Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinasi (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan enam warga di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, meninggal akibat diare yang dipicu kelaparan.
Menko Muhadjir mengaku kesal dengan pernyataan bahwa enam warga di Papua Tengah meninggal akibat diare. Namun kenyataan di lapangan, diare tersebut disebabkan karena masyarakat terpaksa memakan umbi-umbian yang telah busuk dan tak ada lagi pilihan.
Baca Juga
"Benar, meninggalnya akibat diare. Enggak ada visum dokter menyebut meninggal karena kelaparan, enggak ada. Ya, diare itu karena kelaparan," ujar Menko Muhadjir di Jakarta, Rabu.
Advertisement
Masyarakat di distrik Agandugume, Lambewi, dan Oneri, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, mengalami kelaparan akibat gagal panen. Kondisi tersebut disebabkan umbi-umbian yang menjadi makanan pokok mereka busuk akibat embun beku dan kabut es.
"Ya diare itu karena kelaparan. Saya agak marah kemarin di sana. Diplintir, masa ada ini bukan karena kelaparan, tapi diare. Iya diarenya karena lapar," katanya yang dikutip dari Antara.
Ia menambahkan pemerintah sedang mencari solusi agar bisa mencari jenis umbi-umbian yang dapat bertahan di cuaca ekstrem agar ketersediaan pangan di Kabupaten Puncak bisa tetap tersedia pada segala kondisi.
Di sisi lain, akibat bencana kekeringan tersebut sekitar 4.000-an kepala keluarga terdampak. Pemerintah mendistribusikan bantuan pokok secara bertahap untuk tiga distrik.
Pemerintah juga berencana membangun gudang logistik di Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat kekeringan di wilayah tersebut.
Mentang Sebut Warga Papua Meninggal Akibat Diare
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menelusuri soal bencana kelaparan di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, yang diduga meninggal dunia akibat kelaparan.
Namun berdasarkan laporan yang diterimanya, enam warga yang merupakan satu keluarga itu bukan meninggal karena kelaparan, melainkan diare.
"Saya habis dua, tiga hari, dua hari terakhir ini ngecek banget apa itu kelaparan membuat dia meninggal. Kok kalau meninggal kelaparan kok cuma satu keluarga? Jadi kelaparan itu bersifat masif," jelas Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (2/8/2023).
"Yang ada menurut laporan dari Sekwilda dan Kadis setempat bukan (meninggal) kelaparan, (tapi) diare," sambungnya.
Dia mengatakan bahwa warga tersebut sempat mengalami muntah-muntah hingga 20 kali. Setelah itu, mereka mengalami diare dan dehidrasi.
"Jadi ini menurut saya, tapi mari temen-temen mengecek, bukan karena kelaparan, tapi karena muntaber," ujarnya.
Syahrul menuturkan bahwa penduduk di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah sudah terbiasa hidup di cuaca yang ekstrem. Meski begitu, dia akan kembali mengunjungi Papua Tengah untuk mengecek soal bencana kelaparan.
"Ada ekstrim cuaca. Itu di atas gunung lho. Diatas 2.000 (diatas permukaan kaki). Oleh karena itu, orang terbiasa ada hujan atau tidak, ada es dan lain-lain. Jadi saya akan cek sama sama, lebih baik saya bilang begitu. Tapi intervensi saya akan tetap lakukan. Minggu ini. Mungkin Minggu depan saya turun lagi," tutur Syahrul.
Advertisement