Sukses

Soal Mundurnya Brigjen Asep Guntur, Eks Penyidik KPK: Harusnya Itu Dilakukan Firli Bahuri

Menurut mantan penyidik KPK Herbert Nababan, Asep Guntur tidak perlu mundur. Sebab, jika mundur maka perkara OTT Basarnas bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya proses penegakan hukum.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Penyidik Senior KPK 2005-2021, Herbert Nababan angkat suara terkait informasi beredar soal mundurnya Asep Guntur sebagai Direktur Penyidikan KPK. Menurut Herbert, Asep Guntur tidak perlu mundur. Sebab, jika mundur maka perkara OTT Basarnas bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya proses penegakan hukum.

"Sebaiknya Asep Guntur tidak perlu mundur agar pemahaman Pimpinan KPK yang kurang terhadap UU KPK itu sendiri tidak semakin membuat KPK seperti saat ini," kata Herbert dalam keterangan tertulis diterima, Minggu (30/7/2023).

Herbert justru menegaskan, yang layak dan harus mundur adalah pimpinan KPK karena terlihat sangat tidak bertanggung jawab dan malah menyalahkan anak buah atas apa yang Pimpinan KPK perintahkan melalui tanda tangan sprint lidik dan sidik kepada anak buahnya.

"Terlebih Firli Bahuri yang saat ini sebagai Ketua KPK yang selayaknya mundur atas kekisruhan ini," tegas dia.

Herbert menyarankan, bila Firli Bahuri mundur maka bisa fokus dalam bermain atau membina Klub Badminton. Sebab berdasarkan informasi yang diterima, Firli yang tidak ada di kantor pada saat peristiwa tersebut diketahui tengah bermain badminton dan meresmikan GOR Badminton di Manado.

"Firli bisa fokus meresmikan GOR Badminton karena ternyata yang bersangkutan malah ada di Manado yang tidak ada hubungannya dengan tugas sebagai Pimpinan KPK pasca penetapan proses penyidikan dan tersangka OTT Basarnas," Herbert menandasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

OTT KPK Terkait Dugaan Suap di Basarnas

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021 sampai 2023.

OTT KPK berujung pada penetapan lima orang tersangka. Salah seorang di antaranya merupakan mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI (Purn) Henri Alfiandi.

Namun demikian, penetapan tersangka ini malah berpolemik. Sebab KPK dinilai menyalahi aturan karena mentersangkakan seorang perwira tinggi TNI aktif. Walhasil KPK menyatakan permohonan maafnya kepada TNI dan publik atas hal tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Pegawai KPK soal OTT Basarnas: Keselamatan Kami Jadi Taruhan Tapi Disalahkan

Sementara itu, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) geram disalahkan oleh Wakil Ketua Johanis Tanak dalam operasi tangkap tangan (OTT) berkaitan kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Dalam kasus ini KPK menjerat Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Selain kedua prajurit aktif TNI, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.

Pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan tim penindakan membuat Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri.

Asep yang juga mengemban jabatan Direktur Penyidikan KPK ini merasa bertanggung jawab meski pada dasarnya penetapan tersangka dalam OTT harus mendapatkan restu pimpinan KPK.

"Bukankan penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspose perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yang menganut asas kolektif kolegial?," demikian surat resmi pegawai KPK kepada pimpinan KPK seperti yang diterima Liputan6.com dari sumber internal KPK, dikutip Minggu (30/7/2023).

Pegawai KPK menilai seharusnya komisioner KPK lah yang bertanggung jawab penuh atas polemik ini, bukan sepenuhnya kesalahan Asep Guntur Rahayu. Pegawai sendiri meminta komisioner KPK mundur dari jabatan dan menahan agar Asep Guntur tetap bertahan dan memimpin tim penindakan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini