efektif, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia, tidak bisa terbantahkan," pungkasnya.
Advertisement
Pernyataan Firli dan Luhut
Sebelumnya, Ketua KPK, Firli Bahuri mengungkapkan, operasi tangkap tangan (OTT) paling banyak terjadi pada 2018 silam. Saat itu, KPK mencatatkan sejarah.
Namun, meski telah banyak melakukan OTT, Firli mengaku angka korupsi tak lantas turun. Maka dari itu, dia menyadari penanganan korupsi harus secara holistik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lagi gencar menindak koruptor melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Luhut menyebut berkurangnya OTT yang dilakukan KPK karena sistem pencegahannya berhasil.
"Kalau OTT-nya ndak ada malah lebih bagus. Berarti pencegahannya lebih baik," ujar Luhut di Gedung KPK, Selasa (18/7).
Reporter: Nur Habibie/Merdeka