Sukses

Gubernur Sumut soal Hukuman Tembak Mati Begal: Bisa, Asal Indonesia Berstatus Darurat Sipil

Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Eddy Rahmayadi mengatakan, kebijakan tembak mati begal harus dilakukan sesuai aturan berlaku. Dia menjelaskan bahwa kebijakan itu bisa saja dilakukan asalkan Indonesia berstatus darurat sipil.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengatakan, kebijakan tembak mati begal di Medan, sebagaimana yang disampaikan Wali Kota Medan Bobby Nasution, harus dilakukan sesuai aturan berlaku. Dia menjelaskan bahwa kebijakan itu bisa saja dilakukan asalkan Indonesia berstatus darurat sipil.

Sementara itu, kata Edy, saat ini Indonesia berstatus tertib sipil. Dalam kondisi ini, hukuman tembak mati begal harus bisa ditetapkan oleh pengadilan.

"Bukan soal tembak dan menembak biasa orang sedang menyampaikan hal tersebut tetapi aturan ini kan kita ikuti, ada Perppu tahun 1959 nomor 23 atau 28 itu yang mengatur tertib sipil darurat sipil dan darurat militer," jelas Edy di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (26/7/2023).

"Nah kita sekarang lagi tertib sipil nih, siapa yang boleh menembak ya diketok oleh pengadilan," sambungnya.

Dia menuturkan, status tertib sipil, pengamanan diawali dari satpam, Satpol PP, hingga teratas polisi. Jika pengamanan belum kuat, Edy menyebut status Indonesia bisa dirubah dengan darurat sipil atas seizin Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI.

"Nah untuk melakukan pengamanan itu diawali dengan pengamanan yang terendah, siapa? Satpam satpol PP kalau enggak kuat ya polisi, masih enggak kuat ya berubah dong dia menjadi darurat, kalau sudah darurat, itu keputusan presiden atah seizin DPR RI, itu dia, ini harus dilakukan," kata dia.

 

2 dari 3 halaman

Perlu Ada Penindakan Terhadap Pelaku Begal

Edy setuju bahwa perlu ada penindakan tegas terhadap pelaku begal. Hanya saja, dia menilai langkah tersebut baru bisa diberlakukan apabila status Indonesia dirubah menjadi darurat sipil.

"Perlu, tapi ada langkah yang tidak seperti itu, kalau tak bisa ya kita ubah daruratnya, kan darurat sipil itu pemberlakuannya nanti panjang urusannya," ucap dia.

"Tapi saat ini kan baru melakukan kegiatan kenakalan yang meningkat menjadi kejahatan sehingga mengorbankan orang lain, masih bisa kok terkendali," sambung Edy.

Dia menututkan bahwa situasi di Medan sudah terkendali. Edy mengatakan langkah itu merupakan bentuk emosional kepala daerah yang warganya menjadi korban begal.

"Saya yakin emosional seseorang karena rakyatnya banyak terlalu diganggu korban dan segala macam," ucap Edy.

3 dari 3 halaman

Desak Wali Kota Medan Cabut Pernyataan Tembak Begal

Sementara itu, Amnesty International Indonesia mendesak Wali Kota Medan Bobby Nasution mencabut pernyataan yang mendukung aksi tembak mati begal. Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena khawatir, pernyataan Bobby Nasution tersebut menjadi legitimasi bagi pembunuhan di luar hukum dalam kasus-kasus lainnya.

Hal itu sangat berbahaya karena tindakan tersebut dilakukan tanpa proses peradilan yang adil, sehingga bisa berdampak bahkan pada individu yang belum terbukti bersalah.

"Kami mendesak Wali Kota Medan segera menarik pernyataan yang mendukung Polrestabes Medan menembak mati secara sewenang-wenang terduga pelaku tindak kejahatan," kata dia di Jakarta, Rabu, (13/7/2023).

Wirya Adiwena mengatakan, tidak pantas seorang kepala daerah mendukung tindakan di luar hukum seperti tembak mati begal, apalagi jika dilakukan aparat kepolisian.

"Penembakan yang dilakukan anggota Polrestabes Medan terhadap seseorang yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan begal merupakan pembunuhan di luar hukum," katanya.