Sukses

Simposium Internasional ke-19 Digelar, Mensesneg: Teknologi AR Dorong Kemudahan Analisis Manuskrip dan Naskah Kuno

Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) bersama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universtias Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Kajian Jawa (Pusaka Jawa) menggelar Simposium Internasional ke-19 (SIPN XIX 2023) sebagai upaya memperkuat identitas nasional dan meningkatkan literasi kebudayaan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) bersama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universtias Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Kajian Jawa (Pusaka Jawa) menggelar Simposium Internasional ke-19 (SIPN XIX 2023) sebagai upaya memperkuat identitas nasional dan meningkatkan literasi kebudayaan di Indonesia.

Bertemakan “Penguatan Keindonesiaan Melalui Kajian Naskah Nusantara”, simposium ini berlangsung secara luring dan daring selama tiga hari (7-9 Agustus 2023), bertempatkan di FIB UGM, Yogyakarta. Acara ini dibuka Senin (7/08) oleh Menteri Sekretariat Negara RI yang juga merupakan Ketua Majelis Wali Amanat UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc dengan Keynote Speech berjudul “Indonesia untuk Semua” yang disampaikan melalui sebuah video.

Pada kesempatan ini, Pratikno menyampaikan bahwa wajah Indonesia sangat luas, berpulau-pulau, dengan etnis yang berbeda-beda, dan mewariskan pengetahuan dan budaya yang beragam melalui naskah, cerita rakyat atau folklor, serta tradisi masyarakat. Pratikno menyoroti bagaimana kehadiran teknologi canggih dioptimalkan untuk keperluan kajian naskah kuno.

“Teknologi digital hari ini berkembang dengan begitu pesatnya. Jika sebelumnya, kita hanya terbatas pada mendigitalkan atau mengotomasi suatu dokumen, hari ini, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), augmented reality (AR), dan sebagainya, dapat membantu pekerjaan analisis dan kreatif. Sebagai contoh, Augmented Reality (AR) memungkinkan manuskrip dan naskah-naskah kuno menjadi lebih mudah diakses dan dapat dipelajari dengan cara yang fun atau menyenangkan bagi siapa saja,” ungkapnya.

“Masyarakat Indonesia dengan masing-masing lokalitas memiliki tantangan yang berbeda. Tantangan-tantangan inilah yang melahirkan pengetahuan, kearifan, strategi, dan juga lompatan kemajuan. Atas nama pribadi dan pemerintah, saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan MANASSA bersama FIB (UGM) untuk upaya menyelamatkan naskah-naskah kuno dan melestarikan budaya kita yang begitu kaya, peninggalan nenek moyang kita,” ucap pria yang menjabat sebagai Rektor UGM 2012-2017 ini.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) Prof. Dr. Setiadi, S.Sos, M.Si mengatakan, “FIB adalah pusat pembelajaran dalam bidang humaniora dan kegiatan seperti ini perlu diadakan guna menempatkan isu-isu humaniora dalam proses pembelajaran, pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat. Hal ini kemudian kita sinergikan untuk menjawab kebutuhan hari ini dan hari depan. Dalam prosesnya, FIB selalu menggunakan pendekatan budaya sebagai acuan dan memastikan diri terbuka terhadap pembaharuan dari masa ke masa. Senada dengan apa yang disampaikan Pak Mensesneg bahwa perkembangan revolusi industry 4.0 dan teknologi digital yang dibawanya, harus kita optimalkan dalam kajian-kaian ilmiah kita.”

Ketua Umum MANASSA Dr. Munawar Holil menyampaikan, “Simposium ini menjadi suatu ajang yang sangat baik untuk saling berbagi ilmu, berbagi pengetahuan, serta berbagi pengalaman di bidang kajian naskah ini. Terkhusus, simposium ini juga menjadi waktu yang tepat untuk mengeluarakan ‘unek-unek ilmiah’ dari Bapak dan Ibu sekalian, sehingga bisa menjadi ajang temu kangen yang terakhir kali dilaksanakan secara luring pada 2015.”

2 dari 2 halaman

Pertajam Kajian Manuskrip yang Inklusif

Ketua SIPN XIX 2023 yang juga merupakan Ketua Pusat Kajian Jawa (Pusaka Jawa) Dr. Arsanti Wulandari menyampaikan bahwa simposium ini membuka kesadaran para penggerak, akademisi, peneliti ilmu budaya, untuk melihat potensi kolaborasi multipihak guna mencapai kemajuan dalam kajian filologi di Indonesia.

“Melalui pendekatan yang inovatif dan relevan dengan perkembangan zaman, simposium ini diharapkan dapat mempertajam kajian manuskrip yang inklusif dan lintas budaya. Sejarah identitas di Nusantara adalah hasil integrasi antaretnis dan budaya, termasuk perkawinan, perdagangan, politik, dan migrasi. Simposium tiga hari ini tidak akan serta merta menyelesaikan tantangan yang hari ini kita hadapi terkait pernaskahan di Indonesia. Namun, kami berharap bahwa hasil studi yang komprehensif dan relevan secara ilmiah ini dapat menjaga identitas nasional yang Pancasilais dalam dinamika berbangsa dan bernegara saat ini,” ucap Dr. Arsanti yang saat ini tercatat sebagai Dosen FIB UGM.

Sampai saat ini tercatat baru ada 11 naskah Nusantara yang diakui sebagai Memory of the World oleh UNSECO, di antaranya ada I La Galigo, Babad Diponegoro, Negarakertagama, Hikayat Aceh dan lainnya. Harapannya naskah-naskah ini jangan hanya dikoleksi, namun dihidupi nilai-nilainya, dikembangkan, dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Selain menghadirkan para peneliti manuskrip senior seperti Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Prof. Dr. Titik Pudjiastuti, Prof. Dr. Marsono, S.U., Dr. Munawar Holil, M.Hum., dst., SIPN XIX 2023 hari pertama juga akan menggelar Malam Penghargaan untuk para filolog yang telah berkontribusi pada pernaskahan Nusantara.

Selama tiga hari mendatang, SIPN XIX 2023 akan mengupas berbagai topik, termasuk di antaranya Isu-isu Filologi Mutakhir, Fenomena Silang Budaya dalam Naskah Nusantara, Humaniora Digital dan Kajian Naskah Nusantara, Reportase dan Hoaks dalam Naskah Nusantara, dan masih banyak lagi. Rangkaian simposium ini juga akan mengajak lebih dari 230 peserta berkunjung ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Museum Sonobudoyo, serta penilikan jejak sejarah Yogyakarta melalui Diorama Kearsipan DPAD DIY.