Liputan6.com, Jakarta Ikan langka bernama Oarfish ditemukan di laut lepas Taiwan. Kemunculan ikan raksasa berbentuk ular pipih itu diunggah instruktur selam Wang Cheng-Ru di akun Instagram pribadinyanya pada Juni 2023 lalu.
"Banyak hewan menakjubkan yang bisa ditemukan di timur laut Taiwan. Namun, ini adalah kali pertama saya bertemu oarfish raksasa," tulis Cheng-Ru dalam instagramnya.
Oarfish biasanya ditemukan pada kedalaman 200 hingga 1000 kaki di bawah permukaan air laut. Tubuhnya berwarna silver dengan glitter yang berkilau.
Advertisement
Karena habitatnya yang jauh di bawah laut, oarfish jarang ditemukan manusia.
Oarfish juga sempat muncul di Indonesia pada 2019 lalu, di perairan Kepulauan Selayar di Sulawesi Selatan. Panjangnya sekitar 3 meter, berwarna cantik dengan bintik hitam dan merah pada siripnya.
Kemunculan oarfish itu mendadak viral usai diunggah sebuah akun Facebook bernama Irma Yanti Irma. Dalam unggahan video tersebut, dirinya menulis "Hasil pancinganya Andi Saputra…".
Unggahan video itu bikin geger dan jadi buah bibir menurut legenda, kemunculan ikan raksasa seperti itu di permukaan laut merupakan pertanda bakal terjadi bencana.
Hal tersebut dikarenakan adanya kepercayaan bahwa oarfish akan muncul ke permukaan air jika akan terjadi gempa bumi.
Ini didasarkan pada legenda dan tradisi lokal di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Taiwan dan Indonesia.
Lalu benarkan kemunculan Oarfish bertanda akan terjadi gempa besar?
Menurut Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut kemunculan ikan oarfish yang notabene ikan laut dalam ke permukaan juga bukanlah pertanda gempa besar dan tsunami.
"Hasil kajian statistik terbaru mengungkap bahwa jenis ikan laut dalam seperti oarfish yang muncul di perairan dangkal tidak berarti bahwa gempa akan segera terjadi," katanya.
Memang, katanya, sejak dulu masyarakat di Jepang sudah ada legenda bahwa oarfish konon sebagai pembawa pesan dari dasar laut. Mereka mengaitkan perilaku binatang yang tidak lazim dengan pertanda akan terjadi gempa kuat.
"Tampaknya tanpa ada penelitian ilmiah, maka tidak akan pernah diketahui apakah cerita rakyat tersebut fakta atau hanya legenda saja," katanya.
Dia juga menegaskan, majalah ilmiah bergengsi Bulletin of the Seismological Society of America (BSSA) pernah mempublikasikan fenomena kemunculan ikan laut dalam, dan kaitannya dengan peristiwa gempa besar. Hasil kajian ini ternyata bertentangan dengan cerita rakyat yang berkembang Jepang.
Para peneliti dalam mengkaji hubungan antara kemunculan ikan laut dalam dan gempa besar di Jepang menggunakan data cukup lama. Dalam kajian tersebut hanya menemukan satu peristiwa yang dapat dikorelasikan secara masuk akal, dari 336 kemunculan ikan dan 221 peristiwa gempa bumi.
"Berdasarkan penelitian tersebut sudah pasti bukan pertanda tsunami," katanya.
Menurut teori oseanografi, kemunculan biota laut dalam ke permukaan hingga terbawa ke pesisir berkaitan dengan fenomena upwelling. Upwelling adalah sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan. Dalam fenomena upwelling biasanya kemunculannya ikannya banyak.
Jika hanya satu atau dua ekor ikan, maka beberapa paper menyebutkan bahwa Oarfish juga memiliki kebiasaan mengambang di dekat permukaan air ketika mereka sakit atau sekarat.
"Faktor lainnya terbawa arus," katanya menambahkan.
Mitos yang Ada Benarnya?
Sementara Liputan6.com mencoba menelusuri informasi dari berbagai sumber lainnya. Yang pertama, sejumlah komunitas akademik menilai bahwa mitos itu ada benarnya. Mengingat habitat oarfish yang berada di laut sedalam 1.000 meter memungkinkannya peka terhadap pergerakan lempeng Bumi di dasar laut.
Ditambah, mungkin saja ikan itu mampu mendeteksi dini tumbukan lempeng di dasar laut yang dapat menjadi sebab-musabab gempa.
Menurut riwayat, seminggu sebelum gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter dan tsunami besar melanda pantai timur Jepang pada 11 Maret 2011, ditemukan banyak oarfish yang naik ke daratan pantai Jepang dan sebagian tersangkut di jaring nelayan.
Tak hanya itu, ilmuwan juga menilai bahwa oarfish bertanggung jawab atas beberapa legenda tentang monster ular laut di sejumlah kebudayaan manusia.
Sejatinya, sudah lama diyakini penduduk Jepang, oarfish yang berenang ke permukaan--dari dasar laut yang dalam--adalah pertanda datangnya gempa bumi.
Laman The Telegraph juga pernah memuat artikel tentang oarfish yang muncul ke permukaan sebelum terjadi gempa besar di Chile dan Haiti pada 2010 silam.
Namun, para ilmuwan masih skeptis dengan anggapan bahwa oarfish adalah petanda gempa.
"Mungkin itu hanya kebetulan belaka," kata Rick Feeney, dari Natural History Museum of Los Angeles County, seperti Liputan6.com kutip dari CBS.
Apalagi, tambah dia, empat penampakan oarfish telah dilaporkan sejak 2010 dari selatan Central Coast, termasuk Malibu pada 2010 dan Lompoc pada 2011.
"Kami pikir, ikan-ikan itu terdampar di pantai dan mati karena mengalami tekanan tertentu, yang belum kita pahami," kata Feeney, menambahkan oarfish bisa jadi kelaparan atau mengalami disorientasi.
Kata Ilmuwan Lain
Dalam kasus lainnya, beberapa ilmuwan mencoba mencari hubungan antara penampakan oarfish dan aktivitas gempa di sepanjang patahan San Andreas. Hasilnya, tidak ada yang ditemukan.
Para ahli biologi di Universyty of California in Los Angeles (UCLA) juga mengajukan berbagai penjelasan mengapa oarfish secara berkala ditemukan di permukaan laut, atau ditemukan mati di sepanjang pantai.
Hewan-hewan itu kemudian diketahui bukan perenang hebat, dan arus musiman bisa mendorong ikan yang sekilas bertubuh seperti ular --namun pipih-- ke permukaan, di mana mereka akhirnya mati karena kelelahan.
Penjelasan yang lebih "bombastis" (namun tidak terbukti) melibatkan gas atau senyawa kimia yang dilepaskan oleh celah bawah air, meracuni hewan di laut.
Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan di lautan, bahkan hingga kasus terakhir yang terjadi di Toyama, tidak menunjukkan aktivitas sesimik berarti selama hampir sepekan setelahnya.
Sementara Hiroyuki Motomura, seorang profesor ichthyology --cabang ilmu zoologi yang mempelajari tentang ikan-- di Universitas Kagoshima, memiliki penjelasan yang lebih biasa.
"Saya memiliki sekitar 20 spesimen ikan ini dalam koleksi saya sehingga bukan spesies yang sangat langka, tetapi saya percaya ikan ini cenderung naik ke permukaan ketika kondisi fisik mereka buruk, naik pada arus air, itulah sebabnya mereka begitu sering mati ketika mereka ditemukan," katanya.
"Tautan ke laporan aktivitas seismik telah terjadi bertahun-tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah tentang hubungan itu sehingga saya tidak berpikir orang perlu khawatir."
Namun demikian, reputasi oarfish sebagai indikator malapetaka segera meningkat setelah setidaknya 10 oarfish terhanyut di sepanjang garis pantai utara Jepang pada 2010.
Sedangkan pada Maret 2011, gempa bermagnitudo 9 melanda timur laut Jepang, memicu tsunami besar yang menewaskan hampir 19.000 orang dan menghancurkan pembangkit nuklir Fukushima.
Dengan peringatan gempa dan tsunami semakin dekat, orang-orang di jagat maya menjadi gelisah tentang pertanda bencana alam itu.
Advertisement
Legenda Oarfish
Menurut situs web Live Science, berkaitan dengan legenda lele raksasa pemicu gempa dan tsunami. Dinamakan Namazu, makhluk mitologi ini diyakini bersembunyi di suatu tempat di Jepang, dan terkadang menggoyangkan ekornya, menyebabkan gempa di dunia manusia.
Beberapa peneliti percaya bahwa mitos namazu didasarkan pada orang-orang yang memperhatikan perilaku tidak biasa pada ikan lele sebelum gempa.
Namun, para ahli mitologi mencatat bahwa sejarah di balik mitos itu jauh lebih rumit. Namazu dianggap sebagai salah satu yo-kai, makhluk mitologi dan cerita rakyat yang menyebabkan kemalangan dan bencana.
Penggambaran namazu dikenal sejak Abad ke-15, namun, hanya pada akhir Abad ke-18 lele menjadi terkait dengan bencana alam.
Pada periode Tokugawa (1603-1868), ikan lele adalah dewa sungai yang terkait dengan banjir atau hujan deras. Namazu sering memperingatkan orang-orang dari bencana besar yang berbahaya, mencegah terkena kesusahan lebih lanjut.
Hewan dan Kaitannya dengan Gempa
Sejarah mitos semacam itu, menurut sebuah artikel ilmiah yang dimuat di laman Forbes.com, menjelaskan mengapa sebagian hewan, terutama ikan, sampai sekarang masih dianggap sebagai pertanda bencana di Jepang.
Oarfish raksasa, makhluk laut dalam yang hidup di kedalaman 650 hingga 3.300 kaki (setara 198 hingga 1005 meter) di bawah permukaan laut, adalah ikan dengan tulang belakang terpanjang di dunia.
Di Jepang, makhluk tersebut diyakini dikirim oleh raja naga laut untuk memperingatkan orang-orang di sepanjang pantai tentang gempa atau tsunami yang akan datang.
Bahkan nama tradisional Jepang spesies itu, ryugu no tukai - yang diterjemahkan sebagai "utusan dari istana raja naga" - mengisyaratkan kaitannya dengan bencana alam di masa lalu.
Menurut pengetahuan, muncul teori-teori ilmiah bahwa ikan di laut dalam mungkin sangat rentan terhadap pergerakan garis patahan seismik, dan menunjukkan aktivitas tak biasa sebelum gempa.