Sukses

Pengamat: Polusi Udara Jakarta Harus Dilihat dalam Tataran Kronis

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, pemerintah harusnya memandang persoalan polusi udara di Jakarta dalam tataran kronis. S

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, pemerintah harusnya memandang persoalan polusi udara di Jakarta dalam tataran kronis. Sebab, kata dia masalah buruknya polusi udara Jakarta tak ada perubahan dari tahun ke tahun.

"Persoalan polusi ini baru (dilihat) pada tataran kausalitas, tidak pada dalam tataran kronis. Harusnya kan ini kronis karena tiap tahun berulang seperti itu," kata Trubus saat dikonfirmasi, dikutip Selasa (15/8/2023).

Oleh sebab itu, menurut Trubus adanya rekomendasi agar masyarakat pakai masker saat berada di luar ruangan karena indeks kualitas udara yang tidak sehat sebagai hal wajar.

"Kemudian kewajiban pakai masker itu konteks publik health, itu bagus karena untuk pencegahan dari diri sendiri," kata Trubus.

Trubus mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi mengoptimalkan sejumlah langkah-langkah pengendalian pencemaran lingkungan. Sehingga, kata dia polusi tidak semakin parah.

Menurut Trubus, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mestinya mengoptimalkan uji emisi kendaraan bermotor yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

"Itu sudah mengatur semua tinggal diterapkan. Selama ini kan tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh, akibatnya persoalan polusi muncul seolah-olah ada kebakaran jenggot," ujarnya.

Selain itu, Trubus juga menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta mengendalikan penggunaan listrik di industri-industri batubara penyumbang polusi udara. Dia juga merekomendasikan pemerintah mengkaji penggunaan listrik tenaga nuklir di sektor industri.

"Batubara itu menimbulkan polusi yang sekarang terjadi, tapi satu sisi kita kalau mau nutup itu gak bisa. Kalau mau sebenernya kita pakai nuklir," ucap Trubus.

2 dari 2 halaman

WFH Jadi Solusi Paling Cepat Atasi Polusi Udara di Jakarta

Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna setuju dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengusulkan hybrid working untuk mengatasi polusi udara di Jakarta. Sebab, kata Yayat, solusi jangka pendek yang paling efektif adalah memberlakukan Work From Home (WFH) untuk seluruh karyawan di Jakarta. 

"Inisiatif presiden bagus itu work from home, kurangi kegiatan di luar saya terasa banget kemarin kegiatan di luar pas dijalan macet ada kebakaran di halte Transjakarta Tendean, itu engap sesak banget artinya orang jangan dipaksa diluar lagi, buruk itu udaranya karena bagaimanapun bagi mereka yang diluar tanpa masker itu lebih parah lagi," kata Yayat di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Menurutnya, udara buruk akan berdampak pada kesehatan masyarakat di masa depan. Paling tidak, kata Yayat, mengurangi kegiatan di luar dapat dicoba selama sepekan ke depan dan dimulai setelah 17 Agustus 2024.

"Kita coba aja lah (WFH) selama seminggu ini ke depan, jadi akan berkurang aktivitasnya polusi udara karena kendaraan, bisa dilakukan," ucapnya.

Selain itu, Yayat mendorong adanya rekayasa cuaca meski biayanya memang tidak sedikit. Menurutnya, rekayasa cuaca bisa mereduksi cuaca agar tidak terlalu kering dan berdebu.

"Kalau yang jangka panjang seperti uji emisi naik transportasi publik itu lagu lama, itu kalau sebatas imbauan-imbauan banyak nggak efektifnya karena banyak masyarakat yang rumahnya jauh jauh, angkutan umumnya belum terintegrasi, itu masih jauh," kata dia.

"Paling dekat itu saja kurangi bekerja ke kantor yang terlalu jauh di perjalanan," ujar Yayat.

Solusi lainnya, Yayat mengusulkan dibuat rambu-rambu monitor cuaca. Di situ bisa dibuat informasi jika cuaca sedang buruk maka masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas di luar.

"Buat posko-posko atau rambu rambu monitor cuaca, itu kan tidak ada tidak ada ini titik-titik, dulu ada beberapa parameter cuaca Jakarta kondisnya berapa, nanti ada tulisan dibawah sebaiknya tidak keluar rumah, tidak melakukan aktivitas diluar," ucapnya.

"Itu gak ada informasi seperti itu di tiap lima wilayah Jakarta maupun Tangerang sama Tangerang Selatan," ujar Yayat.

Menurutnya, hampir 3 juta mobilitas orang keluar masuk Jakarta. Ditambah, ada belasan juta kendaraan bermotor dan mobil yang lalu lalang di Jabodetabek.

"Alam itu nggak mau tau dia kalau udah buruk, tinggal bagaimana manusianya menyikapi itu," pungkasnya.

Video Terkini