Sukses

HEADLINE: Golkar dan PAN Dukung Prabowo Subianto, Peta Pilpres 2024 Kian Sengit?

Dinamika Koalisi Partai Politik (Parpol) menjelang Pilpres 2024 semakin mengerucut usai deklarasi dukungan Golkar dan PAN terhadap bakal capres Prabowo. Kini terhitung sudah sembilan partai parlemen yang menyatakan dukungannya. Lantas, seperti apa persaingan pilpres kedepan?

Liputan6.com, Jakarta - Peta Koalisi Partai Politik (Parpol) untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 terus mengerucut dan semakin jelas. Terhitung sembilan partai parlemen sudah melabuhkan arah politiknya terhadap sejumlah capres.

PDI Perjuangan (PDIP) bersama PPP telah mantap mengusung bakal calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo. Sedangkan NasDem, Demokrat dan PKS mengusung Anies Baswedan. Sementara Gerindra dan PKB telah mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres 2024.

Bahkan teranyar, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo mendapat amunisi dukungan baru, setelah Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) resmi melabuhkan dukungan politik terhadapnya dalam deklarasi bersama yang berlangsung di Museum Proklamasi, Jakarta Pusat pada Minggu 13 Agustus 2023.

Bagi Golkar, keputusan untuk mendukung Prabowo sebagai capres lantaran rekam jejak politik mantan Danjen Kopassus tersebut. Ketua Umum (Ketum) Golkar Airlangga Hartarto menjelaskan, Prabowo memiliki hubungan dekat dengan partai berlambang pohon beringin sudah sejak lama.

"Kenapa Partai Golkar menjatuhkan pilihan ke Prabowo Subianto, tak lain dan tak bukan karena Bapak Letjen Prabowo Subianto lahir dari rahim Partai Golkar," kata Airlangga.

"Oleh karena itu beliau selalu mengikuti kegiatan di Partai Golkar, dan kekaryaannya tidak diragukan lagi. Ini egaliter, searah, sejalan, dan setujuan dengan Partai Golkar," lanjutnya.

Menurut Airlangga, di Asia sendiri tidak banyak negara yang lolos menjadi negara maju dan masih berpendapatan menengah. Sebab itu, kepemimpinan 10 tahun ke depan menjadi sangat penting, dan dirinya melihat Prabowo Subianto mampu membawa Indonesia menjadi negara maju.

“Saya merasa bangga bahwa empat partai bersatu dan dalam sikap kami, kita para Ketua Umum empat partai ini mudah berkomunikasi, dan juga mempunyai visi dan misi yang sama. Oleh karena itu sekali lagi, tentu perjalanan ke depan masih ada. Tapi di hari Minggu ini merupakan momen bersejarah karena empat partai akan mengusung Pak Prabowo sebagai calon presiden (Capres) 2024-2029,” tutur Airlangga.

Sementara itu, PAN menyayangkan kebersamaan dengan Gerindra di dua pemilu sebelumnya harus berakhir. Alasan ini menjadi dasar bagi PAN untuk memantapkan dirinya untuk kembali mendukung Prabowo.

"Kenapa PAN mengambil keputusan itu? Kami sudah 10 tahun bareng-bareng dengan Pak Prabowo. Kalau tinggal sedikit, kenapa tidak sabar? Kami meyakini perjuangan 10 tahun akan tuntas, karena kita hari ini sudah bersama-sama dengan Gus Muhaimin Iskandar," kata Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Zulhas menegaskan, empat partai yang kini tergabung dalam satu koalisi itu harus menuntaskan perjuangan Prabowo Subianto. Sebab, yang diinginkan Ketum Gerindra itu adalah melanjutkan pencapaian Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

“Peluang kita tidak banyak, tapi kita punya peluang emas karena kita punya bonus demografi. Pak Presiden mengatakan tahun 2024-2028 itulah peluang emas Indonesia. Kalau kita bisa punya pemimpin yang tepat, maka cita-cita Indonesia merdeka dan 100 tahun Indonesia merdeka, menjadi negara yang maju InsyaAllah bisa kita capai,” Zulhas menandaskan.

Terkait hal itu, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno memandang, dukungan politik partai Golkar dan PAN terhadap Prabowo Subianto seperti terkesan sangat mendadak dan banyak memunculkan tanda tanya publik.

"Kenapa terkesan mendadak? Golkar itu pada Munas empat tahun lalu mengamanatkan kepada Airlangga Hartarto untuk maju sebagai kandidat Capres-Cawapres, namun tak ada angin, tak ada hujan bahkan tidak ada munas lanjutan, tiba-tiba Golkar dukung Prabowo, inikan jadi pertanyaan mendasar," kata Adi kepada Liputan6.com, Senin (14/8/2023).

Menurutnya, dalam perumusan capres-cawapres atau keputusan strategis suatu partai biasanya melalui proses penting, namun Golkar hari ini tampak tidak memperlihatkan langkah perumusan-perumusan itu, dan terkesan kemudian mendadak mendukung Prabowo.

"Biasanya keputusan politik strategis di partai itu melalui proses-proses penting di partai. dan di Golkar itu tidak kelihatan, dan tiba-tiba perhari ini Golkar menyatakan dukungan terhadap Prabowo," ucapnya.

Begitupun dengan PAN, Adi menilai, langkah politik PAN tersebut juga memiliki kesan yang mendadak. ditengah komunikasi politik yang dibangun oleh PAN dengan PDIP untuk menjadikan Erick Thohir sebagai pendamping Ganjar Pranowo, PAN secara tiba-tiba kemudian ikut menyatakan dukungannya terhadap Prabowo.

"PAN, ditengah komunikasi politik yang cukup intensif dengan PDI Perjuangan untuk mengusung Erick Thohir sebagai cawapres Ganjar, tiba-tiba PAN mengumumkan dukungan untuk Prabowo. Hal itu, tentu menjadi buah dua tanda tanya besar dan seakan-akan langkah kedua partai tersebut sangat mendadak," ujar Adi.

Kendati demikian, Adi berpandangan bergabungnya Golkar dan PAN sebagai pendukung capres Prabowo Subianto menjadi hal yang menarik. Khususnya terkait langkah politik kedua partai tersebut kedepan.

"Apakah kedua partai yakni Golkar-PAN akan melakukan akselerasi politik yang sama seperti PKB yang telah melakukan ritual politik untuk mengumumkan secara resmi Prabowo di internal mereka yang dihadiri oleh sejumlah kader dan simpatisannya masing-masing, ini menarik ditunggu," pungkasnya.

Sementara itu, Direktur IndoStrategic Ahmad Khairul Umam menilai, langkah politik Golkar dan PAN yang merapat ke gerbong KKIR semakin mengokohkan mesih politik pencapresan Prabowo dan memperlebar peluang Prabowo untuk menuju kursi RI-1.

"Deklarasi Gerindra, PKB, Golkar dan PAN ini semakin mengokohkan mesin politik pencapresan Prabowo. Hal ini membuka peluang Prabowo untuk 'buka puasa' dari kekuasaan yang telah lama dia impikan," kata Umam kepada Liputan6.com, Senin (14/8/2023).

Selain itu, Deklarasi bersama 4 partai tersebut juga dinilainya sebagai indikasi bahwa mesin politik Jokowi sedang dijalankan sekaligus juga mempertegas posisi politik Jokowi di Pilpres 2024 mendatang.

"Deklarasi 4 partai ini mengindikasikan mesin politik di lingkaran Istana Presiden sedang dijalankan, sekaligus mempertegas positioning Jokowi yang mendukung Prabowo, ketimbang Ganjar Pranowo," ucapnya.

Sebab menurutnya, kecil kemungkinan sikap dan keputusan politik Golkar dan PAN bergerak tanpa sepengetahuan dan restu politik Istana. Hal itu dikonfirmasi oleh statement Airlangga dan Zulhas yang dalam berbagai kesempatan mengulang-ulang statement bahwa keputusannya akan dikonsultasikan langsung dengan Jokowi yang dianggap sebagai 'Panglima Koalisi'.

Selain itu, dia memaparkan, kebersamaan Gerindra, Golkar, PKB dan PAN ini seolah mengunci dan mengepung PDIP untuk berpuas diri mendapatkan dukungan PPP saja. Situasi ini cukup riskan bagi pencapresan Ganjar, karena back up mesin politik PPP masih belum bisa mengamankan dan mengoptimalkan pemenangan Ganjar.

"Jika PPP bisa mempertahankan eksistensinya di Pileg 2024, maka ketika Pilpres memasuki putaran kedua PDIP masih punya teman dari partai Senayan. Namun jika PPP tidak mampu mempertahankan eksistensinya, PDIP bisa menjadi "the lonely fighter" untuk memenangkan Ganjar, dengan dukungan partai-partai kecil di luar Senayan," kata Managing Direktur of Paramadina Public Policy Institute ini.

Terkait dengan negosiasi Cawapres Prabowo, dia mengungkapkan, jika menggunakan standar etika koalisi, seharusnya Cawapres terkuat Prabowo adalah Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Karena PKB adalah yang merintis koalisi sejak awal, memberikan keyakinan sekaligus bentuk mesin KKIR yang riil, sehingga narasi pencapresan Prabowo bisa terjaga selama ini.

"Problemnya, masuknya Golkar dan PAN di menit-menit terakhir ini, seolah menghilangkan hak veto politik PKB di dalam koalisi. Terlebih kekuatan mesin politik Golkar jauh di atas PKB. Jika posisi Cawapres ini membuat deadlock negosiasi koalisi, maka membuka kemungkinan diambinya nama-nama alternatif lain yang dianggap bisa menjadi titik temu kompromi antar partai pendukung pencapresan Prabowo Subianto," dia menandaskan.

 

2 dari 4 halaman

Posisi Jokowi di Pilpres Makin Jelas?

Senada, Analis Politik Sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago berpandangan merapatnya Golkar dan PAN ke KKIR semakin memperjelas posisi politik Jokowi di 2024.

Menurutnya, arah intensitas dukungan Jokowi sudah mulai terbaca dengan terang benderang setelah merapatnya dua partai tersebut ke Prabowo.

"Menjelaskan dan makin terang posisi Jokowi kakinya ada di Prabowo, kalau tidak ada Jokowi mungkin belum akan sebanyak parpol yang mendeklarasikan mendukung Prabowo," kata Pangi kepada Liputan6.com, Senin (14/8/2023).

Sebab menurutnya, besar kemungkinan deklarasi Golkar memiliki singgungan dengan arah intensitas politik Jokowi. Terlebih Golkar merupakan salah satu partai yang alur politiknya hanya mengikuti Jokowi.

"Dengan dukungan partai koalisi ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa memang intensitas arah dukungan Pak Jokowi itu tren kecendrungannya ke Pak Prabowo karena Golkar dan PKB itu hanya ikut Pak Jokowi," tuturnya.

Disamping itu, Pangi melihat kebersamaan PAN dan Golkar dalam koalisi pendukung Prabowo juga akan memantik semakin kompetitif dan semakin kuatnya persaingan kontestasi Pilpres 2024. Sebab PDIP kini memiliki lawan yang setara dibandingkan pada tahun 2019 lalu.

"Semakin kompetitif dan semakin kuat persaingan, sebab Ganjar Pranowo dapat lawan tanding yang sebanding, ini sangat menarik kontestasi dan persaingannya," ucapnya.

Terlebih, kata Pangi, Pilpres 2024 menjadi semakin menarik seraya munculnya tiga poros koalisi partai parlemen yang sudah terbentuk, dan sudah hampir dipastikan tiga poros tersebut tidak ada fluktuasi partai koalisi.

"Kemungkinan dugaannya memang ada tiga poros. Poros pertama itu kan Nasdem, PKS, Demokrat. Sudah firm ya, sudah clear. Kemudian porosnya Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar. Ketiga, tersisa itu PDIP dan PPP. Partai-partai lain itu hanya jadi ekor aja, nanti apakah akan ke Koalisinya Ganjar, ke Koalisinya Anies, atau ke Koalisi Prabowo yang tersisa. Misalnya nanti ada potensi Partai Gelora itu ke Pak Prabowo," ujar Pangi.

Kendati demikian, Pangi menyebut, masih terdapat potensi adanya perubahan arah dukungan partai di Pilpres 2024, salah satunya terkait peluang hengkangnya PKB dari koalisi Prabowo apabila Cak Imin kehilangan daya tawarnya di KKIR.

"Hanya ada potensi PKB hengkang dari Koalisi Pak Prabowo sepanjang kalau Cak Imin tidak punya daya tawar. Tapi kalau Cak Imin sudah menyerah tanpa syarat ke Pak Jokowi, tentu Cak Imin sudah kartu mati, tidak bisa apa-apa lagi," Pangi menandasi.

Di sisi lain, Pengamat politik, Emil Rahadiansyah menilai bergabungnya PKB, Golkar, dan PAN ke partai Gerindra tidak serta menjadikan posisi Prabowo Subianto sebagai capres di pilpres 2024 aman.

Dalam pilpres, Emil mengatakan suara tetap ditentukan oleh masyarakat langsung, sehingga yang menjadi jaminan adalah visi, misi dan berbagai program dari para calon.

“Karena masyarakat sudah semakin cerdas dan bijak untuk memahami bahwa tujuan dari sebuah pemilu bukanlah tentang kekuasaan tetapi lebih tentang bagaimana memunculkan pemimpin yang siap melayani masyarakat,” ujar Emil dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (14/8/2023).

Emil menjelaskan bergabungnya Golkar dan PAN untuk mendukung Prabowo seolah memberi angin segar bagi Gerindra dan seolah mendapat amunisi baru, padahal dalam dunia politik sendiri tidak dikenal kawan maupun lawan abadi.

Golkar dan PAN, lanjutnya pasti sudah menyusun dan mengatur strategi untuk menampilkan tokoh-tokoh yang diharapkan bisa menjadi pendamping Prabowo sebagai cawapres di pilpres mendatang di 2024.

“Hal ini bisa membuat bingung dan dilema Prabowo untuk memilih siapa dari ketiga bakal cawapres dari masing-masing partai pendukung. Golkar mencalonkan Airlangga Hartarto, PAN mencalonkan Erick Thohir sementara PKB mencalonkan Cak Imin,” ujar Emil.

Dengan deklarasi Golkar dan PAN terhadap Gerindra, tidak serta merta juga menyebabkan finalnya pemilihan calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo pada pemilu 2024.

Gerindra tentu saja disebut perlu mempertimbangkan usulan yang diajukan oleh partai lain yang telah lebih dahulu memberikan dukungan terhadapnya alih alih langsung menyetujui usulan dari dua partai yang baru bergabung dalam koalisinya.

“Namun tentu saja dalam koalisi yang dibangun tidak ada partai yang hanya berperan sebagai pelengkap saja dan tidak mendapatkan pertimbangan dalam peran strategis,” ujar Emil.

Lebih lanjut, Emil menyampaikan peralihan dukungan tersebut tentu juga menimbulkan pertanyaan mengenai posisi dukungan Golkar dan PAN dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang tengah berjalan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Secara profesional seharusnya pemberian dukungan tersebut tidak melemahkan kinerja kabinet menjelang berakhirnya periode kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden dan Kepala Pemerintahan.

Pertarungan Sengit Akan Terjadi?

Di sisi lain, Emil melihat ketatnya persaingan untuk mendapatkan hati masyarakat dan memenangkan pemilu dan pilpres, dapat diasumsikan partai-partai koalisi beserta kadernya akan memusatkan fokus dan perhatiannya pada masa kampanye guna mengamankan suara.

“Dengan demikian dapat saja misi kerja yang diemban oleh pemerintahan Joko Widodo menjelang akhir periode dapat melambat dan tidak menjadi prioritas bagi partai-partai yang sudah kadung berkoalisi dan disibukkan dengan konsolidasi internal partai koalisi,” ujarnya.

Lebih dari itu, Emil mengatakan pertarungan secara sengit tentu akan mewarnai konstelasi politik di pilpres 2024 ini karena setiap partai tentu memiliki pemilih yang loyal.

“Meski begitu patut dicermati bahwa posisi Prabowo Subianto sebagai capres belumlah dapat dikatakan aman karena masih level koalisi selain itu yang lebih penting lagi adalah yang menentukan pemilu adalah masyarakat Indonesia bukan partai dan koalisi tetapi lebih kepada penokohan. Dengan bergabungnya ketiga partai tersebut maka KIB bubar,” ujar Emil.

3 dari 4 halaman

Respons Ganjar dan PDIP

Bakal calon presiden (bacapres) dari PDIP, Ganjar Pranowo, menanggapi santai deklarasi Golkar dan PAN untuk Prabowo Subianto. Menurut Ganjar Pranowo, hal itu adalah proses yang biasa dalam proses demokrasi.

"Dalam proses demokrasi, sebenarnya itu biasa saja. Saya sangat menghormati sikap masing-masing partai," ujar Ganjar.

Dia meyakini, dukungan diberikan Golkar dan PAN ke Prabowo Subianto sudah atas pertimbangan yang matang. Artinya, siapa pun yang didukung Golkar dan PAN tentunya harus dihormati.

“Maka kalau ada partai merapat ke salah satu titik, menurut saya itu hak politik mereka," jelas Ganjar.

Ganjar melihat, banyaknya dukungan ke Prabowo usai Golkar dan PAN merapat ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) seperti momentum Pemilu Presiden 2014. Kala itu, Jokowi dan PDIP melawan banyak partai yang bergabung dalam satu koalisi. Namun, dinamika yang terjadi, Jokowi tetap menjadi pemenangnya.

"Kisah ini pernah terjadi saat 2014 kalau tidak salah ya. Saat itu yang mendukung lawannya Pak Jokowi itu juga sama, mereka berbondong-bondong ke sana dan kejadian ini kita catat dalam perjalannya dan selalu ada dinamika yang berubah," ungkap Ganjar.

Menutup tanggapannya, Ganjar pun mengucapkan selamat kepada Golkar dan PAN atas keputusannya bergabung ke koalisi Gerindra dan PKB. Ganjar mengajak semua pihak untuk menjaga demokrasi agar berjalan baik.

"Tentu saja yang paling penting adalah bagaimana menjaga demokrasi berjalan dengan baik dan apa yang mesti kita bereskan dari persoalan bangsa dan negara ini," Ganjar menandasi.

Senada, Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah mengatakan, pihaknya menghormati keputusan politik yang diambil PAN dan Partai Golkar. Dia menilai, adanya dukungan PAN dan Golkar ke Prabowo mencerminkan tumbuhnya demokrasi dengan baik.

Namun, dia mengaku dengan adanya dukungan PAN dan Partai Golkar tidak membuat pihaknya khawatir melaju di pilpres 2024 mendatang.

"Dengan kerja sama politik yang saat ini sudah yang sudah terjalin antara PDI Perjuangan, PPP, Hanura dan Perindo, tentu kami akan makin menguatkan basis dukungan ini untuk dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden 2024," ujar Said.

Said menyebut, jika PDIP memiliki sejarah dan pengalaman yang panjang dalam menghadapi kontestasi demokrasi. Sehingga, dia meyakini di pemilu 2024 nanti PDIP akan meraih kemenangan.

"PDI Perjuangan memiliki sejarah panjang sebagai partai yang dididik dan dibesarkan dengan terbiasa dikeroyok secara politik," ucap Said.

"Di masa Orde Baru, kami mengalami hal itu. Dan di masa Jokowi-JK, begitu pula saat ini. Oleh sebab itu bagi segenap kader PDI Perjuangan perlu kami ingatkan, kita pernah mengalami pahit getirnya sejarah, justru dari pengalaman panjang itulah kita harus memperkuat mental juang," sambung Said.

4 dari 4 halaman

Peta Pilpres 2024 Semakin Jelas

Selain PDIP, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) turut merespons sikap politik Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) pada pemilu 2024.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Aboe Bakar Alhabsy mengatakan dengan bergabungnya PAN, Partai Golkar, PKB dan Partai Gerindra membuat peta pilpres 2024 menjadi jelas akan diikuti oleh tiga pasang.

"Berlabuhnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi Prabowo akan membuat peta pilpres semakin jelas. Dengan demikian dapat disimpulkan hanya akan ada tiga bacapres pada pemilu 2024 nanti," ujar Habib Aboe dalam keterangannya.

Menurut Aboe Bakar, penyampaian dukungan Partai Golkar dan PAN bersama PKB dan Partai Gerindra ke Prabowo adalah hak konstitusional partai politik yang harus dihormati. Baginya, dukungan empat partai tersebut ke Prabowo adalah bagian dari proses demokrasi yang harus kita lalui.

"Tentunya masing-masing partai punya otoritas dan independensi untuk mengusung capres dalam pemilu," kata Aboe Bakar.

Aboe Bakar menegaskan, adanya tiga pasang calon dalam pilpres 2024 cukup ideal untuk mengurangi polarisasi yang timbul akibat kontestasi pilpres sebelumnya.

"Saya rasa tiga pasangan calon bacapres ini cukup ideal. Jangan sampai pengalaman pemilu kemarin terulang. Ketika kontestasi hanya diisi oleh dua paslon, yang terjadi adalah polarisasi di tengah masyarakat," ungkapnya.

Aboe Bakar berpesan agar pesta demokrasi dalam ajang pilpres dilakukan dengan kegembiraan dengan kontestasi yang sehat secara demokrasi.

"Pengalaman tidak baik dalam polarisasi itu cukup sekali, tidak perlu kita ulangi lagi. Biarkanlah tiga pasang kandidat nanti berlomba merebut hati rakyat. Mari kita ciptakan pesta rakyat yang bisa membawa suasana gembira. Namanya juga pesta rakyat, tentunya harus bisa membuat rakyat jadi happy," kata Aboe Bakar.

Senada, Partai Demokrat mengaku menghormati keputusan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golongan Karya (Golkar) bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang digawangi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Kami menghormati kedaulatan dan sikap politik dari setiap partai dalam mengambil dan menentukan arah dan dukungan politiknya terkait Pilpres 2024 mendatang. Termasuk sikap dan arah dukungan politik Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar,” kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani pada wartawan, Senin (14/8/2023).

Kamhar menilai, sejak awal PAN dan Golkar yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN, memang dibentuk untuk mendukung capres pilihan Joko Widodo atau Jokowi.

“Apalagi sejak awal PAN, Golkar, dan PPP telah membentuk poros koalisi sendiri yang tergabung di KIB, yang terbaca publik menjadi kendaraan politik yang dipersiapkan untuk Paslon yang diinginkan Pak Jokowi. Meskipun ada dinamika politik yang kemudian terjadi, mencair dan ada perubahan konfigurasi, namun sejatinya tak bergeser dari alasan awal keberadaannya. Menjadi kendaraan politik bagi figur yang dikehendaki Pak Jokowi,” bebernya.

Oleh karena itu, ia mengaku tidak kaget apabila Golkar dan PAN berlabuh mendukung Prabowo Subianto.

“Itu tidak mengejutkan. Sudah terprediksi. Sejak awal kami telah mempersiapkan diri dengan berbagai skenario, termasuk skenario 3 pasang yang berpotensi besar terjadi ke depan,” pungkasnya.