Sukses

BMKG Minta Setiap Daerah Antisipasi Musim Kemarau yang Dibarengi El Nino Tahun Ini

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyadari, El Nino sudah menyebabkan kekeringan di sejumlah wilayah.

Liputan6.com, Jakarta Ancaman bahayanya El Nino, istilah yang menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia, terus menjadi perhatian. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyadari, El Nino sudah menyebabkan kekeringan di sejumlah wilayah.

Oleh karena itu, perlu dimotoring dan diantisipasi setiap daerah.

"Kita sudah memprediksi musim kemarau yang saat ini sedang berlangsung bersamaan dengan fenomena El Nino tahun ini. Dampak dari fenomena tersebut mulai terlihat di beberapa wilayah dengan munculnya kondisi kekeringan. Peran aktif Bapak/Ibu di daerah masing-masing diperlukan untuk antisipasi berlanjutnya kekeringan, mempertajam monitoring, dan prediksi terhadap peluang terjadinya hujan di saat musim kemarau," kata Dwi Korita dalam keterangannya, Rabu 9 Agustus 2023.

Dia menjelaskan, saat ini, terdapat tantangan besar dalam menghasilkan informasi iklim yang beragam dan akurat. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi yang berkelanjutan, termasuk dalam prosedur, metode, dan mekanisme penyusunan informasi iklim, selain menjalin kolaborasi yang kuat di antara berbagai pihak yang berkepentingan.

Dalam keterangan persnya pada 1 Agustus 2023, Dwikorita menyebut pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim.

Perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara, kata Dwikorita, menyebabkan produksi pertanian menurun secara signifikan. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas.

Dwikorita mengungkapkan fenomena El Nino dan IOD Positif yang terjadi membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, kata dia, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.

"Puncak kemarau kering ini diprediksi akan terjadi di bulan Agustus hingga awal bulan September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022," terangnya.

Bahkan, saat BMKG menghadiri rapat terbatas di Istana Negara pada pertengahan Juli 2023, Dwikorita mengungkapkan bahwa ancaman El Nino diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus-September.

 

2 dari 3 halaman

El Nino Moderat

Fenomena ini diprediksi akan berintensitas lemah hingga moderat dan dapat berdampak pada ketersediaan air serta produktivitas pangan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.

"Kami menghimbau masyarakat untuk terus menjaga lingkungan, mengatur tata kelola air dengan bijak, dan beradaptasi dengan pola tanah yang ada. Selain itu, memantau perkembangan informasi cuaca dan iklim yang terus berubah dari waktu ke waktu sangatlah penting dan dapat diakses melalui BMKG," tegas Dwikorita.

Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesadaran akan fenomena El Nino dan mempersiapkan diri menghadapi potensi dampaknya. Kita semua memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan dan bersama-sama menghadapi tantangan perubahan iklim yang dinamis. Dengan kesadaran dan kerjasama yang baik, diharapkan dampak dari fenomena El Nino dapat diminimalisir sehingga stabilitas pangan dan ketersediaan air tetap terjaga dengan baik di tanah air.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko di Bali pada 7 Agustus 2023, menyatakan pihaknya memang sudah berkoordinasi dengan BMKG, terlebih juga sudah berkomunikasi dengan kepala dinas pertanian tiap provinsi, membicarakan ancaman El Nino terhadap pertanian.

"Terutama kami diingatkan soal El Nino kami sudah berkoordinasi dengan BMKG dan kepala dinas pertanian provinsi kami akan rapat tindak lanjut lagi dengan kabupaten kota sebalik sejauh mana dampak daripada El Nino ini terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas daripada pertanian itu sendiri," kata dia.

Meski demikian, dia berharap meski El Nino mengancam di depan mata, ini tak berdampak besar seperti saat menghadapi pandemi Covid-19.

"Jadi kami tentu berharap walaupun itu benar ada, tidak terlalu berat seperti pandemi dan dampaknya tidak terlalu luas. Dan bisa dimitigasi dari awal," jelas Laksana Tri Handoko.

 

3 dari 3 halaman

Kata Ketua MPR

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong sejumlah hal kepada pemerintah untuk menghadapi El Nino. Hal ini seiring sejumlah wilayah di Indonesia yang terdampak masalah kekeringan akibat fenomena El Nino yang sebabkan musim kemarau lebih panjang.

Di antaranya saat ini saat ini dominan dialami di sebagian wilayah Jawa Barat, Serang Banten dan mayoritas kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Melihat kondisi tersebut, Bambang meminta pemerintah untuk secara serius menyoroti persoalan masalah kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah tersebut.

"Salah satunya dengan meningkatkan infrastruktur di segala sektor yang meliputi bendungan, saluran irigasi, hingga reservoir air sebagai bentuk preventif sekaligus kuratif atas bencana yang terjadi baik di masa kini maupun di masa mendatang,” ujar Bambang dalam keterangan resmi, Senin (14/8/2023).

Ia menilai, pembangunan infrastruktur memiliki peran penting dalam mencegah dampak kekeringan. Selain itu, Bambang juga meminta pemerintah daerah dan Badan-Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk juga bersiap menghadapi berbagai dampak lain dari kemarau yang berkepanjangan.

Salah satunya dengan menyiapkan dana guna membantu masyarakat yang terdampak kekeringan, mulai dari menyiapkan bantuan pangan hingga subsidi untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga akibat gagal panen.

“Kemarau diperkirakan akan mencapai puncaknya antara Agustus dan September, dan akan berlangsung hingga awal tahun depan,” ujar dia.

Bambang Soesatyo juga meminta pemerintah pusat bersama pemerintah daerah untuk bersama menyusun solusi jangka panjang yang lebih strategis untuk memitigasi kekeringan, disamping secara berkala memetakan daerah rawan kekeringan.

Dengan demikian, pemerintah dapat secara cepat dan tepat dalam melakukan upaya pencegahan serta penanganan yang disesuaikan dengan persoalan/dampak kekeringan di masing-masing wilayah.

"Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengurangi dampak kekeringan dengan menggunakan air seperlunya dan tidak terlalu sering melakukan kegiatan yang membutuhkan air dalam jumlah besar,” ujar dia.