Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan memeriksa prajurit TNI AD Bagus Dwi Cahya dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Sekretaris nonaktif MA Hasbi Hasan.
Bagus Dwi Cahya yang merupakan ajudan salah satu petinggi di MA ini akan dimintai keterangan oleh tim penyidik di gedung Merah Putih KPK, Selasa (8/8/2023).
Baca Juga
"Hari ini (8/8) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi, Bagus Dwi Cahya (TNI AD)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya.
Advertisement
KPK memperpanjang penahanan Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan (HH) dalam penyidikan pengembangan perkara dugaan suap pengurusan perkara di MA.
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan Tersangka HH untuk 40 hari ke depan sampai dengan 9 September 2023 di Rutan KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (3/8/2023).
Diketahui, KPK resmi menahan Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan (HH), tersangka kasus suap pengurusan perkara.
“Terkait kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka HH untuk 20 hari pertama,” tutur Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (12/7/2023).
Menurut Ali, Hasbi Hasan ditahan mulai tanggal 12 Juli 2023 sampai dengan 31 Juli 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Hingga saat ini, sudah ada 17 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
17 Tersangka
Mereka yang menjadi tersangka sebagai berikut:
- Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung
- Gazalba Saleh (GS) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung
- Prasetyo Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh
- Edy Wibowo (EW) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung
- Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung
- Redhy Novarisza (RN) selaku PNS Mahkamah Agung/staf
- Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
- Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
- Nurmanto Akmal (NA) selaku PNS Mahkamah Agung
- Albasri (AB) selaku PNS Mahkamah Agung
- Theodorus Yosep Parera (TYP) selaku pengacara
- Eko Suparno (ES) selaku pengacara
- Heryanto Tanaka (HT) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidan
- Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana
- Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar
- Dadan Tri Yudianto (DTY) selaku wiraswasta/Komisaris Independen PT Wika Beton
- Hasbi Hasan (HH) selaku PNS/Sekretaris Mahkamah Agung RI.
KPK menyebut kasus yang menjerat Hasbi bermula saat Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka meminta bantuan kepada Dadan Tri untuk mengurus perkara kasasi di MA dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto meminta agar Budiman dinyatakan bersalah.
Selain itu, Heryanto juga meminta bantuan Dadan Tri untuk mengecek apakah pengacara Theodorus Yosep Parera (YP) sedang mengurus dan mengawal perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA mengenai kasus perselisihan KSP Intidana.
Advertisement
Dadan Tri Hubungi Hasbi Hasan
Dadan Tri pun menyatakan siap membantu dan mengawasi pekerjaan Yosep Parera dalam mengurus kedua perkara tersebut di MA. Dadan Tri Kemudian menghubungi Hasbi Hasan dan menyampaikan soal permintaan Heryanto Tanaka dan Yosep Parera untuk membantu mengurus dua perkara itu di MA.
Untuk pengurusan dua perkara di MA itu, Heryanto menyerahkan uang kepada Dadan Tri sebanyak tujuh kali transfer dengan total sekitar Rp11,2 miliar. Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh Dadan Tri kepada Hasbi Hasan pada sekitar bulan Maret 2022.
Alhasil, pada 5 April 2022, hakim MA memutus perkara Nomor: 326 K/Pid/2022, atas nama Terdakwa Budiman Gandi Suparman diputus bersalah dengan vonis penjara selama 5 tahun.
Atas perbuatan tersebut, Dadan Tri bersama Hasbi Hasan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.