Liputan6.com, Jakarta - Pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sontak mengejutkan publik Tanah Air. Mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo batal dihukum mati, kini diganti menjadi hukuman seumur hidup.
Vonis tersebut dikatakan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah meski dari jajaran majelis hakim memiliki dissenting opinion.
"Amar putusan kasasi, tolak kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan, menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan bersama-sama. Pidana penjara seumur hidup," kata Kepala Biro dan Humas Mahkamah Agung Sobandi di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Agustus 2023.
Advertisement
Begitu pun dengan sang istri, Putri Candrawathi. Hakim mengurangi masa hukumannya menjadi 10 tahun, setelah sebelumnya divonis 20 tahun penjara.
Kemudian untuk Kuat Ma'ruf yang tadinya divonis 15 tahun penjara dipotong menjadi 10 tahun penjara. Sementara, untuk Ricky Rizal yang tadinya pidana penjara selama 13 tahun, MA memutus menjadi 8 tahun penjara.
Bagaimana dengan Bharada E? Pria bernama lengkap Richard Eliezer Pudihang Lumiu tersebut kini telah menghirup udara bebas setelah menjalani program cuti bersyarat atas vonis 1 tahun 6 bulan di kasus pembunuhan Brigadir J.
Lantas, hal apa yang menjadi pertimbangan hakim MA hingga mengganti hukuman mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup?
Berikut sejumlah fakta usai hakim MA membatalkan vonis mati Sambo dengan hukuman seumur hidup dihimpun dari Liputan6.com:
1. Hukuman Ferdy Sambo Jadi Seumur Hidup, MA Pastikan Tak Ada Intervensi
Mahkamah Agung memastikan tak ada intervensi terkait pengurangan hukuman Ferdy Sambo yang awalnya hukuman mati menjadi seumur hidup.
“Kalau itu sudah pasti. Hakim itu dijamin kemerdekaannya, kemandiriannya, jadi tidak mungkin ada intervensi mereka memutuskan itu,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) RI Sobandi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa, (8/8/2023).
Sobandi pun menyebutkan bahwa putusan MA yang mengabulkan kasasi terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
“Sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Sobandi, seperti dikutip dari Antara.
Kendati telah inkrah, Sobandi menyebut Ferdy Sambo masih bisa menempuh upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali atau PK.
“Upaya hukum biasanya kan sampai kasasi, tapi upaya hukum luar biasanya masih memungkinkan, yaitu sebagaimana disampaikan, peninjauan kembali dimungkinkan dengan syarat yang diatur oleh undang-undang,” kata dia.
Advertisement
2. Sambo Batal Dihukum Mati, Keluarga Brigadir J: Tidak Adil
Keluarga Brigadir (Anumerta) Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kecewa dengan keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan vonis mati Ferdy Sambo dan menggantinya dengan penjara seumur hidup.
“Tidak adil, mengecewakan keluarga dan tidak menjadi representasi dari masyarakat,” kata Pengacara Keluarga Brigadir J Kamarudin Simanjuntak di Jakarta, Selasa, (8/8/2023).
Kamaruddin juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menduga MA akan meringankan hukuman Ferdy Sambo karena adanya lobi politik.
“Sebenarnya kami sudah tau putusan akan seperti ini melalui yang disebut dengan lobi-lobi politik pasukan bawah tanah dan sebagainya. Tapi sangat kecewa juga kami karena ternyata hakim setingkat MA masih bisa dilobi-lobi dalam tanda petik begitu,” kata Kamaruddin, seperti dikutip dari Antara.
Kamaruddin pun mengatakan, ketiga terdakwa memiliki peran dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Terlebih Putri Chandrawati yang dinilai sebagai pelaku utama, yang pada awalnya mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir Yosua, kemudian mengadukan kepada suaminya, serta menggerakkan dua ajudannya untuk terlibat dalam penembakan Brigadir Yosua.
“Tanggapan yang sama berlaku, tatapi tidak terlepas dari apa yang dilakukan Putri. Putri ini biang keladi dari permasalahan ini," katanya menegaskan.
3. Ferdy Sambo Masih Bisa Ajukan PK
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) RI Sobandi mengatakan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo masih bisa menempuh upaya hukum luar biasa dengan ajukan Peninjauan kembali (PK) meski putusan hukuman seumur hidup sudah berlaku tetap atau inkrah.
"Upaya hukum biasanya ‘kan sampai kasasi, tapi upaya hukum luar biasanya masih memungkinkan, yaitu sebagaimana disampaikan, peninjauan kembali dimungkinkan dengan syarat yang diatur oleh undang-undang," kata Sobandi di Jakarta, Selasa, (8/8/2023).
Meski demikian Sobandi menjelaskan bahwa hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu telah berkekuatan hukum tetap.
“Sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Sobandi.
Lebih lanjut, Sobandi memastikan, putusan MA atas permohonan kasasi Ferdy Sambo terbebas dari intervensi dari pihak mana pun.
“Kalau itu sudah pasti. Hakim itu dijamin kemerdekaannya, kemandiriannya, jadi tidak mungkin ada intervensi mereka memutuskan itu,” kata Sobandi.
Advertisement
4. Kejagung Pelajari Putusan MA soal Hukuman Seumur Hidup Ferdy Sambo
Kejaksaan Agung akan mempelajari putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah hukuman Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Sebab saat ini kejaksaan belum mendapatkan informasi lengkap terkait putusan tersebut.
“Saya belum mendapatkan informasi secara lengkap, nanti kami pelajari dulu,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, (8/8/2023), seperti dikutip dari Antara.
Menurut Ketut, pihaknya perlu mempelajari putusan kasasi tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya setelah putusan terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tersebut dinyatakan sudah berkekuatan hukum tetap.
MA memutuskan hukuman pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup dari sebelumnya hukuman mati.
Keputusan tersebut diputus dalam sidang tertutup dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1, Jupriyadi selaku anggota majelis 2, Desnayeti selaku anggota majelis 3, dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4.
Dalam persidangan yang dimulai pada pukul 13.00 hingga 17.00 WIB itu, terdapat dua pendapat berbeda atau dissenting opinion (DO) dari total lima majelis.
Kedua anggota majelis itu, kata Sobandi, berbeda pendapat dengan putusan majelis yang lain. Jupriyadi dan Desnayeti berpendapat, Ferdy Sambo tetap divonis hukuman mati.