Liputan6.com, Jakarta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual.
Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.
Baca Juga
Hal itu diungkapkan BKKBN berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017.
Advertisement
"Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur. Dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah," kata ketua BKKBN Hasto Wardoyo ketika dihubungi merdeka.com, Sabtu (5/8/2023).
Hasto menjelaskan fenomena dari maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan dari beberapa faktor. Dimulai dari adanya perubahan pada tubuh wanita yang setiap tahunnya mengalami kemajuan masa pubertas sekaligus masa-masa menstruasi.
"Jadi manusia dulu itu kalau perempuan menstruasi zaman nenek moyang kita dulu bisa umur 17 atau 18 tahun. Tapi makin lama makin maju," ujar Hasto.
"Nah, kalau sekarang menstruasi pertama kali di masa puber itu 12,5 tahun. Sehingga ketika sejak umur itu sudah menstruasi sehingga sudah menghasilkan hormon menstruasi maka sudah terjadi masa pubertas," kata dia.
Di saat bersamaan, pada umur 12,5 tahun itu juga perempuan mengalami perubahan pada tubuhnya. Seperti mulai tumbuhnya payudara serta pada bagian bokong yang sudah mulai terbentuk.
Fakta lainnya dikatakan Hasto terletak pada pengaruh media sosial. Di lini masa terkini yang secara bersamaan menyebabkan maraknya seks bebas di kalangan remaja. Pada fenomena ini seperti halnya dalam gaya berpacaran.
Hasto pun membandingkan gaya pacaran orang lawas di mana sepasang kekasih hanya dapat bertukar surat saja dan jarang bertemu. Tapi tidak dengan sekarang.
"Sekarang orang pacaran pegangan tangan, jadi sudah lebih dari 75 persen. Nanti sekitar 25 persen sudah bergaya ciuman," ujar Hasto.
Contoh lainnya, apabila masyarakat di perkampungan seperti berboncengan motor adalah hal yang tabu karena mereka bukan pasangan sah.
Masa kini, berboncengan dengan pasangan bukan suami istri menjadi hal yang lumrah. Terlebih telah terjalin komunikasi yang intens sehingga membuat perubahan besar yang menyebabkan adanya rangsangan emosional seksual.
"Itu ada suatu kemajuan dalam tanda petik bukan hal yang positif. Sekarang ini gaya pacaran komunikasi antara laki-laki dan perempuan bisa jatuh dalam keadaan bersyahwat," jelasnya.
Dari segi keluarga, lanjut Hasto, juga menjadi pendukung. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang dari orangtuanya atau anak yang berasal dari broken home, sangat mungkin terjerumus ke dalam seks bebas.
Sejatinya, menurut Hasto, keluarga merupakan media yang paling baik bagi anak untuk sekadar berbagi cerita. Namun, apabila hal itu sirna di kalangan keluarga, sang anak akan kehilangan sosok yang dapat dibagi cerita sekaligus pelindungnya.
"Anak-anak yang tidak bisa curhat ke orangtuanya kemudian dia akan curhat ke teman sebayanya. Ketika dia pacaran itu akan mendapatkan perlindungan," katanya.
"Hal-hal seperti inilah yang kemudian boleh dikaitkan dengan ketika keluarga itu ada broken home, banyak perceraian, kemudian akhirnya anak tidak bisa leluasa curhat ke orangtuanya karena bermasalah," tambahnya.
Sementara itu dari segi pendidikan juga menjadi penyumbang seks bebas di kalangan remaja. Sistem pendidikan di Indonesia masih belum dapat menerima pendidikan akan bahayanya seksualitas. Lalu didukung dengan gaya masyarakatnya malas membaca.
"Sehingga pengetahuan mengenai seks dan reproduksinya enggak maju tapi nafsu seksnya maju," kata Hasto.
Remaja dari Kalangan Ekonomi Menengah ke Bawah Dominan Melakukan Seks Bebas
Hasto menyebut tidak membuka peluang fenomena seksual di kalangan remaja dapat terus meningkat.
Menurut survei di beberapa belahan negara, kata Hasto, apabila orang mengetahui bahaya akan seks bebas serta adanya edukasi hal tersebut cenderung mengurangi risikonya.
Sementara itu di Indonesia, risiko tercatat akibat dari seksual bebas menyebabkan kanker mulut dan rahim berada di urutan nomor dua.
Hasto menambahkan dari fenomena seks bebas masa-masa remaja terdapat di kelompok salah satunya ekonomi ke bawah dengan umur di bawah 19 tahun.
"Sebaran masalah punya anak atau hamil di bawah 19 tahun itu sebaran ada pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kemudian kelompok pendidikan rendah," ungkap Hasto.
Atas dasar itu pula pihaknya mendorong kepada Kementerian Pendidikan ataupun Dinas Pendidikan supaya pendidikan tentang akan bahaya seks bebas dapat segera dilegalkan mengingat sangat besar dampak negatifnya.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement