Liputan6.com, Jakarta - Simposium Internasional ke-19 (SIPN XIX 2023) yang diselenggarakan oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) bersama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Kajian Jawa (Pusaka Jawa) menekankan bahwa digitalisasi naskah kuno dan manuskrip Nusantara menjadi krusial dalam upaya pelestariannya.
Bertemakan “Penguatan Keindonesiaan Melalui Kajian Naskah Nusantara”, simposium ini berlangsung secara luring dan daring, Senin-Rabu, 7-9 Agustus 2023, di FIB UGM, Yogyakarta. Adapun acara ini dihadiri oleh lebih dari 230 peserta, mulai dari filolog, para penggerak, akademisi dan para pemangku kepentingan terkait lainnya.
Melalui digitalisasi, keterbacaan naskah kuno dan manuskrip bisa terjamin tanpa risiko kerusakan bahan dan perawatan yang sulit. Di samping itu, digitalisasi naskah juga memudahkan publik untuk mengakses manuskrip, membacanya, melakukan transliterasi dan melakukan penelitian terhadap berbagai manuskrip.
Advertisement
Berbagai upaya komunitas, aktivis serta lembaga-lembaga yang aktif dalam pernaskahan dilakukan diantaranya melalui cultural broker, penggunaan platform youtube seperti Ngariksa, situs-situs penyedia naskah digital seperti Qalamos, Dreamsea, Wikisource, alih wahana naskah menjadi komik, penggunaan Artificial Intelligence (AI) ChatGPT, dan lain-lain, memudahkan akses dan keterbacaan naskah baik bagi para peneliti maupun masyarakat umum.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) Prof. Dr. Setiadi, S.Sos, M.Si berharap bahwa simposium ini menghasilkan pemikiran strategis bagi pengembangan kajian naskah.
“Alhamdulillah SIPN XIX 2023 selama tiga hari kemarin berjalan dengan lancar. Kami berharap, kegiatan ini menghasilkan aksi-aksi nyata untuk semakin mengkontekstualisasikan isi naskah-naskah kuno Nusantara dalam upaya berkontribusi bagi penguatan identitas dan budaya Nusantara, termasuk melalui upaya digitalisasi,” ungkapnya.
Sebagai salah satu penyelenggara simposium ini bersama FIB UGM dan Pusaka Jawa, Ketua MANASSA Komisariat Yogyakarta Dr. Sudibyo menilai bahwa sudah saatnya para peneliti/filolog mengakhiri langkahnya di jalan sunyi.
“Filolog-filolog Indonesia perlu melibatkan diri dalam berbagai diskursus yang menuntut kontribusi nyata. Sifat ‘wordy’ dari sebuah teks kajian tidak hanya menuntut ditempatkan dalam konteks berbagai peristiwa yang menyebabkan kehadirannya, namun juga negosiasi dengan berbagai kemungkinan yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pada masa kini dan masa mendatang,” ungkap pria yang juga merupakan Ketua Departemen Bahasa dan Sastra FIB UGM.
Anak Muda Sumbangkan Pemikiran
Ketua SIPN XIX 2023 yang juga merupakan Ketua Pusat Kajian Jawa (Pusaka Jawa) Dr. Arsanti Wulandari mengungkapkan,
“Senang sekali melihat banyak anak muda berkumpul dengan pemikirannya yang kreatif dan kritis, mau berkecimpung di dunia naskah. Melihat hal ini, juga dilengkapi pendekatan yang modern, rasanya tidak perlu khawatir akan masa depan kajian naskah.”
Dr. Arsanti juga menekankan peran digitalisasi yang harus terus didorong dalam hal pelestarian naskah dan akses publik terhadapnya. “Akses yang semakin terbuka menjadi kunci gerbang informasi. Kami berharap, simposium ini juga menjadi sarana untuk memperkuat nilai keindonesiaan dengan melihat konteks teks naskah dari berbagai daerah di Nusantara,” tambahnya.
Selain digitalisasi naskah kuno dan manuskrip, simposium ini juga menyoroti adanya Fenomena Silang Budaya dalam Naskah Nusantara, Reportase dan Hoaks dalam Naskah Nusantara, Naskah Nusantara dan Industri Kreatif, dan topik-topik lain seputar pernaskahan yang relevan dengan masa kini.
Rangkaian simposium ini juga mengajak para peserta berkunjung ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat serta penilikan jejak sejarah Yogyakarta melalui Diorama Kearsipan DPAD DIYHasil kunjungan ini menjadi penutup kegiatan yang selain menjadi wahana pelepas penat setelah dua hari penuh berdiskusi di dalam ruangan, bisa menunjukkan pula secara eksperiensial relevansi kajian naskah dengan bidang-bidang yang menyertainya seperti sejarah dan lingkungan Istana sebagai skriptorium naskah.
Advertisement