Sukses

Praktisi: Sistem Hukum Nasional Wajib Berlandaskan Pancasila

Praktisi Hukum Agus Widjajanto mengatakan, logika tentang Pancasila sebagai Dasar Falsafah atau Philosofische Grondslag dan Pandangan Hidup Bangsa (Weltanschauung) yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Hukum Agus Widjajanto mengatakan, logika tentang Pancasila sebagai Dasar Falsafah atau Philosofische Grondslag dan Pandangan Hidup Bangsa (Weltanschauung) yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Menurut dia, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum nasional dan bernegara yang mendapat legitimasi secara yuridis formal melalui TAP MPR Nomor: XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) mengenai Sumber Tertib Hukum Negara dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia.

"Setelah reformasi, keberadaan Pancasila kembali dikukuhkan dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 yang digantikan Undang-Undang No 12 Tahun 2011," kata Agus dalam keterangan diterima, Minggu (19/8/2023).

Agus melanjutkan, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 dimaksud tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, dimana Pancasila sebagai sumber dari segala Sumber Hukum yang mempunyai makna bahwa Sistem Hukum Nasional wajib berlandaskan Pancasila. Sayangnya, lanjut Agus, hukum dasar seperti termaktub dalam UUD 1945 sudah dilakukan amandemen hingga empat kali.

“Dari amandemen itu, bahkan ada beberapa pasal yang sengaja dihilangkan dan diganti sehingga maksud dan berubah maknanya,” nilai dia.

Agua mencontohkan, beberapa pasal yang menurutnya krusial dan dilakukan perubahan itu antara lain Pasal 2 tentang Kedudukan MPR, Pasal 6 tentang syarat seorang presiden, ditambah Pasal 6A tentang dipilih langsung oleh rakyat diusulkan oleh partai politik.

Agus menyatakan, Sila Keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Agus memaknai, dalam sila tersebut sejatinya tidak ada kata-kata yang bisa ditafsir-ulang. Selain, bahwa rakyat memberikan mandat kepada permusyawaratan perwakilan melalui sebuah majelis.

"MPR merupakan lembaga tertinggi selaku wakil rakyat, selaras prinsip Vox Populi Vox Dei atau Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Agus.

Artinya, lanjut Magister Hukum dari UKI ini, bila dikaitkan dengan bunyi UUD 1945 yang telah diamandemen yakni Pasal 2, Pasal 6, dan tambahan Pasal 6A, maka antara Dasar Negara yaitu Pancasila sebagai Falsafah Hidup dan Pandangan Bangsa serta Pancasila sebagai Sumber dari segala Sumber Hukum termasuk dalam UUD, maka antara sila keempat Pancasila dengan bunyi beberapa pasal dalam UUD diyakini saling bertentangan satu sama lain.

"Indonesia sebagai bangsa juga mempunyai karakteristik sendiri dalam hukum walau diakui bahwa Indonesia merupakan laboratorium hukum yang kaya, bertalian dengan adanya kesenjangan antara das Sollen dengan das Sein," sebut Agus.

Agus menilai, pembentukan hukum nasional seharusnya berdasarkan kebutuhan dan dibuat oleh pakar hukum yang melibatkan para akademisi dan tokoh utusan daerah, serta golongan untuk memberikan masukan sesuai nafas dan karakter bangsa ini. Sebab, Indonesia mempunyai karakter sendiri yang mengacu pada budaya bangsanya sebagai pengejawantahan seluruh nilai yang dikandung sila-sila Pancasila.

“Termasuk di dalamnya budaya musyawarah dan mufakat, budaya gotong-royong, budaya guyub. Sayangnya budaya tersebut tidak lagi tampak dari isi pasal dalam UUD yang telah diamandemen,” ungkap Agus.

2 dari 2 halaman

Pertimbangan Amandemen Disesuaikan Kondisi Zaman

Agus menegaskan, hukum dasar memungkinkan untuk direvisi atau diamandemen, dengan pertimbangan harus disesuaikan kondisi dan situasi zaman dan tanpa mengubah pasal-pasal krusial yang merupakan sokoguru/tiang utama dari terbentuknya Negara Kesatuan dalam sistem ketatanegaraan yang telah disepakati dan dibuat para pendiri Bangsa sebagaimana diuraikan di atas.

"Yang jadi pertanyaan besar kita bersama dan generasi setelah kita nanti, apakah seperti ini cita-cita Proklamasi dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh para pendiri Bangsa?," tegas Agus Widjajanto.

Agus berharap, pandangannya bisa untuk direnungkan bersama. Terkait kondisi saat ini dan ketidakharmonisan dalam sistem hukum yang ada.

“Semua pihak harus duduk bersama untuk masalah besar ini," dia menutup.

Video Terkini