Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berupaya memberikan kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat sebagai bagian dari kekayaan bangsa.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pun berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang dikumpulkan dalam wadah Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
Baca Juga
Wakil Menteri (Wamen) ATR/Wakil Kepala BPN Raja Juli Antoni mengatakan, landasan konstitusional yang ada sejauh ini sudah sangat mencukupi untuk mengakui keberadaan masyarakat hukum adat. Hanya saja, kata dia, peraturan turunan dan operasionalisasinya menimbulkan konflik kepentingan.
Advertisement
"Masalahnya justru ada di peraturan turunan dan operasionalisasinya banyak konflik interest yang kemudian nilai-nilai normatif yang tercantum secara konstitusional itu tidak bisa diimplementasikan," kata Raja Juli dikutip dari siaran persnya, Selasa (8/8/2023).
Ia menyampaikan Kementerian ATR/BPN untuk memperbaiki melalukan upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya, dengan merevisi Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
"Permen ini adalah satu bagian dari Kementerian ATR/BPN untuk mem-breakdown secara lebih detail bagaimana mengoperasionalisasikan ide-ide idealitas tadi menjadi konkret dalam realitas," jelasnya.
Aturan Belum Optimal
Direktur Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT Kementerian ATR/BPN, Iskandar Syah menilai sejauh ini aturan yang sudah ada belum optimal dalam mendaftarkan tanah ulayat.
"Hal ini karena belum ada data komprehensif dari keberadaan tanah ulayat dan juga belum ada tata caranya," tutur dia..
Untuk itu, sebagai upaya awal mendaftarkan tanah ulayat, Kementerian ATR/BPN membuat beberapa pilot project terkait masyarakat hukum adat di beberapa daerah dengan menggandeng sejumlah universitas.
"Dari beberapa pilot project di Sumatra Barat, Papua, dan Papua Barat itu nantinya kita melakukan pengukuran dan pemetaan, dan itu dapat diterbitkan HPL (Hak Pengelolaan, red) untuk tanah ulayat tersebut," pungkas Iskandar Syah.
Advertisement