Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen ke Lapas Kelas II A Cibinong, Jawa Barat. Pepen dijebloskan ke Bui lantaran kasus pidananya sudah dinyatakan berkekuatab hukum tetap alias inkrah.
"Hari ini (7/8), Jaksa Eksekutor KPK Eva Yustisiana, telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Terpidana Rahmat Effendi dengan memasukkannya ke Lapas Kelas IIA Cibinong," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (7/8/2013).
Baca Juga
Ali mengatakan, eksekusi berdasarakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis Pepen masa pidana badan selama 12 tahun dikurangi masa penahan dan kewajiban membayar denda Rp 1 miliar. Ali menyebut untuk saat ini cicilan pertama pembayaran denda baru dibayar Rp50 juta oleh Pepen.
Advertisement
"Adanya penjatuhan pidana tambahan yaitu pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik maupun politik selama 3 tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya," kata Ali.
Ali menyebut, dalam perkara ini tim penyidik KPK merampas satu bangunan dan fasilitas meubelair Villa Glamping Jasmine yang terletak di jalan Darusalam, Kampung Barusiruem, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan dua unit mobil Cherokee.
Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen didakwa menerima suap sebesar Rp 10.450.000, atau sekitar Rp 10,4 miliar.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Rahmat Effendi menerima uang tersebut berkaitan dengan beberapa proyek di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp10,45 miliar," ujar jaksa dalam surat dakwaannya.
Dakwaan tersebut dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin, 30 Mei 2022.
Terima Suap
Jaksa menyebut, penerimaan suap sebesar Rp10,4 miliar tersebut terdiri dari Lai Bui Min senilai Rp4,1 miliar, Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin sebesar Rp3 miliar, dan berasal dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp3.350.000.000.
Menurut jaksa, suap diterima Rahmat Effendi bersama-sama dengan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Kadis Perkimtan) Kota Bekasi Jumhana Luthfi Amin, Camat Jatisampurna Wahyudin, Camat Bekasi Barat yang juga Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Sekretaris DPMPTSP) Kota Bekasi Muhamad Bunyamin.
Jaksa menyebut, suap sebesar Rp4,1 miliar dari Lai Bui Min dengan tujuan agar Pemkot Bekasi membeli lahan Lai Bui Min di Jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Tanah seluas 14.339 meter persegi itu untuk kepentingan pembangunan polder 202 oleh Pemkot Bekasi.
Sementara suap dari Makhfud Saifuddin diberikan agar Pemkot Bekasi mengurus ganti rugi atas lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun SDN Rawalumbu I dan VIII, yang terletak di Jalan Raya Siliwangi/Narogong Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 2.844 meter persegi atas nama Kamaludin Djaini.
Terkait suap Rp3.350.000.000 diterima Pepen dan Bunyamin dari Suryadi agar Pemkot Bekasi mengupayakan kegiatan pengadaan lahan pembangunan polder air Kranji dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi tahun 2021 serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT Hanaveri Sentosa.
Advertisement