Liputan6.com, Jakarta - Gunung Anak Krakatau (GAK) merupakan gunung api muda yang muncul dalam kaldera, usai erupsi paroksimal tahun 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau. Aktivitas erupsi usai pembentukan dimulai sejak tahun 1927, pada saat tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut.Â
Sedangkan tubuhnya muncul ke permukaan laut sejak tahun 1929. Sejak saat itu, Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi atau membangun tubuhnya hingga besar.
Hingga saat ini sejumlah ilmuwan terus melakukan penelitan terkait Gunung Krakatau. Mulai masa Krakatau Purba hingga kondisi sekarang. Salah satunya yang dilakukan oleh geolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Yulianto.
Advertisement
Menurut Eko, gunung api yang terletak di Selat Sunda tersebut secara penelitian ilmiah memiliki sejumlah misteri yang belum terpecahkan. Salah satunya terkait Gunung Krakatau Purba. Dia menyebut saat pihaknya melakukan penelitan beberapa waktu lalu menemukan endapan-endapan tsunami.
"Di daerah Wanasalam, Lebak (Banten) menarik, karena dari salah satu endapan tsunami yang kita identifikasi ada endapan yang umurnya sekitar 1600 tahun yang lalu, waktu 535 kalau kita mengacu pada hasil tarikan umur endapan. Ini yg mendorong kita membuktikan bahwa 535 berkaitan dengan letusan proto Krakatau," kata Eko kepada Liputan6.com.
Kata dia, untuk peristiwa erupsi tahun 1883 banyak endapan yang mudah ditemukan dan dilakukan penelitan. Saat itu berbagai endepan ditemukan berdasarkan perkiraan arah angin dan rotasi bumi.Â
Berdasarkan waktu kejadian, angin muson bergerak dari tenggara ke barat laut. Sehingga diperkirakan berbagai batu apung dilontarkan ke udara dan angin cenderung mendorong ke arah barat. Atau adanya hipotesa berbagai bahan penelitan untuk peristiwa 535 kemungkinan banyak ditemukan di wilayah Sumatera.
"Tahun 2003, sebuah rawa kecil di sisi banten sekitar 20 km dari garis pantai, saya ngebor disitu untuk penelitian perubahan lingkungan. Menariknya, di tahun yag berdekatan dengan 535, ada perubahan vegetasi yang sangat drastis," ucapnya.
Salah satunya yaitu munculnya serbuk sari salak secara tiba tiba dan melimpah. Haal tersebut pun menjadi tanda tanya yang berkaitan dengan peristiwa letusan.
"Analoginya misal salak banyak sekali di sekitar Gunung Merapi atau di tempat lain yang berpasir. Ini setidaknya menjadi indikasi-indikasi di sekitar Selat Sunda. Dan perubahan-perubahan itu terjadi, bisa kita sebut sementara insidentil. Bisa jadi ini bukti dari peristiwa itu," jelas dia.
Gunung Krakatau Jadi Lokasi Wisata
Seperti dilansir lampungprov.go.id, Gunung Anak Krakatau memiliki luas sekitar 320 hektare dan merupakan pulau tak berpenghuni.
Gunung Anak Krakatau termasuk kawasan cagar alam Krakatau dengan total seluas 13.605 hektar yang dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung. Sekarang, Gunung Anak Krakatau adalah salah satu tempat wisata di Banten yang paling disukai pendaki gunung.
Kegiatan utama dan paling favorit di sini adalah mendaki Gunung Krakatau. Berdasarkan beberapa sumber teks Jawa Kuno, ketinggian Krakatau purba diperkirakan hampir 2000 mdpl.
Daya tarik wisata Gunung Krakatau yang sering jadi perbincangan, terletak pada sisa-sisa letusannya yang menghasilkan eksotisme bentangan alam sisa dari letusan dahsyat. Ditambah lagi dengan Anak Gunung Krakatau yang masih aktif dan fluktuatif. Selain itu, tinggi Gunung Anak Krakatau yang makin bertambah juga menjadi daya tarik pengunjung.
Advertisement