Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang hasil korupsi pengadaan proyek fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya dialirkan ke jasa asuransi atas nama pegawai. Hal itu diketahui saat tim penyidik memeriksa lima saksi, pada Jumat, 18 Agustus 2023 di Gedung KPK.
Kelima saksi itu yakni Komisaris Utama PT Amarta Karya periode 2017-2018 Waluyo Edi Suwarno, dua karyawan PT Amarta Karya Yusarman dan Yusuf Ashari, Head of Risk and Compliance PT Prudential Sharia Life Assurance Yenie Rahardja, dan Head of AML and ABC PT Prudential Life Assurance Dana Agriawan.
Baca Juga
Mereka diperiksa berkaitan dengan penyidikan perkara dugaan proyek pengadaan fiktif di PT Amarta Karya pada 2018 sampai dengan 2020.
Advertisement
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penempatan aliran uang dari pengadaan fiktif PT Amarta Karya oleh Tersangka dibidang jasa asuransi dengan mengatasnamakan karyawan PT Amarta Karya," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Sebelumnya, KPK juga menduga aliran uang korupsi pengadaan proyek fiktif pada PT Amarta Karya) tahun 2018-2020 mengalir ke Airnav Indonesia. Dugaan itu diketahui saat tim penyidik lembaga antirasuah memeriksa Direktur Utama Airnav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti.
Polana Pramesti diperiksa tim penyidik di gedung KPK pada Rabu, 2 Agustus 2023 kemarin.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT AK (Amarta Karya) ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (2/8/2023).
Sumber Liputan6.com di internal KPK membenarkan adanya dugaan uang korupsi proyek fiktif Amarta Karya mengalir ke Airnav Indonesia.
Â
Tahan 2 Orang
KPK menahan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo. Catur ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero Tahun 2018 hingga 2020.
"Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka CP (Catur Prabowo) untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 hingga 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, Rabu (17/5/2023).
Dalam kasus ini KPK menjerat Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna. Trisna sudah lebih dahulu ditahan di Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan TS (Trisna Sutisna untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei 2023 hingga 30 Mei 2023," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis (11/5/2023).
Â
Advertisement
Awal Mula Kasus
Johanis menyebut kasus ini bermula pada 2017 saat Catur Prabowo memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi Catur Prabowo. Sumber uang diambil dari pembayaran nlberbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.
"CV tersebut digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif," kata Johanis.
Kemudian pada 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Johanis menyebut untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.
Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur Prabowo.
Â
Terkait 60 Proyek Pengadaan
Johanis menyebut diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur Prabowo dan Trisna Sutisna. Di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety level 3 Universitas Padjajajran.
Akibat perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp46 miliar.
"Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," pungkasnya.
Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement