Sukses

DPR: Kasus Basarnas Jangan seperti Korupsi Heli AW-10, Perwira TNI Terlibat Tidak Dipidana

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI atas penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi diakhiri.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI atas penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi diakhiri.

Arsul mengatakan kasus ini harus terus diproses dan diungkap sesuai dengan prosedur. Menurut Arsul, KPK dan TNI bisa membentuk tim bersama untuk melakukan mengungkap kasus suap yang melibatkan perwira TNI aktif itu.

"Kami minta itu diakhiri dan selanjutnya baik KPK maupun POM TNI fokus pada proses hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku, yakni dengan membentuk tim koneksitas untuk melakukan proses hukum terhadap perwira TNI aktif tersebut," ujar Arsul kepada wartawan, Sabtu (29/7).

Melalui tim koneksitas ini, KPK terus memproses tersangka sipil. Sementara POM TNI memproses tersangka perwira aktif.

"Saatnya KPK dan TNI menunjukkan kepada rakyat bahwa ada paralelitas dan sinkronisitas dalam proses hukum terhadap tersangka warga sipil dan perwira TNI aktif yang diduga terlibat dalam tipikor tersebut," ujar Arsul.

Gesekan antara KPK dan TNI dalam kasus suap ini harus dihentikan. Publik ingin melihat proses hukum yang prosedural dan akuntabel. Arsul mendorong kasus suap di tubuh Basarnas ini diselesaikan secara transparan.

Wakil Ketua Umum PPP ini mengingatkan jangan sampai seperti kasus korupsi Heli AW 101. Hanya sipil saja yang diproses hukum, tetapi perwira TNI yang diduga terlibat tidak dipidana.

"Jangan sampai terjadi lagi seperti pada kasus tipikor Helikopter AW-101, di mana orang sipilnya diproses hukum dan dipidana penjara plus denda, namun tidak demikian dengan perwira TNI yang diduga terlibat," ujar Arsul.

Diketahui bersama, Puspom TNI pernah menghentikan penyidikan kasus pengadaan Helikopter Agusta Westland 101 (AW-101) Angkatan Darat.

Hal itu diungkap Deputi Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto Senin, 27 Desember 2021.

"Masalah helikopter AW01 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya," kata Setyo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 27 Desember 2021.

KPK sendiri hanya menyelidiki perkara ini dari sisi pihak swasta atau pihak sipil yang diduga terlibat. Sementara, Puspom TNI menangani perwira TNI.

2 dari 3 halaman

Pimpinan KPK Minta Maaf ke TNI karena Tetapkan Kepala Basarnas sebagai Tersangka

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.

Johanis meminta maaf karena pihaknya tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfiandi. Permintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.

"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," ujar Johanis di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," Johanis menambahkan.

3 dari 3 halaman

Kepala Basarnas Henri Alfiandi Terima Suap Rp88,3 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Selain Henri, KPK juga menjerat anak buah Henri, Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Henri Alfiandi diduga menerima suap melalui Afri selama dua tahun mencapai Rp88,3 miliar.

"Diduga HA (Henri) bersama dan melalui ABC (Letkol Adm Afri Budi Cahyanto) diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Alex memastikan, KPK akan terus mendalami dugaan penerimaan suap oleh Henri Alfiandi dan Afri. Pendalaman dilakukam oleh tim gabungan penyidik KPK dan Puspom Mabes TNI. Diketahui, untuk proses hukum terhadap Henri dan Afri akan diserahkan ke pihak TNI mengacu ketentuan yang berlaku.

"Terhadap dua orang tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut yang akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang," ujar Alex.

Diberitakan, KPK menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021 sampai 2023.

Penetapan tersangka diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Rabu (26/7/2023) malam. Ada lima orang yang menyandang status sebagai tersangka. Salah satunya HA (Henri Alfiandi).

"HA (Henri Alfiandi) Kabasarnas RI periode 2021- 2023," kata Alexander.

Sementara itu, empat tersangka lainnya yakni Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati), Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, dan Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas RI.

Sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Selasa 25 Juli 2023 sekitar jam 14.00 WIB di jalan raya Mabes Hankam Cilangkap, Jakarta Timur dan di Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi. Dalam OTT, KPK amankan 11 orang dan menyita goodie bag berisi uang Rp999,7 Juta.

Berdasarkan penyelidikan, KPK kemudian menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.

"Menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka," ujar dia.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com