Sukses

KPK Rampungkan Penyidikan, Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil Segera Disidang

Tim jaksa KPK memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA).

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA). Berkas penyidikan Muhammad Adil sudah diserahkan tim penyidik kepada tim jaksa penuntut umum KPK pada Jumat, 4 Agustus 2023.

"Tim Penyidik telah melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dengan tersangka MA (Muhammad Adil) dan kawan-kawan pada tim jaksa KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, dikutip Minggu (6/8/2023).

Ali mengatakan, tim jaksa KPK yang menerima bekas tersebut sudah meneliti dan mempelajari kelengkapan formil dan materil dari berkas perkara Muhammad Adil dan M Fahmi. Berkas keduanya sudah dinyatakan lengkap dan siap dibawa ke persidangan.

"Penahanan keduanya masih tetap dilakukan untuk 20 hari ke depan sampai dengan 23 Agustus 2023 di Rutan KPK," kata Ali.

Ali menyebut tim jaksa KPK memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap keduanya.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru akan segera dilakukan dalam waktu 14 hari kerja," pungkas Ali.

2 dari 3 halaman

Bupat Nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil Terima Suap

KPK menyebut Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima suap senilai Rp1,4 miliar dari perusahaan travel umrah. Uang suap itu diterima Adil setelah membantu memenangkan proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Sekitar bulan Desember 2022, MA (Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 miliar dari PT TM (Tanur Muthmainnah) melalui FN (Fitria Ningsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat malam 7 April 2023.

Alex menyebut Adil menerima suap lantaran turut membantu memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam memenangkan proyek pemberangkatan umrah para takmir masjid.

"Karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," kata Alex.

Alex mengatakan, selain dijerat sebagai penerima suap dari travel umrah, Adil juga dijerat dalam kasus dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023 dan dugaan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

3 dari 3 halaman

Bupat Nonaktif Kepulauan Meranti Suap Pemeriksa Muda BPK Riau

Terkait dengan suap pengondisian pemeriksaan keuangan, Adil diduga memberi Rp1,1 miliar kepada Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA) agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti ditahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP.

"Bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan Adil yakni menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik," ujar Alex.

Selain Bupati Adil, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN) dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA).

"KPK menetapkan tiga tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2023).

Alex mengatakan, Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu Adil juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kemudian Fitria sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan M Fahmi sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.