Sukses

Polisi Sebut Korban Sukarela Menjual Ginjalnya, Tak Ada Penyiksaan

Polda Metro Jaya menyebut para korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sukarela menjual ginjalnya karena terhimpit kebutuhan ekonomi lantaran pandemi Covid-19. Para korban tidak mendapatkan kekerasan untuk menjual ginjal.

Liputan6.com, Jakarta Polda Metro Jaya menyebut para korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sukarela menjual ginjalnya karena terhimpit kebutuhan ekonomi lantaran pandemi Covid-19. Para korban tidak mendapatkan kekerasan untuk menjual ginjal.

"Enggak ada (penyiksaan kepada korban), sukarela," ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7/2023).

Meski tidak ada paksaan, perbuatan tersebut melanggar pidana, dan tergolong dalam kasus TPPO.

"Dalam pengertian eksploitasi dalam UU TPPO itu dengan persetujuan atau tanpa persetujuan itu termasuk dalam klausul TPPO," kata Hengki.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya membongkar kasus TPPO dengan modus penjualan ginjal jaringan Internasional Kamboja. Polisi sudah menjerat 12 tersangka. 12 tersangka ini terdiri dari sembilan orang sindikat dalam negeri.

Mereka bertugas mencari korban, menampung, mengurus dokumen, dan mengirim ke Kamboja.

Kemudian satu tersangka lain adalah sindikat Kamboja. Dia berperan sebagai penyambung antara korban dengan rumah sakit tempat transplantasi dilakukan.

Lalu satu tersangka oknum petugas Imigrasi berinisial AH. Terakhir satu tersangka lainnya yang ikut kasus jual beli ginjal adalah oknum anggota Polri berinisial Aipda M alias D. Dia merupakan anggota Polres Metro Bekasi Kota.

Hal itu dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi.

"Ada, anggota Polres Bekasi Kota," ujar Hengki Haryadi dalam keterangannya, Jumat (21/7/2023).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan saat ini Aipda M alias D tengah diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya. Dalam kasus penjualan ginjal ini Aipda M alias D selain terjerat sanksi pidana, juga terjerat kode etik Polri.

"Tentu langkah-langkah pidana disertai dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Propam, nantinya," kata Trunoyudo.

 

2 dari 2 halaman

Buka Kemungkinan Sanksi Etik

Trunoyudo belum bisa menjelaskan kemungkinan sanksi etik yang akan diterima Aipda M alias D. Menurut dia, sanksi etik yang akan dikenakan terhadap Aipda M alias D tergantung proses sidang.

"Itu melalui mekanisme, saya tidak bisa mendahului. Karena itu ada mekanisme proses sidang, tentu melalui mekanisme proses sidang dulu," ucap dia.

Sebelumnya, seorang anggota Polri Aipda M alias D diduga terlibat dalam kasus perdagangan ginjal Internasional jaringan Kamboja. Perdagangan ginjal ini diketahui terungkap di kawasan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Aipda M alias D diduga menipu para tersangka dengan dalih bisa memberikan pengaman jika kasus tersebut terendus. Lewat akal bulusnya itu, Aipda M diduga berhasil meraup keuntungan hingga ratusan juta.

"Yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp612 juta ini, menipu pelaku-pelaku menyatakan yang bersangkutan bisa urus agar tidak dilanjutkan kasusnya," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers, Kamis (20/7/2023).

Selain itu, Hengki menjelaskan Aipda M alias D berperan menghalang-halangi proses penyidikan.

"Dengan cara suruh buang handphone, berpindah tempat, yang pada intinya menghindari pengejaran pihak kepolisian," ungkapnya.

Selain anggota Polri, sindikat ini juga melibatkan seorang pegawai Imigrasi berinisial AH. AH disebut berperan membantu meloloskan korban pada saat proses pemeriksaan imigrasi di Bandara Ngurah Rai Bali.

"Dalam fakta hukum yang kami temukan yang bersangkutan menerima uang Rp3,2 juta sampai Rp3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari Bali," kata Hengki.